Social Media

Gaya Hidup Zero Waste: Dari Pengolahan Kertas Bekas sampai Diet Kantong Plastik

Kertas pembungkus nasi bagi sebagian orang adalah barang yang tidak berguna. Sesuatu yang wajib dibuang, disobek, bahkan dibakar. Tapi, bagi teman saya, kertas pembungkus nasi, utamanya koran bekas, masih memiliki nilai guna. Koran-koran bekas pembungkus nasi itu masih bisa dimanfaatkan untuk dibaca lagi. Meski terkadang koran bekas itu sudah tidak sempurna bentuknya, dalam arti ada bagian tulisan yang terpotong atau kurang lengkap, teman saya tetap membacanya.

Kebiasaan membaca teman saya dari koran bekas pembungkus nasi ini memang sesuatu yang unik. Jika biasanya orang lain membaca dari koran ‘anyar’ atau buku-buku dari penulis terkenal, teman saya ini bisa mengambil peluang, mampu memanfaatkan sesuatu yang dianggap kebanyakan orang adalah sampah. Artinya, teman saya ini melihat sesuatu dari sudut pandang yang lain. Dia menilai koran bekas pembungkus nasi itu adalah sebagai barang yang masih ‘layak’ pakai.

Apa yang dilakukan oleh teman saya itu membuat saya teringat akan sesuatu. Dulu ketika duduk di bangku SMP, saya pernah diajari oleh guru saya untuk memanfaatkan koran-koran yang tak berguna agar bisa digunakan kembali, atau lebih tepatnya bisa dibaca lagi. Ya, tebakan Anda tak salah. Saya diajari bagaimana cara membuat kliping. Kliping sendiri adalah kegiatan memotong bagian tertentu dari koran, majalah, dan sebagainya. Kemudian disusun dengan pola tertentu. Kertas-kertas koran yang sudah dipotong-potong itu biasanya ditempel di kertas HVS atau media lain, seperti di majalah dinding sekolah. 

Kliping bisa menjadi solusi memanfaatkan koran-koran bekas yang tidak berguna. Mungkin teman saya itu, setelah membaca bekas koran pembungkus nasi itu kemudian bisa mempraktikkan untuk membuat kliping. Tinggal dipilih bacaan-bacaan yang masih layak baca untuk dipotong dan ditempel di kertas HVS atau di buku tulis. Koran bekas akan lebih bermanfaat apabila digunakan sebagai bahan kliping ketimbang dibiarkan menumpuk di gudang atau dibakar. Meski tulisan-tulisan yang ada di koran terkadang sudah tak relevan lagi, hal itu masih lebih baik, daripada koran-koran bekas itu dibakar atau dibuang.

Koran bekas merupakan jenis sampah anorganik, yakni sampah yang sudah tidak dipakai lagi dan merupakan sampah yang sulit terurai sehingga akan menyebabkan rusaknya lapisan tanah. Oleh sebab itu, sebagai manusia yang dituntut untuk menjaga bumi, kita perlu memelihara lingkungan tempat tinggal kita sendiri. Manusia dan lingkungan adalah dua hal yang tak terpisahkan. Lingkungan yang terjaga kebersihan dan kesehatannya dengan sendirinya melindungi manusia dari berbagai ancaman penyakit yang sangat membahayakan.

Ada banyak cara memanfaatkan kembali koran bekas. Selain bisa dibuat kerajinan, koran bekas dibikin kliping juga sudah termasuk upaya untuk merawat lingkungan, bahkan dengan dibuat kliping, kita sudah termasuk merawat dunia literasi. Penggunaan kembali koran-koran bekas itu adalah bentuk mengaplikasikan sistem Recycle dalam konsep 3R (Reduce, Reuse, dan Recycle).

Konsep 3R yakni Reduce (mengurangi), Reuse (menggunakan kembali), dan Recycle (mendaur ulang) dapat diterapkan untuk orang-orang yang memiliki semangat untuk melaksanakan gaya hidup zero waste. Secara sederhana, zero waste dapat didefinisikan sebagai suatu gerakan untuk tidak menghasilkan sampah dengan cara mengurangi kebutuhan, menggunakan kembali, mendaur ulang, bahkan membuat kompos sendiri.

Karena zero waste adalah gaya hidup, tentunya butuh proses untuk menjalaninya. Lakukan perlahan, tapi pasti dan konsisten. Mengimplementasikan gaya hidup zero waste bisa dimulai dengan hal-hal kecil. Diet kantong plastik, misalnya. Ketika berbelanja ke warung tetangga, misalnya, kita perlu membawa kantong plastik sendiri dari rumah, yang itu bisa kita gunakan secara berulang, sehingga kita turut serta meminimalisir sampah plastik.

Selain diet kantong plastik, membawa botol minum sendiri ketika bepergian juga termasuk salah satu yang bisa kita terapkan untuk menjalankan gaya hidup zero waste. Saat pergi ke tempat wisata, misalnya, kita cukup bawa bekal air minum dari rumah. Dengan membawa botol sendiri kita juga bisa lebih hemat karna tidak perlu lagi mencari atau membeli air minum karna sudah mempersiapkan sendiri dari rumah. Selain hemat di kantong, kita juga telah ikut serta menyelamatkan ekosistem lingkungan.

Bayangkan, jika semua orang ketika bepergian selalu membeli air minum, lalu botolnya dibuang secara sembarang, pasti lama kelamaan sampah ini akan menggunung dan membahayakan ekosistem. Mengurangi penggunaan botol minum sekali pakai perlu kita aplikasikan dalam keseharian. Bahkan, bila dimungkinkan gerakan ini diterapkan di lembaga-lembaga pendidikan. Anak-anak sekolah, mahasiswa hingga santri, diwajibkan untuk membawa botol minum dari rumah agar mengurangi tumpukan sampah botol plastik. Nah, alokasi untuk pembelian botol air kemasan harian dapat dipergunakan untuk menabung atau kebutuhan lain. 

Contoh lain yang bisa diaplikasikan oleh orang-orang dengan gaya hidup zero waste adalah mengurangi sampah plastik di dalam rumah, yaitu dengan dibuat ecobrick. Ecobrick adalah botol plastik yang diisi padat dengan limbah non-biological untuk membuat blok bangunan yang dapat digunakan kembali. Pendek kata, ecobrick adalah memasukkan sampah plastik yang sudah dipotong kecil-kecil ke dalam botol plastik bekas.

Dengan membikin ecobrick ini kita bisa ikut memelihara lingkungan dengan setidaknya mengurangi efek pemanasan global. Biasanya ecobrick dimanfaatkan untuk membangun perabotan di dalam ruangan, untuk dinding kebun atau ruang hijau dan lain sebagainya. Ecobrick sangat efektif untuk mengurangi sampah plastik di dalam rumah, dengan tidak membuang atau membakarnya, karena kedua hal tersebut mudharat-nya jauh lebih besar ketimbang manfaatnya.

Selain contoh-contoh yang sudah saya sebutkan di atas, sebenarnya masih banyak hal lain yang bisa kita kerjakan di lingkungan sekitar kita untuk menjaga dan merawat lingkungan. Namun, sepertinya, contoh-contoh yang saya paparkan di atas, menjadi hal yang jauh lebih mudah dipraktikkan oleh setiap individu.

Gaya hidup zero waste sendiri bukan berarti ‘mengkriminalisasi’ barang-barang plastik, barang sekali pakai, dan sejenisnya. Zero waste, konsepnya lebih kepada pengendalian diri kita untuk tidak lagi konsumtif dan bertanggung jawab terhadap lingkungan. Kita menjadi lebih sadar terhadap apa yang kita beli dan konsumsi, dan bagaimana dampaknya terhadap lingkungan.

Secara tidak langsung, dengan menerapkan gaya zero waste, kita telah memberikan dukungan terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 97 Tahun 2017 Tentang Kebijakan Strategis Nasional pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga. Berdasar jakstranas, pemerintah menetapkan target sebesar 30 persen dalam mengurangi sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga dan 70 persen dalam penanganan sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga pada tahun 2025.

Selain mendukung kebijakan pemerintah, dengan bergaya hidup zero waste, kita juga telah menjalankan status sebagai seorang khalifah di muka bumi. Manusia sebagai seorang khalifah salah satu tugasnya sejatinya adalah menjaga dan melestarikan alam. Islam sendiri mengajarkan hubungan harmonis antara manusia dengan alam. Dalam Islam, menjaga alam bagian dari ukhuwah atau persaudaraan.

Penggerak Komunitas GUSDURian Pekalongan. Mahasiswa Pascasarjana IAIN Pekalongan. Peminat kajian Literasi Digital, Ekonomi Islam, dan Sepak bola.