Social Media

GUSDURian Banten Gelar Nobar Film Dokumenter tentang Toleransi di Forum 17-an

Pada Forum 17-an kali kedua ini, GUSDURian Banten menggelar nonton bareng (nobar) dalam rangka memperingati Hari Toleransi Internasional yang jatuh pada bulan November setiap tahunnya. Terdapat dua film dokumenter bertema toleransi yang ditayangkan dalam forum bulanan ini, yaitu “Toleransi di Kampung Sawah Bekasi” dan “Tiga Agama Tetap Bersama”.

Seperti biasa, di setiap kegiatan GUSDURian, para penggerak selalu melibatkan organisasi kemasyarakatan dan organisasi kepemudaan seperti PMII, GP Ansor, Pemuda Kristen, Pemuda Katolik, dan komunitas lintas iman yaitu FOKAPELA (Forum Komunikasi Pemuda Lintas Agama). Nonton bareng ini bertempat di Gedung Serbaguna Gereja Katolik Kristus Raja (GKR) Kota Serang, pada Sabtu (26/11/22) lalu.

Dua film dokumenter tersebut diputar selama kurang lebih 20 menit. Setelah film selesai diputar, acara dilanjutkan dengan sesi diskusi yang dibuka oleh Maria Putri Stephanie, Pemudi Katolik dan Penggerak GUSDURian Banten sebagai moderator. Selain itu ada tiga pembicara yang juga hadir, yakni Jimy Sitanggang (Ketua GAMKI Banten), Hottua Mujiyanto Lumbangual (Ketua Komisi Pemuda Gereja Katolik Kristus Raja Serang), dan Adam Dani Fauzan (Penggerak GUSDURian Banten).

Dalam penyampaiannya, Mujiyanto atau biasa dipanggil Ucok, mengatakan bahwa kerukunan antarumat beragama seperti yang dilihat di dua film dokumenter tersebut, sebetulnya sudah ia lihat dan rasakan sejak ia kecil dulu.

“Akan tetapi sekarang ini, di mana-mana orang ngomongin tentang toleransi seolah-olah baru booming. Tentu saja ini dipengaruhi oleh perkembangan media sosial yang makin canggih, sehingga membuat semua orang mudah mendapatkan informasi apa pun termasuk tentang toleransi,” ujarnya.

Selanjutnya Jimmy menceritakan pengalamannya bersinggungan dengan keberagaman ketika masa sekolah dulu.

“Kalau orang kelahiran tahun 70-an atau 80-an pasti merasakan momen-momen seperti yang ada di film tersebut. Dulu, pas saya tinggal di Jawa Timur, sewaktu saya SMA, kalau ada tetangga muslim yang meninggal, ya saya ikut tahlilan sampai tujuh malam dan itu sangat biasa dilakukan di kampung saya,” terangnya.

Adapun tanggapan dari pembicara ketiga yaitu Adam Dani Fauzan selaku Penggerak GUSDURian Banten mengatakan bahwa orang-orang Minahasa memiliki sikap toleransi yang tinggi.

“Toleransinya orang Jawa itu ya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan tingginya sikap toleransi yang dilakukan oleh orang-orang Minahasa. Bahkan Sinagog, rumah ibadah orang Yahudi, ya hanya ada di Minahasa,” ujarnya.

Setelah kegiatan diskusi dan sharing selesai, acara pun ditutup dengan closing statement oleh Mujiyanto.

“Teruslah membuat memori baik dan amal-amal baik supaya anak cucu kita merasakan efek dari perbuatan baik yang kita lakukan sekarang. Karena kata Gus Dur, teruslah berbuat baik, karena ketika kamu berbuat baik orang lain tidak akan bertanya apa agamamu,” pungkasnya.

Penggerak Komunitas GUSDURian Banten.