Social Media

Haul Gus Dur-12 di Kota Batu: Sebuah Catatan

Kamis, 17 Februari 2022, GUSDURian Batu (berkolaborasi dengan IPNU, IPPNU, SPD, VBB, dan KBC) mengadakan Haul Gus Dur ke-12 di Aula Masjid An Nuur Kota Batu. Inilah untuk pertama kalinya Haul Gus Dur di Batu diadakan dalam area tempat ibadah umat Islam: masjid. Selama beberapa kali Haul Gus Dur di Batu kerap kali diadakan di gereja, vihara, atau tempat-tempat umum seperti hall pemerintah atau pendopo kelurahan.

Masjid An Nuur dipilih sebagai lokasi Haul Gus Dur ke-12 karena dua alasan mendasar:

Pertama, Masjid An Nuur adalah ikon NU di Kota Batu yang berada tepat di jantung kota. Berhadapan langsung dengan pusat keramaian, alun-alun Kota Batu. Dan, Gus Dur adalah orang yang dididik dalam tradisi NU. Beliau cucu KH. Hasyim Asy’ari, salah satu tokoh sentral berdirinya NU. Oleh karena itu, GUSDURian Batu mempunyai tanggung jawab moral untuk “mendekat” ke pangkuan NU, menapaktilasi dari mana Gus Dur berasal. Di titik inilah Masjid An Nuur sebagai tempat Haul Gus Dur ke-12 menjadi semacam simbolisasi ziarah GUSDURian Batu ke asal sang Guru Bangsa bermula.

Kedua, Hasil muktamar PBNU menempatkan salah satu santri terbaik Gus Dur, KH. Yahya Cholil Staquf sebagai ketua umum. Gus Yahya, demikian ia sering dipanggil, dalam 5 tahun kepemimpinannya mempunyai visi besar untuk “Menghidupkan Gus Dur”. Oleh karena itu, GUSDURian Batu terpanggil menjadi bagian dari visi besar itu, terlibat untuk “Menghidupkan Gus Dur” di kalangan NU.

Di luar alasan di atas, tanggal 17 Februari 2022 juga bertepatan dengan tanggal 16 Rajab 1443 H, yang merupakan tanggal kelahiran NU, yang telah berumur 99 tahun, dalam kalender Hijriyah. Artinya, dengan narasi di atas, Haul Gus Dur ke-12 merupakan simbolisasi bahwa antara NU dan Gus Dur laksana dua sisi sekeping koin yang tiada bisa dipisahkan.

Lebih dari itu, Gus Dur bukan santri NU biasa. Ia adalah santri NU extra-ordinary, santri NU luar biasa. Di masa kepemimpinannya sebagai Ketum PBNU, Gus Dur mempunyai dua legacy utama yang mendobrak NU, yakni:

Pertama, Gus Dur mendorong para santri NU untuk tidak melulu bermimpi menjadi kiai atau ustaz. Tidak melulu menimba ilmu di Mesir, Yaman, atau Tunisia, selepas mondok di pesantren. Santri-santri NU harus berani berdakwah di bidang lainnya, semacam dokter, arsitek, atau ekonom. Gebrakan dari Gus Dur itulah yang sekarang kita lihat hasilnya. Banyak santri NU bersekolah di kampus-kampus terbaik dunia, semacam Oxford, Cambridge, Harvard, Sorbonne, Monash, dan lain sebagainya. Sekarang, kita bisa melihat jumlah profesor dari NU tidak kalah dengan jumlah profesor dari Muhammadiyah.

Kedua, ini yang menjadi Gus Dur layak disebut “The Father Nation”, Sang Bapak Bangsa. Selama menjadi Ketum PBNU, Gus Dur aktif membawa NU untuk membuka ruang-ruang dialog lintas iman. Sebuah terobosan radikal di era Orde Baru. Gus Dur datang ke gereja, vihara, pura, atau padepokan-padepokan para penghayat. Situasi ini, bahkan, sampai membuat ketua PWNU Bali mengeluh. Selama ke Bali, Gus Dur sangat jarang (nyaris tidak pernah) mengunjungi kantor PWNU Bali. Gus Dur lebih banyak mengunjungi berbagai pura yang ada di Bali. Artinya, ruang dialog antara Gus Dur dengan komunitas lintas iman adalah sesuatu yang otentik, tumbuh dari hati, bukan pencitraan ala politisi.

Narasi di atas menandaskan bahwa Haul Gus Dur ke-12 adalah momentum untuk tidak saja Menghidupkan Gus Dur, tetapi juga, Menghidupkan NU. NU, khususnya di Batu mempunyai tanggung jawab etik untuk kembali ke khittah 1926 dan sekaligus menapak-tilasi Gus Dur untuk membuka ruang dialog seluas-luasnya dengan mereka yang mempunyai iman dan agama berbeda. “Tidak ada perdamaian dunia tanpa perdamaian antarumat beragama” demikian seru Hans Kung.

Oleh karena itu, Masjid An Nuur mempunyai potensi besar untuk menjadi “rumah toleransi”, ruang di mana komunitas lintas iman bisa hadir dan saling berdialog. Toleransi lintas iman bukan berarti mencampuradukkan agama, tetapi saling bergandengan tangan, saling tuntun-tinuntun untuk menghadirkan surga di bumi. “Yang berbeda jangan disama-samakan, yang sama jangan dibeda-bedakan” demikian kredo toleransi yang diucap Gus Dur.

Di luar itu semua, mewakili panitia, saya menghaturkan terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang berkontribusi dalam Haul Gus Dur ke-12. Kepada mereka yang telah bersuka-cita berdonasi uang, barang, kue, atau tenaga, kami ucapkan terima kasih. Siapa yang berkhidmat menghidupi nilai-nilai hidup Gus Dur insya Allah hidupnya berkah.

Wa bil khusus kepada ibu Walikota Batu, Ibu Dewanti Rumpoko, kami haturkan terima kasih tulus penuh kerendahan hati. Selama GUSDURian hadir di Batu, Walikota Batu tiada henti memberi support moral. Semoga nilai-nilai hidup Gus Dur, yang terangkai dalam 9 nilai, bisa membumi di Kota Batu. Amin.

Penggerak Komunitas GUSDURian Batu. Dosen UNIBRAW.