Social Media

Menuju Jalan Kemanusiaan Bersama Gus Dur

Islam merupakan agama kemanusiaan yang mana setiap ajarannya selalu bermuara pada nilai-nilai kemanusiaan. Kemanusiaan menjadi inti dari kita beragama (Islam). Rasulullah Saw diutus oleh Allah Swt ke muka bumi dengan misi menyempurnakan akhlak manusia. Jadi, mustahil seorang yang mengatasnamakan agama tapi meniadakan nilai-nilai kemanusiaan yang berwujud akhlak mulia dan etika kemanusiaan.

Sebagai Nabi terakhir, misi kenabian yang dibawa oleh Rasulullah Saw dalam menyebarkan ajaran-ajaran Islam memiliki jangkauan yang sangat luas. Tidak seperti Nabi dan Rasul sebelumnya, yang hanya meliputi satu bangsa atau negara. Namun, Rasul dikehendaki menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta. Selepas Rasulullah Saw, tugas dakwah dilanjutkan para sahabat hingga ulama’ sampai sekarang.

Ulama’ adalah mereka yang mengabdikan dirinya di jalan Allah Swt. Dan mensyiarkan ajaran agama yang dibawa oleh Rasulullah Saw. Adapun akhir-akhir ini, banyak ulama’ yang tampil di tengah masyarakat kita. Namun, tidak sedikit dari mereka yang justru mengkerdilkan ajaran-ajaran agama dengan menyempitkan makna agama hanya sebatas simbolik dan ritualistik. Kemudian, hal tersebut mengakibatkan beragama terasa begitu sesak dan sensitif. 

Melihat fenomena tersebut, layak kiranya kita meninjau kembali bagaimana peran sosok KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dengan berbagai gagasan kemanusiaan yang diwarisinya dalam dinamika sosial keagamaan. Gus Dur, yang juga seorang ulama dan cendikiawan muslim dalam berdakwah selalu menyentuh esensi agama. Sehinga, nuansa yang dihadirkan tidak hanya seputar simbol dan ritual saja.

Bagi Gus Dur, esensi dari keberagamaan ialah mampu membawa kita memanusiakan manusia. Hal tersebut, bisa kita lihat dari dedikasi Gus Dur dalam membela kemanusiaan. Gus Dur membela kelompok minoritas dan kaum-kaum lemah. Bahkan, di setiap dakwahnya Gus Dur dengan lantang mengutuk segala bentuk penindasan dan senantiasa mengajak semua orang agar menghormati harkat martabat manusia dan kemanusiaan. 

Sebagaimana diketahui, bahwa aspek kemanusiaan hadir sebagai bentuk manifestasi dari nilai ketauhidan. Yang mana, menempatkan manusia sebagai makhluk Allah Swt yang paling mulia. Menyandang derajat kemuliaan diantara makhluk lainnya, mengharuskan manusia bersikap adil dan saling menghormati antar sesama. Karena, Gus Dur pernah mengatakan “memuliakan manusia berarti memuliakan penciptanya dan merendahkan manusia berarti merendahkan penciptanya.”

Selain itu, Habib Ali al-Jufri dalam bukunya yang berjudul al-insaniyyah qabl at-Tadayyun (Kemanusiaan Sebelum Keberagamaan). Menegaskan, bahwa agama dan kemanusiaan berjalan beriringan tanpa perlu dipermasalahkan. Selain itu, Habib Ali juga menyampaikan kritik atas praktik keberagamaan oleh sebagian kita yang seringkali keliru dalam menginterpretasikan agama. Sebelumnya, perlu diketahui bahwa “keberagamaan” berbeda dengan “agama” keduanya memiliki makna yang berbeda. 

Keberagamaan, merupakan cara kita melakukan praktik agama sedangkan agama adalah sumber dari praktik tersebut. Pada titik ini, timbul pertanyaan mengapa masih ada pola keberagamaan yang dilakukan sebagian kita justru menggilas kemanusiaan? Dr. Abdul Ghaffar Karim dosen Fsipol UGM, dalam salah satu channel Youtube, ia mengatakan bahwa “agama dan kemanusiaan sama sekali tidak bertentangan, prilaku sebagian orang dalam beragamalah yang membuatnya bertentangan dengan kemanusiaan”

Ringkas kata, perlu kita amini bersama bahwa kebenaran agama bersifat absolut dan tidak dapat diganggu gugat. Adapun, ihwal keberagamaan yang masih bersifat tentatif, karena merupakan hasil dari pemikiran manusia yang terbatas dan memungkinkan terjadinya multitafsir. Sehingga, jika ada individu atau kelompok yang melakukan kejahatan atas nama agama, maka bisa dipastikan itu bukan ajaran agama, melainkan sikap keberagamaannya.

Dalam dakwah Gus Dur, yang mengenai kemanusiaan tidak hanya persoalan keagamaan semata, berbagai isu lain juga menjadi perhatian seperti budaya, demokrasi, pribumisasi Islam, gender, dan lain sebagainya. Dalam kehidupannya, Gus Dur juga digelari sebagai budayawan. Bagi Gus Dur, kebudayaan tidak hanya sebatas benda mati berbentuk artefak atau candi. Lebih jauh lagi, kebudayaan juga sebagai nilai dinamis dan norma-norma kehidupan kita sehari-hari, kemudian darinya kita bisa membangun peradaban yang lebih baik.

Gus Dur adalah ulama yang lebih awal menyuarakan pembelaan hak-hak kemanusiaan. Perjuangan Gus Dur, dalam membela hak-hak kemanusiaan jauh sebelum ia dikenal banyak orang, melalui berbagai tulisan-tulisannya, dakwahnya dan perilaku kehidupan sehari-hari. Gus Dur, telah mendedikasikan sepanjang hidupnya untuk kemanusiaan. Maka dari itu, pantas jika ia disebut sebagai pahlawan kemanusiaan.

Al-Fatihah

Peserta KPG 8 GUSDURian Jogja.