Social Media

Potret Semarak “Serasehan Toleransi” di Forum 17-an GUSDURian Bolsel

Forum 17-an GUSDURian Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel) terselenggara dengan begitu semarak pada Selasa (27/9/2022). Acara ini dihadiri oleh kurang lebih 60 peserta dari berbagai jaringan, lembaga, maupun individu. Kegiatan yang mengangkat tema “Sarasehan Toleransi” tersebut juga dihadiri oleh Kepala Kementerian Agama (Kemenag) Bolsel, Nasri Sakamole.

Adapun narasumber pada Forum 17-an tersebut di antaranya: Koorwil GUSDURian Sulawesi dan Maluku, Suaib Prawono; Tokoh Agama Katolik Bolsel, RD. Hendro Agustinus Kandowangko; dan Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), I Wayan Sukiastana. 

Sebagai narasumber pertama, Ketua PHDI Bolsel, I Wayan Sukiastana, mengatakan sudah kurang lebih puluhan tahun ia ditugaskan di Bolsel sebagai abdi negara dan tidak pernah sekalipun mendapatkan perilaku diskriminatif dari masyarakat setempat, yang diketahui merupakan daerah mayoritas muslim. 

“Masyarakat di Bolsel sangat menjunjung tinggi toleransi. Dan itu saya rasakan sebelum bahkan sesudah daerah ini dimemarkan 2008 silam,” katanya.

Wayan pun menceritakan ihwal keberadaan PHDI di Bolsel, sebagai lembaga tertinggi umat Hindu. Katanya, setelah daerah ini mekar beiringingan dengan berkembangnya PHDI di Bolsel. 

“Awal pendataan kami, umat Hindu di Bolsel berjumlah 93 orang. Mereka ini rata-rata adalah abdi negara, baik PNS maupun polisi. Kemudian data terbaru menyebutkan sudah berjumlah 200 KK. Namun sebagian besar masih berdomisili di Kecamatan Dumoga, Kabupaten Bolaang Mongondow,” ujarnya.

Ia pun mengapresiasi Komunitas GUSDURian Bolsel yang telah memfasilitasi perjumpaan ini, sebab sepengetahuan ia, di daerah masih sangat sepi ihwal forum diskusi-diskusi terkait dengan toleransi, utamanya mempertemukan tokoh lintas agama. Meskipun begitu, kata Wayan, laku hidup bertoleransi memang sudah terbangun sangat baik.

“Apalagi hari ini pemerintah daerah sudah membangun tiga rumah ibadah secara berdampingan yang terletak di kompleks perkantoran panango, baik pura, gereja, maupun masjid. Ini tentu merupakan potret toleransi yang telah nyata diwujudkan,” tambahnya.

Ia meyakini, hubungan antarumat beragama yang begitu rukun ini tidak akan tercipta tanpa adanya dukungan masyarakat setempat.

“Maka dari itu, sebagai Ketua PHDI Bolsel, saya tak henti-hentinya memberikan pembinaan kepada teman-teman Hindu, utamanya kalangan anak. Bahwa betapa penting untuk berdampingan dan damai meski berbeda latar belakang,” tutup Wayan.

Sementara menurut Tokoh Agama Katolik Bolsel, RD. Hendro Agustinus Kandowangko, meski baru setahun ditugaskan sebagai pastor di Bolsel ia begitu merasakan nuansa toleransi yang ada di daerah tersebut. Terlebih katanya, salah satu indikatornya adalah tiga bangunan ibadah. 

“Saya sangat kagum dengan monumen tiga rumah ibadah yang ada di kawasan perkantoran panango ini. Dan tempat ibadah yang dibangun ini tidak sekadar dipertontonkan, melainkan sungguh-sungguh digunakan,” kata Hendro. 

“Bahkan saya sudah tiga kali memimpin ibadah di Gereja Oikumene di panango. Bulan April kemarin saya diundang memimpin Pasca bersama ASN se-Bolsel. Dan itu satu kebanggaan bagi saya.”

Hendro menambahkan, tugas ke depan bagi generasi milenial adalah terus merawat inklusivitas agama-agama yang ada di Bolsel tersebut.

“Sebab, kalau di Katolik sendiri kita punya hukum yang utama itu hukum kasih. Kasihilah Tuhan Alamu dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu, dengan segenap akal budimu. Selanjutnya, kasihilah sesama manusia seperti dirimu sendiri,” tutupnya.

Kemudian narasumber ketiga, Korwil GUSDURian Sulawesi dan Maluku, Suaib Prawono, menuturkan bahwa dalam kunjungan pihaknya ke Bolsel ini karena memang komunitas GUSDURian di sini mendapatkan apresiasi khusus dari Alissa Wahid putri sulung Gus Dur.

“Sebagai Koordinator Jaringan GUSDURian Nasional, mbak Alissa Wahid mengapresiasi GUSDURian Bolsel. Sebab, baru dalam berapa bulan diinisiasi namun mampu melejit dan bahkan mengalahkan beberapa komunitas-komunitas GUSDURian di daerah lain,” ujar Suaib. 

Sebab, lanjutnya, selama ini khususnya di Indonesia Timur, hanya GUSDURian Makassar dan Gorontalo yang menjadi role model. Dan setelah dianalisa, segala keaktifan kerja-kerja GUSDURian tersebut tidak lepas dari peran dewan pembinanya. 

“Saya yakin salah satu keberhasilan GUSDURian Bolsel dalam rangka menggerakkan komunitas juga terdapat bagian-bagian penting daripada peran pembinanya. Sehingga kami ucapkan terima kasih kepada dewan pembina GUSDURian Bolsel,” ujarnya.

Selain itu, Suaib menerangkan ihwal Temu Nasional (Tunas) yang akan digelar di Surabaya pada 14-16 Oktober 2022, di mana akan dihadiri oleh 1500 orang dan ada 165 komunitas dari seluruh penjuru dunia. Dan, katanya, salah satu komunitas yang diharapkan hadir adalah GUSDURian Bolsel. 

Terkait dengan toleransi di Bolsel, tutur Suaib, ia terus terang apa yang kemudian digagas oleh Gus Dur tentang pikiran-pikiran toleransi, itu sebenarnya sudah terwujud di Bolsel.

“Jadi kalau kita mau datang, lalu menteorikan toleransi, sama halnya melakukan gerakan mundur,” ujarnya.

Dirinya sepakat, untuk merawat kebersamaan dan toleransi harus terus diwujudkan dalam gerakan silaturahim ataupun perjumpaan-perjumpaan. 

“Sebab, Gus Dur selama hidup melakukan silaturahmi tidak hanya di komunitas Islam, melainkan kepada lintas agama. Karena silaturahim selain menjadi ajaran Islam, yang diyakini oleh Gus Dur, dengan silaturahim kita bisa merekatkan kebersamaan,” katanya.

Selain itu Suaib menambahkan, kunjungan ke Bolsel juga dalam rangka melaksanakan tindak lanjut dari workshop peningkatan kapasitas pemimpin muda dalam pengelolaan keberagaman yang digelar di kota Depok kemarin, di mana salah satu alumni peserta tersebut adalah dari GUSDURian Bolsel.

Penggerak Komunitas GUSDURian Bolsel, Sulawesi Utara.