Social Media

Ramadan Kelabu dan Ibnu Muljam yang Tak Patut Ditiru

19 Ramadan 40 Hijriyah, 1401 tahun yang lalu. Di subuh masjid yang mulia, tiba-tiba Abdurrahman bin Muljam al-Murodi berteriak keras dengan pedang terhunus di tangan.

“Hukum itu milik Allah, wahai Ali. Bukan milikmu dan para sahabatmu,” sambil menebas tubuh mulia Sayiduna Ali bin Abi Thalib karamallahu wajhah, pada saat bangkit dari sujud shalat Subuh pada 19 Ramadhan 40 H.

Abdurrahman bin Muljam menebas tubuh figur mulia Sayidina Ali bin Thalib dengan pedangnya yang sudah dilumuri racun mematikan seharga 1000 dinar. Tubuh Sayiduna Ali bin Abi Thalib mengalami luka parah. Tapi dia masih sedikit bisa bertahan. Tiga hari berikutnya, 21 Ramadan 40 H, ruh mulia sahabat yang telah dijamin oleh Rasululah Shallahu ‘Alaihi Wa Sallam menjadi penghuni surga itu menghadap ke haribaan Allah, wafat karena perbuatan culas seorang muslim yang selalu merasa dirinya paling Islam.

Ali dibunuh setelah dikafirkan. Ali dibunuh setelah dituduh tidak menegakkan hukum Allah. Ali dibunuh atas nama hukum Allah. Itulah kebodohan dan kesesatan orang Khawarij. Cara pandang serupa sempat marak dan laku keras di kalangan umat Islam kini, termasuk di negeri kita.

Kembali ke Ibnu Muljam. Saat melaksanakan aksi biadabnya tadi Ibnu Muljam berkacak pinggang, lantang membaca Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 207 sebagai pembenar perbuatannya:

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ

“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.”

Namun begitu, toh dia tak bisa lepas dari vonis hukum karena membunuh sesama muslim, bahkan Khalifah Amirul Mukminin. Ibnu Muljam dihukum qishas. Saat tubuhnya diikat untuk dipenggal kepalanya dia berpesan kepada algojo:

“Wahai Algojo, janganlah engkau penggal kepalaku sekaligus. Tetapi potonglah anggota tubuhku sedikit demi sedikit hingga aku bisa menyaksikan anggota tubuhku disiksa di jalan Allah.”

Permintaan itu pun dijalankan sang algojo. Tubuhnya dimutilasi terlebih dulu, sebelum akhirnya kepala terpisah dari tubuh. Dramatis!

Ibnu Muljam meyakini dengan sepenuh hati bahwa aksinya mencabut suami Sayidah Fathimah, sepupu Rasulullah, dan ayah dari al-Hasan dan Al-Husein itu adalah sebuah aksi jihad fi sabilillah. Seorang ahli surga harus meregang nyawa di tangan seorang muslim yang meyakini aksinya itu adalah di jalan kebenaran demi meraih surga Allah. Ironis!

Potret Ibnu Muljam adalah realita yang terjadi pada sebagian umat Islam di era modern. Generasi pemuda yang mewarisi Ibnu Muljam itu giat melakukan provokasi-provokasi atas nama jihad di jalan Allah, dengan cara membunuh, membantai, memerangi sesama bahkan dengan melakukan bom bunuh diri yang oleh mereka disebut istisyhadiyah.

Siapa sebenarnya Ibnu Muljam? Dia adalah lelaki yang hafidz (hapal) Al Qur’an, zahid, rajin shalat, rajin puasa dan mendapat julukan -l-Muqri’, dia juga sekaligus sebagai motivator orang lain untuk menghafalkan Al-Qur’an.

Khalifah Umar bin Khattab pernah menugaskan Ibnu Muljam ke Mesir untuk memenuhi permohonan ‘Amr bin ‘Ash untuk mengajarkan hafalan Al-Qur’an kepada penduduk negeri piramida itu. Dalam pernyataannya, Khalifah Umar bin Khattab bahkan menyatakan:

“Abdur Rahman bin Muljam, salah seorang ahli Al-Qur’an yang aku prioritaskan untukmu ketimbang untuk diriku sendiri. Jika ia telah datang kepadamu maka siapkan rumah untuknya untuk mengajarkan Al-Qur’an kepada kaum muslimin dan muliakanlah ia wahai ‘Amr bin ‘Ash” kata Umar. Meskipun Ibnu Muljam hafal Al-Qur’an, berpenampilan religius, fasih berbicara agama dan rajin beribadah, tapi semua itu tidak bermanfaat baginya.

Ia mati dalam kondisi su’ul khatimah, akibat kesesatannya yang disebabkan kedangkalannya dalam memahami ilmu agama. Afiliasinya kepada cara pandang Khawarij yang mengklaim Islam paling benar telah membawanya terjebak dalam pemahaman Islam yang sempit dan dangkal. Ibnu Muljam tergesa-gesa menetapkan klaim surga kepada dirinya dan neraka kepada orang lain, termasuk kepada sahabat didikan langsung Rasulullah, Sayidina Ali bin Abi Thalib.

Sehingga dia dengan sembrono melakukan aksi-aksi yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur agama Islam. Alangkah menyedihkan karena aksi itu diklaim dalam rangka membela agama Allah.

Sampai di sini kita musti tersadar. Dewasa ini telah lahir generasi-generasi baru Ibnu Muljam yang bergerak secara masif dan terstruktur. Mereka adalah kalangan (yang sebenarnya) saleh, menyuarakan syariat dan pembebasan umat Islam dari kesesatan. Mereka menawarkan jalan kebenaran menuju surga Allah, namun caranya naif: mengkafirkan sesama muslim. Ibnu Muljam gaya baru ini lahir dan bergerak secara berkelompok untuk meracuni generasi-generasi muda Indonesia. Sehingga mereka dengan mudah mengkafirkan sesama muslim, mereka dengan enteng menyesatkan kiai dan ulama.

Tampilan luar mereka cukup religius bahkan tampak ada bekas sujud di dahi. Mereka membaca Al-Qur’an, dan pandai berdalil dengan Al-Qur’an. Namun sesungguhnya mereka adalah kelompok yang merugi.

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dalam sebuah hadis telah mewaspadakan kemunculan generasi Ibnu Muljam ini:

يَخْرُجُ قَوْمٌ مِنْ أُمَّتِي يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَيْسَتْ قِرَاءَتُكُمْ إِلَى قِرَاءَتِهِمْ ، وَلا صَلاتُكُمْ إِلَى صَلاتِهِمْ شَيْئًا ، وَلا صِيَامُكُمْ إِلَى صِيَامِهِمْ شَيْئًا ، يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ يَحْسَبُونَ أَنَّهُ لَهُمْ وَهُوَ عَلَيْهُمْ ، لا تَجَاوَزُ صَلاتَهُمْ تَرَاقِيَهُمْ ، يَمْرُقُونَ مِنَ الإِسْلامِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ

Akan muncul suatu kaum dari umatku yang pandai membaca Al-Qur’an, bacaan kalian tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan bacaan mereka. Demikian pula shalat kalian daripada shalat mereka. Juga puasa mereka dibandingkan dengan puasa kalian. Mereka membaca Al-Qur’an dan mereka menyangka bahwa Al-Qur’an itu adalah (hujjah) bagi mereka, namun ternyata Al-Qur’an itu adalah (bencana) atas mereka, yakni mereka mengira Al-Qur’an membenarkan mereka, padahal mereka bertentangan. Shalat mereka tidak sampai melewati batas tenggorokan. Mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah yang melesat dari sasaran buruannya. (HR. Muslim : 1068).

Kebodohan kepada ilmu agama dan perasaan paling benar sendiri mengakibatkan mereka jatuh kepada kesesatan merasa berjuang membela agama Islam padahal hakikatnya mereka sedang merobohkan Islam dan kaum muslimin dari dalam.

Waspadalah kepada gerakan generasi penerus Ibnu Muljam ini. Ingat, Khawarij akan terus muncul sampai Dajjal keluar.

Jangan sampai generasi kita terracuni oleh virus Ibnu Muljam gaya baru. Jauhi radikalisme dan ekstrimisme dalam beragama. Perangi terorisme yang dibungkus dengan kata jihad fi sabilillah. Mereka bukan mujahid tapi khawarij gaya baru. Sudah terlalu banyak korban akibat ulah mereka. Islam dan ajaran Islam menjadi tercoreng karena ulah mereka.

Islam itu agama Rahmatan lil Alamin.

Semoga Allah Swt berkenan takdirkan kita dan anak penerus kita menjadi muslim yang baik, yang mewarisi akhlak karimah Rasulullah saw, sehingga kita dan anak-anak kita menjadi hamba-Nya yang selamat di dunia dan akhirat. Aamiiiin…

Sumber: alif.id

Pengasuh PP. Darul Ulum Karangpandan Pasuruan. Alumnus PP Darul Ulum Jombang.