Social Media

Tunjuk Komunitas GUSDURian dan LK3 Banjarmasin sebagai Mitra, Keuskupan Banjarmasin Gelar Dialog Antar-Iman dan Buka Puasa Bersama

Untuk pertama kalinya pasca-pandemi Covid-19, dialog antariman sekaligus buka puasa bersama mulai dilaksanakan kembali. Kegiatan ini diinisiasi oleh Keuskupan Banjarmasin bersama LK3 (Lembaga Kajian Keislaman & Kemasyarakatan) Banjarmasin dan Komunitas GUSDURian Banjarmasin sebagai mitra pelaksana. Acara digelar pada Rabu (12/4) sore di Aula lantai 3 Gereja Katolik Hati Yesus Yang Maha Kudus, Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

Tema dialog yang diangkat pada perjumpaan ini adalah “Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Bersama” yang terinspirasi dari “The Document on Human Fraternity for World Peace and Living Together” atau dikenal sebagai Dokumen Abu Dhabi yang ditanda tangani oleh Sheikh Ahmed el-Tayeb (Imam Besar Al-Azhar) dan Paus Fransiskus (Pemimpin Gereja Katolik) pada 4 Februari 2019 lalu di Abu Dhabi.

Romo Agustinus Heri Wibowo (Sekretaris Eksekutif Komisi HAK KWI), Muhammad Iqbal (Dosen Fakultas Ushuluddin dan Humaniora Ilmu Tasawuf UIN Antasari Banjarmasin), dan Lena Hanifah (Dosen Fakultas Hukum ULM Banjarmasin) hadir sebagai narasumber kegiatan, serta Noorhalis Majid (LK3 Banjarmasin) sebagai moderator acara.

Mgr. Dr. Petrus Boddeng Timang, Uskup Keuskupan Banjarmasin, mengatakan bahwa dalam memperjuangkan perdamaian ada berbagai tantangan dan kenyataan empiris yang kita saksikan, mulai dari doktrin agama, sejarah relasi antarumat beragama, hingga krisis iklim.

Menurutnya, penganut agama ikut bertanggung jawab, ikut dipanggil untuk mencari solusi bersama pemerintah. Solusi yang justru sebenarnya berasal dari ajaran agama manusia, yang bukan hanya untuk meningkatkan kesalehan pribadi, tetapi juga untuk menciptakan perdamaian, kesetaraan, dan keadilan bagi seluruh makhluk.

“Semoga kita siap untuk berjuang, supaya tidak ada lagi sikap yang menghambat terciptanya dunia baru di bumi kita ini seperti sikap yang memicu konflik, sikap diskriminatif, intoleran, eksklusif, dan bahkan memanfaatkan agama untuk membenarkan tindakan kekerasan,” ungkap Uskup Keuskupan Banjarmasin tersebut.

Romo Agustinus Heri Wibowo, dalam presentasinya menyampaikan perihal “Dokumen Abu Dhabi untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Bersama”. Ia menyerukan untuk berhenti menggunakan nama agama dan Allah untuk melakukan penghasutan kepada kebencian, ekstremisme, terorisme, kekerasan, dan penindasan, serta menjunjung tinggi kebebasan, keadilan, dialog, toleransi, dan hidup bersama.

“Dalam Dokumen Abu Dhabi tidak hanya menyebutkan perihal kerukunan umat beragama, namun juga menyentuh aspek gender dan kelompok rentan, penegasan adanya hak perempuan tentang pendidikan dan pekerjaan, perlindungan dari kekerasan seksual, tindakan yang tidak ramah perempuan dan anak, hak-hak dasar anak, serta perlindungan hak-hak kaum lansia, lemah, cacat, dan tertindas,” terang Romo Agustinus.

Presentasi dilanjutkan oleh Muhammad Iqbal yang menyampaikan “Tantangan Perdamaian dan Harmonisasi Umat Beragama”. Menurutnya, tantangan-tantangan untuk perdamaian dan harmonisasi umat beragama adalah tantangan kultural dan tantangan struktural.

“Dalam aspek kultural, kita melihat pendidikan agama dari dulu sampai saat ini cenderung mengajarkan keseragaman. Jika yang diajarkan adalah keseragaman, maka yang muncul adalah sikap eksklusif,” ungkapnya.

Aspek kultural turut memengaruhi aspek struktural. Dalam politik biasanya agama akan jadi komoditas dan memunculkan polarisasi di masyarakat. Dari kultur yang mengarah kepada eksklusivisme akhirnya regulasi yang dihasilkan sering kali bersifat diskriminatif terhadap yang berbeda.

Dalam konteks Banjarmasin, Lena Hanifah menjelaskan tentang “Tantangan dan Dinamika Kehidupan Beragama di Kalimantan Selatan”. Menurutnya, penting untuk membangun narasi-narasi tentang toleransi dan persaudaraan, namun bukan sekadar lip service saja, tanpa dipraktikkan ke masyarakat.

Ia mengibaratkan masyarakat lokal (Banjarmasin), dalam kebebasan beragama dan berkeyakinan sebagai melting pot, tempat segala sesuatu itu berada, bercampur aduk, duduk berdampingan satu sama lain.

“Bisa dikatakan Banjarmasin tergolong aman meskipun masih dibayang-bayangi potensi konflik, apalagi kita menghadapi pemilu 2024 yang akan dinuansai identitas. Kita tidak bisa melepaskan identitas, tetapi bagaimana cara kita menggunakan identitas itu untuk membangun persaudaraan bukan membangun konflik dan mendiskriminasi yang lain,” tambahnya.

Thomas Didimus, selaku ketua pelaksana kegiatan mengatakan bahwa sebagaimana hakikat puasa yang tidak hanya memproduksi kesalehan pribadi bagi yang berpuasa, lebih dari itu, puasa harus bisa membangun kesalehan sosial, terutama membangun solidaritas dan empati kepada masyarakat, termasuk di dalamnya menjaga kerukunan baik internal umat beragama maupun antarumat beragama.

“Maka kegiatan ini harapannya juga seperti itu. Semoga acara ini bermanfaat bagi perdamaian, kerukunan, khususnya bagi banua kita ini,” ucapnya.

Di sisi lain, Abdani Solihin mengungkapkan bahwa kegiatan yang terselenggara ini merupakan kegiatan rutin sebelum adanya pandemi dan menjadi kegiatan yang penting dalam membuka ruang dialog dan perjumpaan lintas agama di Banjarmasin.

“Kegiatan ini adalah kegiatan bersama dan rutin sebelum pandemi Covid-19. Terakhir, kegiatan ini dilaksanakan di tahun 2019. Kegiatan ini penting sebagai bagian membuka ruang dialog dan perjumpaan, dan ini sejalan dengan Dokumen Abu Dhabi yang menjadi tema kegiatan ini,” ujar Direktur LK3 Banjarmasin tersebut.

Koordinator GUSDURian Banjarmasin, Arief Budiman, mengatakan bahwa kegiatan ini bisa menjadi wadah untuk mengampanyekan narasi Indonesia Rumah Bersama yang telah lama diinisiasi oleh Jaringan GUSDURian.

“Dialog ini menjadi sambutan hangat bagi GUSDURian Banjarmasin untuk mengampanyekan narasi besar dari Jaringan GUSDURian, yakni Indonesia Rumah Bersama, yang diwujudkan dengan adanya dialog antariman, saling berjejaring dari segala perbedaan yang tetap setara, dan sesuai dengan tagline kami #BedaSetara dalam membangun dan merawat kebersamaan,” ucap pria yang akrab disapa Arief tersebut.

Sejalan dengan itu, Lukman Fadlun (Staf Ahli Wali Kota Bidang Hukum Politik dan Pemerintahan) mewakili Pemko Banjarmasin dan Plt Kesbangpol Banjarmasin, menyampaikan kabar gembira terkait upaya membangun perdamaian di Banjarmasin, yakni Pemko Banjarmasin sudah membuat regulasi berupa Perda Toleransi yang sekarang sudah diparipurnakan.

Setelah kegiatan dialog antaragama, kegiatan dilanjutkan dengan penyerahan bingkisan kepada 15 orang legiun veteran. Kemudian dilanjutkan dengan jamuan makan bersama dan buka puasa bersama bagi tamu undangan muslim sebagai penutup rangkaian acara.

Penggerak Komunitas GUSDURian Banjarmasin, Kalimantan Selatan.