Gus A’ak: Pendekar Konservasi Gunung Lemongan

Pada 2001, Gus Dur menyatakan ‘hutan untuk rakyat’. Sebagian orang memelintir pernyataan Gus Dur dengan semena-mena membabati hutan di sepanjang Pacitan-Banyuwangi. Kawasan hutan Lemongan yang berada di Lumajang ini termasuk dalam deret pembabatan. 6000 hektar dinyatakan sebagai kawasan green belt (lahan kritis), 1958,30 hektar di antaranya adalah kawasan lindung. Sebagian kawasan Gunung Lemongan masuk Kabupaten Lumajang, sedangkan lainnya masuk Kabupaten Probolinggo. Gunung ini bagian dari Pegunungan Hyang, sekompleks dengan Gunung Argopuro. Tingginya hanya 1671 mdpl.

Pada 1799-1899, konon Gunung Lemongan pernah tercatat sebagai gunung yang yang paling tinggi kekerapan letusan dari gunung api lainnya di Jawa. Di Gunung ini ada sekitar 60 titik pusat erupsi paristik, ada yang berupa kerucut vulkanik dan maar. Dari 27 Maar yang berbentuk cekungan ini, 13 di antaranya terisi air dan menjadi ranu. Akibat pembabatan hutan, 13 ranu yang mengelilingi berangsur kering. Petani tak bisa mengairi sawah. Nelayan tak bisa menebar jala. Anak-anak kehilangan lahan bermainnya.

Lahan kritis tak bisa tumbuh sendiri tanpa ditanam, demikian pula mata air tak bisa mengalir tanpa cadangan air tanah dari tanaman. Demi menyelamatkannya, harus ada yang bergerak. Minimal, mulai menanam lagi. Ialah A’ak Abdullah Al-Kudus yang terketuk hatinya. Gus A’ak, demikian kerap disapa, mencoba menanam kembali pepohonan di sekitar Ranu Klakah dekat desanya. Meskipun debit air tak kunjung melimpah, tidak ada kata menyerah baginya. Pada 2008, ia bersama pegiat pecinta alam, mahasiswa, aktivis LSM, dan berbagai elemen masyarakat mendeklarasikan Laskar Hijau untuk menyelamatkan Gunung Lemongan.

Konservasi Otodidak

Deklarasi itu dilanjutkan dengan menanam pohon secara masal. 300 orang bergabung naik gunung dengan membawa bibit dan berbagai peralatan. Gerakan konservasi, kala itu, direncanakan akan dilakakukan tiap hari minggu. Seminggu sejak deklarasi, mereka berkumpul kembali. Tetapi, hanya 25 orang yang datang. Mereka lantas tetap naik untuk menanam pohon. “Seminggu kemudian, saya datang sendiri,” kisah pria berdarah Guluk-Guluk ini sambil terkekeh.

Pada suatu waktu, dalam perjalanannya, ia bertemu dengan seorang pemuda yang dalam keadaan mabuk. Pemuda ini menawari Gus A’ak untuk menemaninya naik ke Lemongan. Pikir Gus A’ak, daripada sendirian, dibawalah pemuda mabuk ini. Meski sesampainya di gunung pemuda ini malah mabuk-mabukan lagi, hingga kini, ia masih setia menemani Gus A’ak naik menanam. Sejak saat itulah, Gus A’ak tak pernah gentar melakukan penanaman pohon. Meskipun dalam pekan-pekan selanjutnya tak banyak yang ikut, ia tetap membulatkan tekad naik gunung.

Baru beberapa tahun berjalan, datanglah ujian. “Pada kurun 2011-2012 awal, 300 hektar dari 400 hektar yang sudah ditanami terbakar,” kata bapak beranak tiga ini. Padahal metode konservasi asal tancap yang masih digunakan pun juga memberi risiko kematian pohon tinggi. Akhirnya, mereka mengubah metode penanaman. Pada bulan November, mereka hanya menggali lubang-lubang untuk mengisinya dengan kompos dan membawa naik bibit. Bulan depannya, mereka baru menanam. Metode ini membutuhkan lebih banyak waktu dan tenaga. Hingga saat ini, ada lima hektar lahan yang berhasil ditanami dengan asupan kompos.

Tidak seperti lazimnya hutan, Lemongan kini menjadi semacam kebun yang luas. Gus A’ak menyulapnya dengan pohon-pohon buah dan bambu yang ditanamnya. Penanaman pohon buah ini dilakukan agar orang tak datang lagi untuk mengambil kayu. Hasil panen buah justru dapat dipetik secara cuma-cuma oleh penduduk sekitar. Bibit pohon didapat dengan memulung biji buah yang sudah terbuang atau meminta kepada penjual es buah. Ada alpokat, nangka, durian, dan rambutan.

Selain buah, Gus A’ak juga getol menanam bambu. “Saya memimpikan paling tidak 1000 hektar jadi hutan bambu, sisanya hutan buah,” tutur peraih Satu Indonesia Award 2010 ini. Jenis bambu yang banyak ditanam adalah Bambu Petung (Dendracalamus Asper). Bambu dipilih karena beberapa alasan.

Pertama, bambu kuat menahan erosi. Kedua, bambu dapat memproduksi oksigen yang banyak. ketiga, meski ditebang, bambu tetap dapat terus tumbuh. Terakhir, bambu dapat membantu menciptakan mata air baru. Gus A’ak kian yakin setelah melihat rumpunan bambu rimbun di sekitar danau dengan air bening nan melimpah saat berkunjug ke Semeru. Produksi bambu Lemongan kini sudah jadi flooring, papan, dan meubel setelah dibeli dan dikreasikan di Mojokerto.

Difatwa Sesat

Sebagai seorang santri, Gus A’ak kerap menyisipkan pesan untuk menjaga kelestarian hutan sebagai amal yang baik kepada para warga sekitar Lemongan. Untuk semakin menebarkan dakwah hijaunya, Gus A’ak menyelenggarakan Maulid Hijau sejak 2006-2010. Pada 2008, MUI Lumajang mengeluarkan fatwa sesat terhadap Gus A’ak. Dianggap tidak pantas membelokkan Maulid Nabi dengan Maulid Hijau. Direncanakanlah oleh 50 kiai berangkat ziarah walisongo yang diakhiri dengan kunjungan ke kantor MUI pusat di Jakarta.

Kebetulan, Gus A’ak tengah di Jakarta pula saat itu. Ia ditelepon seorang rekan dari Lumajang yang memberitahukan bahwa lusa rombongan kiai akan berangkat ke Jakarta. Bingung bukan kepalang Gus A’ak hari itu, ia pun berinisiatif menghubungi Gus Dur. Esoknya, Gus A’ak diminta hadir di kongkow Utan Kayu. Ia diminta bercerita perihal Lemongan dan problem yang dihadapinya. Gus Dur pun memberikan solusi, “Tuntut saja itu dan masukkan saya sebagai salah satu penuntutnya,” kenang Gus A’ak menirukan pernyataan Gus Dur.

Penuturan Gus Dur itu disiarkan oleh KBR68H yang lantas di-relay oleh Radio Swara Semeru FM di Lumajang. Seketika, batal keberangkatan 50 kiai ke Jakarta. “Tapi kiai-kiai Lumajang tidak merasa saya kalahkan,” ucap lelaki yang juga ahli akupuntur ini dengan senyum puas.

Nafas lega baru sehirup, datang lagi lain persoalan. Pada saat menjelang penyelenggaraan Maulid Hijau, terdengar rumor acara akan diserbu massa. Tetapi Gus A’ak dengan cerdas menghubungi temannya di komunitas-komunitas vespa di seluruh Jawa untuk datang ke Lemongan. Ribuan vespa dengan para pemiliknya yang berpenampilan rasta itu pun berkumpul di depan panggung Maulid Hijau pada hari H. Tak hanya mereka, hadir juga jama’ah yasinan pimpinan Gus Su’adi bin Abu Amar Pasuruan, komunitas seniman, pecinta alam, dan lain-lain. Melihat sekawanan besar lawan yang tak sebanding, massa pun mengurungkan niat untuk menyerang.

Persoalan dengan MUI akhirnya diselesaikan dengan menyusun tulisan ‘Tanggapan untuk MUI’ sebagai respons dari Surat Keputusan Fatwa MUI Kecamatan Klakah nomor 073/CI/MUI/’08. Tanggapan 12 halaman ini ditulis dengan runtut dan penuh argumentasi. Jika ditilik lagi, susunan acara Maulid Hijau jauh dari kesan sesat. Seperti Maulid Nabi pada umumnya, pembacaan sholawat dan istighotsah tak luput dari agenda. Spirit Syi’ar Islam yang digunakan Gus A’ak dalam Maulid Hijau ialah pesan lingkungan. Menjaga ciptaan dan merawat pemberian Tuhan. Meski begitu. saat diajak untuk bermusyawarah, MUI kecamatan Klakah pun tetap menolak.

Pendukung Lemongan

Lemongan tampak cantik dan anggun dilihat dari semak rumput yang terhampar di kakinya. Pada ketinggian 500 mdpl, dibangun sebuah posko untuk berteduh dan kumpul-kumpul. Di sini, berbagai orang yang naik Lemongan pernah singgah bahkan menginap. Banyak komunitas datang ke Lemongan untuk melakukan kegiatan tanpa melewatkan untuk menanam pohon meski hanya satu atau dua. Banyak pegiat pecinta alam juga naik ke Lemongan, tapi ada di antara mereka yang membuang puntung rokok dan sampah sembarangan.

Salah satu kegiatan unik yang pernah diadakan di Lemongan adalah Multicultural Green Camp. Acara ini diinisiasi oleh Bambang Budiono (Pusham Unair) yang didukung oleh CMARs, Pendeta Simon Mojokerto, dan lain sebagainya. Sekelompok anak muda, tokoh agama lintas agama naik Lemongan. Siang hari setelah datang, mereka jalan-jalan melihat keadaan kawasan gunung. Malamnya mereka berdialog dan diskusi. Esok harinya, mereka menanam pohon di areal konservasi. Lemongan menjadi tempat kunjungan yang memberikan edukasi lingkungan dan tempat yang nyaman untuk berkegiatan.

Kerja tulus Gus A’ak dan Laskar Hijau pantas diapresiasi. Tantangan yang dihadapi gerakan ini masih terhampar. Selain masih luasnya kawasan yang belum tersentuh konservasi, ada ancaman illegal logging, swastanisasi, atau bahkan sengketa antarwarga sendiri. Kedatangan orang-orang dari luar Lemongan tentu menjadi suntikan dorongan untuk tetap menghijaukan Lemongan. Tetapi yang juga tak kalah penting adalah membangkitkan dan merawat kesadaran warga asli Lemongan untuk tak lelah menjaga Lemongan. Ada banyak harapan untuk melihat Lemongan kembali hijau seperti sedia kala.

Peneliti. Penulis buku "Gus Dur van Jombang".