Kerukunan umat beragama identik dengan istilah toleransi. Toleransi menunjukkan arti saling memahami, saling mengerti, dan saling membuka diri dalam bingkai persaudaraan. Bila pemaknaan ini dijadikan pegangan, maka ”toleransi” dan “kerukunan” adalah sesuatu yang ideal dan didambakan oleh setiap manusia.
Dalam konteks keindonesiaan, kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan intern dan antar-umat beragama yang dilandasi sikap saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agama dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Perbedaan pandangan dalam satu atau antar-agama dapat menimbulkan konflik internal maupun antar-umat beragama. Disparitas aliran merupakan bentuk yang nampak dan nyata, adanya perbedaan penafsiran, kajian, pendekatan juga terbukti mampu mendisharmoniskan intern atau antar-umat beragama.
Peran pemerintah dalam menciptakan suasana tenteram dengan berbagai kebijakan sangatlah penting adanya dilakukan, termasuk menjaga kerukunan antar-umat beragama dengan pemerintah, sehingga dapat mewujudkan sinergitas yang baik serta menciptakan stabilitas persatuan dan kesatuan bangsa.
Tri kerukunan umat beragama bertujuan agar masyarakat Indonesia dapat menghayati dalam kebersamaan, sekali pun banyak perbedaan, sebagaimana semboyan “Bineka Tunggal Ika”. Konsep ini dirumuskan dengan teliti dan bijak agar tidak terjadi pengekangan atau pengurangan hak-hak manusia dalam menjalankan kewajiban dari ajaran agama yang telah diyakini dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Konsep ukhuwah (islāmīyah, wathanīyah, basyarīyah) merupakan salah satu wahana agar tidak terjadi ketegangan internal maupun eksternal antar-umat beragama maupun dengan pemerintah.
Etika kerukunan antar-umat beragama dapat terwujud dengan beberapa cara. Pertama, setiap pemeluk agama memandang pemeluk agama lain sebagai sesama makhluk ciptaan Tuhan dan saudara sebangsa; Kedua, setiap pemeluk agama memperlakukan pemeluk agama lain dengan baik, empati, penuh kasih sayang, dan saling menghormati; Ketiga, setiap pemeluk agama bersama pemeluk agama lain mengembangkan dialog dan kerjasama kemanusiaan untuk kemajuan bangsa;
Keempat, setiap pemeluk agama tidak memandang agama orang lain dari sudut pandangnya sendiri dan tidak mencampuri urusan internal agama lain; Kelima, setiap pemeluk agama menerima dan menghormati persamaan dan perbedaan masing-masing agama dan tidak mencampuri wilayah akidah, keyakinan dan praktik peribadatan agama lain; dan Keenam, setiap pemeluk agama berkomitmen bahwa kerukunan antar-umat beragama tidak menghalangi penyiaran agama dan penyiaran agama tidak menggangu kerukunan antar-umat beragama.
Keharmonisan kehidupan umat beragama hendaknya tidak dianggap sebagai sesuatu yang terjadi dengan sendirinya, melainkan harus terus diupayakan oleh segenap komponen bangsa, termasuk masyarakat pada umumnya.
Dalam kondisi pandemi Covid-19, semua komponen harus bersatu dan membantu masyarakat terdampak agar terjadi harmonisasi di semua elemen umat beragama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini senada dengan himbauan Wakil Presiden ketika bertemu dengan FKUB (Jumat, 24-01-2020), yang menyampaikan bahwa untuk menjaga kerukunan nasional harus memperkuat bingkai politik, yuridis, sosiologis, dan teologi.
Bingkai teologi memiliki konteks yang lebih luas agar pesan keagamaan dari para tokoh agama harus mencerminkan kedamaian, kesejukan, dan harapan serta menghindari bahasa-bahasa yang menyakitkan perasaan dan menciderai kerukunan beragama.
Sebagai umat beragama kita dapat menyadari bahwa musibah, bencana atau wabah (termasuk pandemi Covid-19) jika menimpa sebuah negeri dapat dipandang dari tiga perspektif. Pertama, ujian atas kualitas keimanan; Kedua, Tuhan sedang mengingatkan kita; dan Ketiga, teguran keras atas kesombongan dan keangkuhan manusia.
Sebagai bentuk kerukunan umat beragama di tengah pandemi ini sangat penting melakukan beberapa hal.
Pertama, memperkuat landasan/aturan tentang kerukunan intern dan antar-umat beragama;
Kedua, membangun harmoni sosial dan persatuan nasional dalam bentuk mendorong dan mengarahkan seluruh umat beragama untuk hidup rukun dalam bingkai teologi ideal untuk menciptakan kebersamaan dan sikap toleransi;
Ketiga, menciptakan suasana kehidupan beragama yang kondusif dalam rangka memantapkan pendalaman dan penghayatan agama serta pengamalan agama yang mendukung bagi pembinaan kerukunan hidup umat beragama;
Keempat, melakukan eksplorasi secara luas tentang pentingnya nilai-nilai kemanusiaan dari seluruh keyakinan plural umat manusia; dan
Kelima, melakukan pendalaman nilai spiritual yang implementatif bagi kemanusiaan yang mengarah kepada nilai-nilai Ketuhanan.
Dalam kondisi ini, penting kiranya untuk memperkokoh kerukunan antar-umat beragama, membangun optimisme dalam diri individu, keluarga, dan lingkungan masyarakat dengan mengoptimalkan peran dan fungsi media sosial sebagai penyebaran konten positif, memerangi berita bohong (hoaks), melawan kecemasan dan menghindari kepanikan yang berlebihan yang dapat merusak kekebalan tubuh kita.
Hoaks sepertinya telah melekat dalam berbagai isu kehidupan manusia, tidak terkecuali dalam situasi pandemi Covid-19. Hoaks banyak tersebar dalam platform media sosial. Kedewasaan dalam “bermedsos”, melakukan aktivitas di dunia maya bukan tanpa batas, dibutuhkan kearifan dalam memfilter setiap berita dengan membiasakan menerapkan prinsip “saring sebelum sharing”.
Membangun kesatuan gerak dan bersinergi dengan semua pihak yang memiliki otoritas penanganan wabah. Keberhasilan memerangi Covid-19 terletak pada keberhasilan memutus mata-rantai penularan. Penanganan bersifat sistemik di mana kita semua menjadi bagian dari sistem perlawanan yang menentukan.
Kita tidak tahu kapan pandemi ini berakhir, walaupun para pakar dan ahli punya prediksi masing-masing. Namun yang pasti sebagai warga negara, kita harus memelihara kerukunan umat beragama dengan senantiasa berdoa dan berikhtiar agar pandemi Covid-19 segera berakhir, serta selalu mengedepankan kemanusiaan untuk tolong menolong dalam hal kebaikan (QS. al-Māidah: 2).
Sumber: arrahim.id