- Ketuhanan yang maha esa
- Kemanusiaan yang adil dan beradab
- Persatuan Indonesia
- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indoonesia
1. Ketuhanan yang maha esa
Seharusnya tak ada satupun entitas di dunia ini yang layak dituhankan selain Tuhan itu sendiri. Sayangnya di zaman kapitalisme mutakhir dan mewabahnya -at-takfir, tak sedikit manusia beriman, entah di sengaja atau tidak, sedang mencari tuhan-tuhan baru. Mempertuhankan nafsu akumulasi kapital, mempertuhankan penghisapan manusia atas manusia, mempertuhankan jabatan dan kekayaan. Bahkan ada pula yang mempertuhankan diri dan tafsir agamanya seolah-olah sebagai yang paling benar atau mutlak benar dengan menghardik dan mengancam tafsir orang lain yang berbeda.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
Kemanusiaan hanya mungkin tegak berdiri di atas keadilan dan keadaban. Distribusi sumber daya ekonomi secara adil dan merata, merawat keragaman dengan adab dan budaya. Tanpa keadilan dan keadaban, kemanusiaan hanya tinggal jargon dan utopia. Inilah tantangan manusia Indonesia saat ini di tengah kebangkitan oligarki di satu sisi dan suara-suara kebencian rasial dan permusuhan identitas di sisi lainnya. Kurangnya penghayatan akan keadilan dan keadaban inilah yang membuat orang mudah terjangkit fanatisme, rasisme, sikap anti kritik, melakukan korupsi, melakukan perampasan atas hak-hak orang lain, memuja hujatan dan bahkan tak sungkan mempertontonkan kekerasan. Tak heran, 75 tahun Indonesia merdeka, masih terus didera persoalan sosial yang tak kunjung reda, dari pelarangan pendirian rumah ibadah, intimidasi terhadap kelompok minoritas agama, maraknya kekerasan terhadap perempuan, kekerasan rasial, hingga perampasan tanah petani dan masyarakat adat.
3. Persatuan Indonesia
Setelah bersatu mengusir penjajah. Apakah makna persatuan Indonesia? Tak lain adalah persatuan segenap manusia Indonesia untuk mengikis kemiskinan dan ketimpangan, persatuan melawan penghisapan, persatuan menolak kekerasan, persatuan melawan korupsi, persatuan melawan perusakan lingkungan dan yang paling utama persatuan menegakkan cita-cita kemanusiaan dan keadilan. Ironinya, rakyat makin terpecah-pecah atas dasar sentimen rasial dan agama. Sementara oligarki justru tengah bersatu melanggengkan korupsi dan mereproduksi kejahatan yang berpotensi menggerogoti prinsip-prinsip fundamental Pancasila sebagai landasan berbangsa dan bernegara.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
Kebijaksanaan yang seharusnya membimbing semua percakapan politik dan ekonomi hari ini telah diingkari. Pertama-tama bukan oleh rakyat tapi oleh para pemimpin dan wakil rakyat. Mereka yang dipilih untuk mewakili aspirasi politik rakyat justru meninggalkan rakyat. Membiarkan KPK dilucuti, mengabaikan pelanggaran HAM, dan terutama bermusyawarah di Gedung Wakil Rakyat tidak sedang mewakili rakyat, melainkan mewakili kepentingan para pemodal dan petualang politik.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Saat ini, ketimpangan sosial masih sangat tinggi. Kemiskinan meluas dari desa hingga ke kota. 1 persen orang terkaya di Indonesia masih menguasai 46 persen kekayaan di tingkat nasional. Mereka menguasai modal, sumber daya alam, dan mengatur jalannya kebijakan negara yang merugikan rakyat dan keberlanjutan lingkungan di Indonesia.
Semua masalah tadi, merupakan tugas kita untuk menuntaskannya, demi mewujudkan cita-cita para pendiri bangsa memajukan kehidupan sosial, politik, ekonomi dan budaya Republik Indonesia. Selamat hari kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 75.
*Naskah Pancasila ini dibacakan saat upacara virtual peringatan HUT RI ke-75 pada hari Senin, 17 Agustus 2020.