Seri Kelas Webinars: Pribumisasi Islam dan Demokrasi

Pribumisasi Islam adalah gagasan KH. Abdurrahman Wahid yang pertama kali ditulis pada tahun 1983 dengan judul “Salahkah Jika Dipribumikan?”. Konsep ini semakin diperjelas melalui wawancaranya bersama Abdul Mun’im Saleh yang dimuat di buku “Indonesia Menatap Masa Depan” tahun 1989.

Gagasan ini banyak dibicarakan dan dianggap tetap relevan meski sudah lebih dari 30 tahun ditulis. Konteks sosial di mana banyak orang tidak bisa membedakan mana aspek “nilai dasar agama” dan mana “konsep operasional” membuat banyak orang keliru memahami inti ajaran Islam. Aspek ini bisa dilihat melalui beragam isu, mulai demokrasi, keadilan gender, ekonomi, dan lain sebagainya.

Sejak 10 September 2020 lalu, Jaringan GUSDURian membuat “Seri Kelas Webinar: Pribumisasi Islam” untuk menggali lebih dalam gagasan Gus Dur terkait Pribumisasi Islam. Kelas ini diadakan dua minggu sekali setiap hari Kamis. Diadakan dalam enam kali pertemuan, kelas ini mengangkat topik pembahasan dan pembicara yang berbeda. Keenam topik tersebut adalah Pribumisasi Islam dan kaitannya dengan kesetaraan gender, multikulturalisme, demokrasi, lingkungan hidup, toleransi, dan keadilan ekonomi.

Kemarin malam (8/10), seri kelas webinar ini telah sampai pada topik Pribumisasi Islam dan Demokrasi. Kelas tersebut difasilitatori oleh Marzuki Wahid dari Lakpesdam PBNU dan mengundang tiga pembicara lain, yaitu Ahmad Suaedy, Abdul Gaffar Karim, dan Maria Ulfah Anshor. Pembahasan di kelas daring tersebut fokus kepada gagasan dan tindakan Gus Dur terkait demokrasi di Indonesia.

Ahmad Suaedy, salah satu murid Gus Dur yang banyak menulis tentang pemikiran Gus Dur membuka sesi dengan penjelasan tentang latar belakang Gus Dur hingga menguasai perangkat ilmu yang diterapkan dalam kebijakannya terkait demokrasi. Perlu diingat, bahwa Gus Dur tidak sepenuhnya menempuh pendidikan di pesantren. Ia juga mengenyam pendidikan di sekolah formal dan kuliah ke luar negeri, belum termasuk aktivitas gerakan sosialnya di kemudian hari yang cukup berpengaruh bagi demokratisasi di Indonesia.

Sedangkan Abdul Gaffar Karim, akademisi yang mengajar di FISIPOL UGM tersebut lebih banyak menerangkan pemikiran Gus Dur terkait demokrasi dalam konteks pemerintahan Orde Baru dan setelahnya.

“Sebenarnya yang disampaikan Gus Dur adalah gagasan universal demokrasi, yaitu kontrol. Selain itu juga penyeimbangan oleh masyarakat sipil. Meskipun tidak ada yang khas dari pemikiran tersebut, tapi kita perlu ingat bahwa Gus Dur adalah orang yang sangat berani mewujudkan gagasan itu di tengah iklim yang sangat otoriter,” kata Abdul Gaffar.

Terakhir, Maria Ulfah Anshor, salah satu sahabat dan murid Gus Dur yang pernah sama-sama aktif di PKB menjelaskan tentang kaitan tindakan Gus Dur dalam memperjuangkan demokrasi dengan sarana partai politik. Hal ini agak mengagetkan karena Gus Dur sebelumnya pernah mengecam partai politik namun kemudian ia mendirikan partai politik setelah Orde Baru runtuh. “Itu terkait erat ya. Melalui partai politik, Gus Dur melakukan upaya demokratisasi dan kaitannya dengan kekuatan politik yang dimiliki,” kata Maria Ulfah.

Seri Kelas Webinars: Pribumisasi Islam ini gratis dan terbuka untuk umum. Untuk pendaftaran bisa melalui pranala s.id/seripribumisasi. Kelas diadakan secara daring melalui platform Zoom Meeting. Untuk pertanyaan lebih lanjut bisa menghubungi hotline Jaringan GUSDURian di nomor 082141232345.