Kegiatan TUNAS GUSDURian 2022 hari kedua di Asrama Haji Sukolilo Surabaya diawali dengan sedikit pengantar terkait isu penegakan hukum, keadilan dan HAM yang nantinya akan menjadi semacam paradigma hukum dalam melihat perkembangan hukum selama kurang lebih 3 tahun ke depan. Kegiatan hari kedua TUNAS 2022 kali ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 17 Oktober 2022 di Aula Gedung C Asrama Haji Sukolilo Surabaya, Jawa Timur dengan representasi peserta sekitar 50-an lebih.
Pada kelas isu penegakan hukum, keadilan dan HAM hari kedua ini diawali dengan pembahasan isu-isu aktual, baik di tingkat lokal maupun nasional untuk dijadikan sebagai bahan gerakan komunitas dan jejaring gerakan GUSDURian yang ada di berbagai daerah. Menurut Taufik, isu-isu aktual, penegakan hukum sampai tahun 2025 akan menjadi cara pandang atau paradigma baru agar kelak komunitas GUSDURian dan jejaring yang ada punya peta gerakan yang jelas terkait isu dan permasalahan yang dikawal nantinya.
Selain itu, kelas pada hari kedua ini juga membahas visi gerakan komunitas GUSDURian dan jejaring yang ada sampai tahun 2023. Semisal bagaimana kehadiran negara mesti hadir penuh dalam memberantasan tindak kriminal dan HAM, serta bagaimana pilar-pilar demokrasi dan instansi negara mampu bertindak secara profesional.
“Pilar demokrasi dan instansi negara hari ini mengalami krisis kepercayaan public mengingat banyaknya kasus pelanggaran kode etik maupun kejahatan terhadap hak-hak komunal” pungkas Taufik. Beberapa peserta juga menyampaikan beberapa tawaran terkait pengawalan isu ke depannya, semisal yang disampaikan oleh Aron dari Komunitas GUSDURian Kuala Lumpur Malaysia.
“Kami menginginkan bagaimana GUSDURian mampu mengawal undang-undang terkait para TKI ataupun imigran yang mencari nafkah di negara lain, sebab begitu banyak pekerja atau TKA di Malaysia yang ternyata mereka tidak terdaftar di kantor imigrasi negara asal sebab administrasi yang ruwet,” ujar Aron.
Forum kelas hari kedua ini membahas begitu banyak isu-isu dan target capaian komunitas GUSDURian tiga tahun ke depan seperti pengawalan dan penyelesaian konflik agraria, perlindungan pekerja profesional, PUG dan TPKS, serta penguatan demokrasi inklusif.
Menurut Siti Aminah Tardi selaku expert dalam forum ini bahwa para penggerak GUSDURian sudah tepat berjejaring dengan berbagai lembaga untuk melakukan kerja-kerja advokasi.
“Teman-teman penggerak GUSDURian maupun jejaring yang ada agar jangan pernah merasa gagal dalam setiap gerakan yang dilakukan. Maka dari itu, sangat tepat jika GUSDURian berjejaring dengan berbagai pihak atau lembaga yang bisa membantu mengawal kegiatan ataupun advokasi pada masyarakat yang terdampak kriminalisasi,” ungkap perempuan yang akrab disapa Mbak Ami tersebut.
Senada yang disampaikan oleh Mbak Ami, Beka Ulung Hapsara selaku tenaga ahli yang lain menuturkan bahwa GUSDURian punya kelebihan yaitu mampu merambah ke banyak isu dan jejaring.
“Salah satu keunggulan atau kelebihan GUSDURian adalah mampu mengawal berbagai isu, sehingga gerakan yang dilakukan tidak hanya fokus pada satu isu saja. Ditambah GUSDURian punya jejaring komunitas yang sudah begitu banyak,” ujar Beka.
Ia juga menambahkan bahwa jangan sesekali melupakan isu-isu yang ‘seksi’ seperti yang dialami oleh masyarakat Papua mulai dari diskriminasi kesukuan, konflik horizontal, serta pernyataan kemerdekaan mereka. Hal ini juga mesti diperhatikan dengan seksama untuk tetap mengawal mereka yang tertindas.
Terakhir kelas hari ini disimpulkan oleh Zuhri selaku SC forum, bahwa teman-teman GUSDURian harus selalu berada pada gagasan dan semangat yang sama, serta saling berkelindan dengan jejaring yang ada untuk memudahkan gerakan dan pengawalan komunitas.