Belajar Cinta dan Kesederhanaan dari Tanah Papua

Tak sedikit pikiran bangsa ini dipenuhi dengan narasi kurang elok tentang tanah Papua. Kekerasan, pembangkangan, dan sejumlah stigma negatif lainnya datang silih berganti. Tapi itu dalam pandangan dari jauh tentang Papua.

Dalam sepekan ini, saya menatap wajah Negeri Timur Indonesia dalam sorotan yang lebih dekat. Sungguh membuat takjub dan terkesima. Rupanya, tanah Papua memiliki sejuta keagungan yang selama ini tak pernah ditayangkan dalam lintasan pikiran kolektif anak-anak bangsa di seluruh Indonesia. Inilah negeri yang ke padanya layak disematkan sebagai sekeping sorga yang jatuh ke bumi. 

Dari alamnya yang masih belum sepenuhnya terjamah, menyajikan beragam keaslian yang boleh jadi di belahan negeri lainnya, justru telah mewujud dalam beragam krisis berkepanjangan. Sebuah anugerah terindah dari Tuhan, tanah Papua agaknya akan menjadi pelarian masa depan bagi mereka yang merindukan kemurnian alam. 

Bukan hanya itu, hal terpenting ada pada penduduknya yang terus berjuang mempertahankan diri pada prinsip-prinsip budaya dan kearifan. Jika dari jauh, pikiran kita dijejali oleh kesimpulan-kesimpulan buruk tentang Papua. Justru dari tatapan terdekat, penduduk warga Papua telah menjelma sebagai guru bagi peradaban kehidupan yang sebenar-benarnya. 

Dari ujung timur negeri ini, ternyata bukan hanya menjadi gerbang pertama terbitnya matahari di pagi hari. Tapi juga telah memantulkan cahaya kearifan yang berangkat dari filosofi matahari, yang terus hadir di pagi hari tanpa membandingkan antara mereka yang bersuka cita menyambut mentari, dengan mereka yang mengutuk kehidupan di pagi hari. 

Orang Papua telah mengajarkan dua hal penting dalam merawat masa depan kemanusiaan. Yaitu cinta dan kesederhanaan. Betapa tidak, bagi warga Papua, betapapun Anda bukan siapa-siapa, juga bukan orang yang pernah dikenal, tapi percayalah, dalam setiap perjumpaan, orang Papua mengajarkan arti penting merawat keakraban walau hanya bertegur sapa: Selamat pagi, selamat siang, ataupun sapaan selamat malam. 

Tampaknya ucapan-ucapan itu terbilang sangat sederhana, tapi itulah pelajaran penting dari Papua, bahwa kesederhanaan mendekatkan seorang manusia kepada kebenaran. Semakin kesederhanaan itu menjadi identitas dan kelaziman, semakin menunjukkan makna ketulusan dan cinta. Sebaliknya, kita akan sangat sulit mempercayai makna sebuah cinta jika tak ditampakkan dalam wujudnya yang otentik. Jiwa otentik itu, sekali lagi, telah diajarkan dan diwariskan dalam bentang sejarah yang amat panjang di Tanah Papua. 

Antara kesederhanaan dan cinta itulah yang agaknya telah menjadi azimat penting dalam merawat makna penghormatan kepada kemanusiaan. Tak perlu menghitung selisih angka penganut mayoritas vs minoritas dalam agama dan keyakinan di Papua. Atau membuat garis pemisah antara satu suku dengan suku lainnya. Sebab semuanya telah larut dalam racikan cinta dan kesederhanaan.

Terima kasih untukmu Tanah Papua. Semoga Tuhan memberkati kehadiran kami, dan mengampuni kepergian kami. Percayalah, setelah perjumpaan ini, kami akan selalu rindu untuk kembali mereguk lautan kearifan yang terpancar dari cahaya cinta dan kesederhanaan seluruh Pace Mace di Papua. 

Suny Garden Lake, 26 Oktober 2023

Ketua LDNU Sulawesi Barat. Alumnus Religious Leader Jaringan GUSDURian (Makassar, 2023).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *