KEDIRI – Komunitas GUSDURian Mojokutho 87 Pare menggelar pentas kesenian ‘Bocah Nusantara’ di Rumah Kemanusiaan GUSDURian. Acara yang dimulai pada pukul 15.00 WIB tersebut melibatkan berbagai seniman dan budayawan yang berasal dari wilayah sekitar Kecamatan Pare Kediri bahkan dari luar Kediri. Acara ini merupakan bentuk perayaan peringatan peristiwa bersejarah bangsa Indonesia, yaitu Sumpah Pemuda pada Oktober lalu dan peringatan Hari Pahlawan mendatang.
Beberapa kesenian tradisional yang ditampilkan untuk memeriahkan ‘Bocah Nusantara’ tersebut di antaranya pagelaran wayang kulit blang bleng oleh Ki Ompong Soedharsono asal Temanggung Jawa Tengah, pentas seni oleh Sanggar Padepokan Suko Limo dan Omah Wacan Kecamatan Kepung Kediri, Tradisional Musikal Sempu oleh Andy Sakty Dhestrarastra dari Desa Wisata Sempu, penampilan KPAR GKJW Pepantan Sumber Pentung Jemaat Segaran, dan tari tradisional rampak dari Banjarnegara yang dipersembahkan oleh anak-anak Rumah Kemanusiaan GUSDURian.
Acara tersebut sengaja digelar di Rumah Kemanusiaan GUSDURian untuk menghibur para lansia dan memberi edukasi pada anak-anak terkait penanaman karakter luhur bangsa dan melestarikan budaya permainan tradisional anak-anak Indonesia. Pendidikan karakter yang hendak ditanamkan oleh GUSDURian Mojokutho Pare untuk anak-anak melalui ‘Bocah Nusantara’ di antaranya: kesadaran atas rasa memiliki warisan budaya Nusantara yang harus terus menerus dijaga, kepedulian pada sesama khususnya memberi rasa aman kepada para lansia yang diwujudkan dengan mendampingi dan menghibur mereka, mencintai nilai-nilai kearifan tradisi dan keberagaman bangsa Indonesia di tengah modernisasi.
Pemilihan tajuk acara ‘Bocah Nusantara’ sendiri memiliki khas, karakteristik, dan filosofi yang sangat dalam khususnya kearifan bahasa daerah di Nusantara. Kata “bocah” dalam bahasa Jawa memiliki arti anak kecil, anak yang belum dewasa dan anak yang belum berpengalaman, sedangkan kata “Nusantara” berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari kata “nusa” yang artinya pulau dan “antara” yang berarti di antara, yaitu sebutan atau nama untuk seluruh wilayah kepulauan yang ada di Indonesia. Kemudian, dua kata ini digabungkan menjadi ‘Bocah Nusantara’ yang maknanya anak-anak kecil bangsa Indonesia yang berpotensi menjadi penerus warisan budaya Nusantara.
“Acara ini saya apresiasikan sebagai ungkapan syukur dengan cara yang sangat sederhana. Karena momentum ini masih hangat dengan peringatan Hari Pahlawan pada 10 November dan peringatan Sumpah Pemuda pada 28 Oktober lalu. Selama ini yang mempunyai perayaan hari peringatan tersebut hanya orang-orang kantoran dan akademisi, tapi hari ini dalam ‘Bocah Nusantara’ ternyata orang pinggiran dan kaum lansia juga memiliki perayaan untuk hari bersejarah ini. Mari berkaca diri bahwa belajar itu tidak berhenti pada usia atau tempat tertentu, bahwa ilmu itu penting agar kita tidak kehilangan sejarah bangsa ini. Banyak di luar sana alumni sekolah setelah menjadi masyarakat biasa melupakan hari besar peringatan sejarah bangsa Indonesia. Padahal momentum tersebut yang memiliki adalah semua bangsa, sejarah bangsa kita apa pun itu adalah milik kita semua.
“Handarbeni (rasa memiliki) peran serta antara guru dan murid serta masyarakat itu tidak terletak pada ikatan kelembagaan, institusi, atau sekolah, melainkan ada di mana-mana. ‘Bocah Nusantara’ adalah membocahkan diri dengan bersinau (belajar) sejarah dan budaya Nusantara yang penuh keragaman dan kesenian. Jangan mengeluh, menyindir atau menyalahkan, mari memaklumkan diri dengan membocahkan diri sebagai bentuk ungkapan kesadaran akan kewajiban dan hak kita sebagai bangsa Indonesia yang bertanggungjawab saja, semua manusia sejatinya makin tua makin bocah, mengikuti pola pikir, pola rasa dan ritme alam,” ungkap Ki Ompong Soedharsono, budayawan asal Temanggung tersebut.
“Acara ini adalah bentuk presentasi anak cucu bangsa Indonesia yang siap meneruskan warisan budaya Nusantara. Keterlibatan berbagai pihak dalam ‘Bocah Nusantara’ menggambarkan keharmonisan keberagaman bangsa ini, indahnya Bhinneka Tunggal Ika itu. Ada budayawan, tokoh agama, tokoh masyarakat, anak-anak, lansia, remaja berbagai lapisan usia bersatu membaur diri dalam asyiknya pementasan sederhana kesenian bangsa yang syahdu di sore itu,” ungkap Anugrah Yunianto alias Antok Mbeller.
Pementasan berbagai kesenian Nusantara berjalan lancar hingga matahari terbenam, meriah dan mengundang antusiasme semua yang hadir. Pentas seni sederhana dengan makna filosofis mendalam semacam ini sangat diharapkan dapat mendiseminasikan nilai kearifan tradisi yang telah diteladankan oleh sosok Gus Dur khususnya untuk anak-anak muda pewaris budaya bangsa.