Dukung Pemilu Damai 2024, GUSDURian Bersama UNESCO Adakan Festival 4 Peace

DEPOK – Jaringan GUSDURian dengan dukungan UNESCO menyelenggarakan Festival 4 Peace “Pemilu Damai, Adil dan Bermartabat”. Hadir dalam festival ini beberapa tokoh bangsa seperti Hj. Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, Lukman Hakim Saifuddin (Mantan Menteri Agama RI), Gomar Gultom (Ketua Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia), Parlin Herman Widjaja (Ketua Perkumpulan Umat Tao di Indonesia), Asep Saifudin Jahar (Rektor UIN Syarif Hidayatullah), dan Mgr. Pius Riana Prabdi (Konferensi Waligereja Indonesia/KWI), dan tokoh agama lainnya. 

Koordinator Sekretariat Nasional Jaringan GUSDURian Jay Akhmad menyebut bahwa festival ini merupakan upaya GUSDURian untuk mengajak masyarakat melibatkan diri dalam proses Pemilihan Umum 2024 yang damai, adil, dan bermartabat. Seruan ini memperhatikan maraknya penggunaan informasi palsu dan ujaran kebencian di ruang digital pada pemilu dua periode sebelumnya.  

“Kami mengajak masyarakat untuk menjadi bagian penting dalam melawan segala bentuk ujaran kebencian dan informasi palsu yang sangat rawan digunakan dalam pemilu,” ujar Jay Akhmad saat pembukaan festival yang berlangsung di Wisma Hijau Depok, Minggu (26/11). 

Ia menegaskan pentingnya peran masyarakat sipil dalam menjaga perdamaian di masa Pemilu. Ia mencontohkan situasi yang terjadi pada 2014 dan 2019 yang menyebabkan masyarakat terbelah menjadi dua kubu. “Organisasi masyarakat sipil memiliki peran penting dalam melakukan reintegrasi bangsa, baik menjelang, saat, dan pasca penyelenggaraan Pemilu,” katanya menambahkan.

Selain pertunjukan seni budaya dan musik, di dalam Festival 4 Peace juga dibacakan Deklarasi Pemilu Damai oleh tokoh pemuda lintas agama.

Dalam orasi budayanya Alissa Wahid, Direktur Jaringan Gusdurian Indonesia menyampaikan demokrasi esensinya adalah menyertakan semua orang untuk menyusun langkah bersama. Pemilu hanya salah satu sarana untuk memilih pemimpin yang tepat dan bisa mewakili aspirasi rakyat agar tidak tertinggal dan terpinggirkan.

Mengutip dari pernyataan Abdurrahman Wahid yang ditulis pada 2002 lalu, Alissa mengatakan Indonesia ada karena keberagaman. “Kehidupan saat ini hanya dipenuhi kegiatan untuk mempertahankan kekuasaan bukan untuk mencapai kepemimpinan yang diharapkan. Kekuasaan disamakan dengan kepemimpinan dan tidak mengindahkan lagi aspek moral dan untuk  mendapatkan kekuasaan itu keberagaman dan perbedaan sering diubah menjadi plintiran kebencian. Tindakan itu perlu dilawan dengan semangat Pemilu damai adil, jujur dan bermartabat untuk mengembalikan demokrasi sebagai jalan mewujudkan cita-cita bersama,” ujarnya.  

Karena itu Alissa menambahkan, “Gusdurian mengajak bersama untuk bergerak menjaga rakyat dari arus saling menjelekkan dan membenci dan menjaga komitmen untuk demi cita-cita yang lebih besar.”

Maki Katsuno-Hayashikawa, Direktur UNESCO Multisectoral Regional Office Jakarta mengatakan dalam sambutannya pada momen ketika kepercayaan pada media dan institusi publik mulai menurun, pemimpin agama dan pemimpin komunitas bisa dan perlu memainkan peran penting untuk menciptakan perdamaian dan melawan konten berbahaya di ruang digital. “Meski demikian mereka tidak bisa bekerja sendiri, perlu kerjasama dengan berbagai pihak pemerintah, penyelenggara pemilu dan masyarakat sipil untuk memastikan kampanye pemilihan umum dan penyebaran informasi dapat berlangsung tanpa gangguan informasi, diskriminasi, dan kekerasan,” katanya.

Stephane Mechati, Wakil Kepala Misi Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam dalam sambutannya menyampaikan pelaksanaan pemilu membutuhkan peran pemerintah dan banyak pihak, termasuk masyarakat dan anak muda agar pelaksanakan pemilihan umum dapat berlangsung damai. “Saat ini saya melihat jaringan Gusdurian termasuk anak mudanya yang memiliki komitmen pada nilai universal hak asasi manusia dengan teladan dari para pendahulunya,” katanya.

Festival ini menampilkan berbagai pertunjukan budaya dan pentas musik dan dihadiri lebih dari 250 peserta dari berbagai penjuru Indonesia. Pengisi yang meramaikan festival ini antara lain Band Marjinal, komika Benedictivity, dan Inaya Wahid. Hadir pula dalam acara ini perwakilan Badan Pengawas Pemilu dan Kementerian Dalam Negeri.

Sebagai rangkaian dari festival, dengan dukungan UNESCO melalui Project #SocialMedia4Peace yang didanai Uni Eropa, Jaringan GUSDURian telah mengadakan kegiatan pelatihan bagi tokoh agama dan pemuda lintas agama di Yogyakarta, Cirebon, dan Manado. Kegiatan tersebut diikuti oleh 81 tokoh agama dan tokoh pemuda lintas agama dari berbagai daerah seperti Jawa, Madura, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jakarta, Banten, Maluku Utara, and Yogyakarta.

Mereka mendapatkan penguatan pemahaman tentang standar internasional kebebasan berekspresi, melakukan identifikasi dis/misinformasi dan ujaran kebencian. Serta membangun kolaborasi bersama kampanye digital melawan dis/misinformasi dan ujaran kebencian saat Pemilu 2024.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *