Demokrasi, pluralisme, hak asasi manusia, kajian keislaman, humor dan perjuangan kemanusiaan adalah hal-hal yang melekat pada sosok KH Abdurrahman Wahid, alias Gus Dur. Berawal dari peringatan Haul Gus Dur ke-14 Bogor Raya pada 4 Februari 2024 yang mengusung tema “Menjaga Bumi, Memupuk Toleransi, dan Meneladani Etika Demokrasi”, penulis memperoleh informasi terkait warisan Gus Dur di isu lingkungan dari Eko Cahyono, peneliti Sajogyo Institute dan Papua Study Center.
Penulis yang saat haul (peringatan kematian) tersebut menjadi pembawa acara memperoleh pesan WhatsApp berupa slide yang berisikan point-point tapak legacy Gus Dur di isu lingkungan. Materi tersebut sebenarnya telah disampaikan oleh Eko Cahyono pada acara DIMZOOM GUSDURian #7: Gus Dur dan Lingkungan di channel GUSDURian TV.
Senada dengan acara DIMZOOM, Haul Gus Dur ke-14 Bogor Raya yang diselenggarakan di Pesantren Ekologi Misykat Al Anwar II Bogor juga dihadiri Inayah Wahid. Bedanya, ketika acara DIMZOOM Mbak Inayah bertugas sebagai moderator, sedangkan pada kegiatan ini putri bungsu Gus Dur itu menjadi narasumber utama dalam Forum Demokrasi dan Peringatan Haul.
Tidak hanya slide power point, Eko Cahyono juga mengirimkan penulis tulisan Meneladani Gus Dur dalam Membela Lingkungan Hidup yang dimuat oleh Mongabay.id, situs berita lingkungan. Tulisan tersebut menceritakan sejarah Gus Dur membela A’ak Abdullah Al Kudus, pendekar laskar hijau, yang difatwa sesat karena menyelenggarakan Maulid Hijau pada tahun 2006. Padahal Maulid Hijau adalah perayaan maulid sekaligus kegiatan konservasi penanaman pohon di kawasan Gunung Lemongan, Lumajang, Jawa Timur.
Disambung dengan pengalaman Leonard Simanjuntak, Country Director Greenpeace Indonesia, saat aksi penolakan pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Muria, Jepara, Jawa Tengah tahun 1994. Gus Dur yang memiliki pandangan holistik terhadap lingkungan secara tegas menolak rencana PLTN tersebut.
Pernyataan Gus Dur tentang membela kaum yang lemah, terutama warga Nahdliyyin di sekitar lokasi pembangunan PLTN, serta mudharat yang lebih banyak ketimbang manfaat, seperti limbah nuklir yang akan mencemari lingkungan sekitar, menjadi seruan moral Gus Dur serta upaya dalam mendorong keadilan ekologis.
Keadilan ekologis selaras dengan keadilan sosial. Pasalnya, keadilan sosial tidak mungkin terwujud di atas lingkungan hidup yang rusak. Hubungan antara manusia dan alam layaknya sebuah metabolisme. Manusia berasal dari alam, melalui proses kerja, manusia mengolah alam guna melanjutkan kehidupan. Metabolisme di sini memiliki arti ekologis sekaligus sosial, di mana relasi manusia dengan alam yang kompleks saling terhubung satu dengan yang lain.
Hak atas lingkungan hidup tidak hanya keluar dari pandangan konvensional bahwa ia sekedar unsur instrumental dari hak asasi manusia, akan tetapi, hak atas lingkungan dapat diartikulasikan sebagai esensi dan eksistensi yang tak dapat dipisahkan dari hak asasi manusia karena ia mengandung prinsip fundamental dari hak hidup dan hak untuk hidup (Saleh, 2020: 77).
Apa yang dilakukan Gus Dur pada dua contoh kasus di atas merupakan bukti nyata upaya Gus Dur dalam mewujudkan kebijaksanaan moral dalam bergaul dengan alam, atau yang dikenal sebagai etika lingkungan. Etika ini diperlukan agar setiap kegiatan yang menyangkut lingkungan hidup dipertimbangkan secara cermat demi menjaga keseimbangan manusia dengan alam.
Menjelaskan perjuangan Gus Dur dalam perjuangan lingkungan sama halnya seperti melihat oksigen di dalam air. Tak nampak di mata, tapi ia ada dalam balutan pembelaan terhadap kemanusiaan. Sebab jika lingkungan rusak, maka sama saja mengancam hak hidup dan hak untuk hidup umat manusia. Terlebih para kaum papa dan kaum marjinal yang paling merasakan dampak kerugiannya, padahal mereka paling sedikit konsumsinya.
Berikut adalah jejak warisan Gus Dur di isu lingkungan:
- Penganjur “Land Reform” untuk Kedaulatan Agraria dan Keadilan untuk Petani
- Pendorong lahirnya Tap MPR IX/2001, Pembaruan Agraria dan Pengelolaan SDA
- Pelopor dan Inspirator Pembangunan Berbasis Maritim: Kedaulatan SDA Laut dan Pesisir (Lahirnya Kementerian Perikanan dan Kelautan)
- Pendorong gagasan gerakan hijau (green movement) dalam parpol dengan prinsip kultural dan bersumber pada nilai-nilai lokal yang hidup (living knowledge)
- Penolakan industri ekstraktif perusak SDA dan Eksklusi Rakyat (PLTN Jateng, Pabrik Kertas Sumatera/2010)
- Terobosan Kebijakan Moratorium Logging Hutan (10-20 tahun) untuk keberlanjutan pelestarian ekosistem diikuti restorasi, koreksi regulasi, dan kebijakan perusak SDA
- Pengembangan Pendidikan Islam berwawasan Lingkungan Hidup
- Mendapat Gelar Penghormatan Tokoh Pejuang Lingkungan Hidup (WALHI 2010)
Setidaknya terdapat delapan catatan perjuangan Gus Dur di isu lingkungan, meskipun mungkin ada jejak-jejak lain yang tidak atau belum tercatat. Untuk itu, tidak banyak yang penulis bisa ucapkan dalam menutup catatan singkat ini selain; “Gus Dur telah meneladankan, saatnya kita melanjutkan”.