Menjadikan Pancasila Way of Life: Refleksi Generasi Muda di Era Media Sosial

Pancasila adalah jalan ninja yang membawa kita menuju kebijaksanaan dan inklusivitas yang lahir dari cinta.

1 Juni, tanggal yang sakral bagi bangsa Indonesia. Di tanggal ini, lahirlah pedoman hidup berbangsa dan bernegara, yaitu Pancasila.

Pernahkah terpikir di benakmu, jika kamu memiliki mesin waktu dan ingin kembali ke masa lalu, tepatnya tanggal 29 Mei hingga 1 Juni 1945? Saat-saat penting ketika para pahlawan bangsa berkumpul untuk merumuskan dasar negara.

Bayangkan, jika kamu memiliki kekuatan untuk kembali ke masa itu, siapakah tokoh yang ingin kamu temui? Apa yang ingin kamu tanyakan kepada mereka? Apa yang ingin kamu sampaikan?

Saya sendiri justru membayangkan bahwa para pendiri negara ini memiliki mesin penjelajah waktu. Bagaimana tidak, mereka mampu menyusun setiap kosakata dari setiap sila. Pancasila masih relevan hingga saat ini.

Pancasila: Pedoman Hidup yang Belum Terinternalisasi Sepenuhnya

Pancasila yang telah dirumuskan dengan penuh perjuangan dan darah para pahlawan bangsa nyatanya belum sepenuhnya terinternalisasi dalam kehidupan sehari-hari kita. Hal ini dibuktikan dengan masih maraknya tindakan diskriminatif yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur Pancasila itu sendiri.

Contohnya, masih sering terjadi tragedi pembubaran dan pelarangan pendirian rumah ibadah, kebijakan kost khusus untuk etnis tertentu, dan bahkan di beberapa sekolah masih terdapat pemaksaan jilbab serta diskriminasi sebab perbedaan etnis dan keyakinan.

Untuk itu, momen peringatan Lahir Pancasila pada tanggal 1 Juni 2024 menjadi kesempatan penting untuk merefleksikan nilai-nilai luhur bangsa yang terkandung dalam Pancasila.

Dalam rangka memeringati hari bersejarah ini, Komunitas Beyond Yourself Indonesia, Tukar Akar, Benang Merah, dan GUSDURian Yogyakarta berkolaborasi untuk mengadakan diskusi bertema Aku, Kamu, dan Pancasila: Ngobrolin Pancasila dari Kacamata Anak Muda. Diskusi ini diselenggarakan di Pusat Pastoral Mahasiswa, DIY pada Minggu, 2 Juni 2024 lalu.

Claudia Rosari Dewi (29), yang lebih akrab disapa Rosa, dari Komunitas Beyond Yourself Indonesia sekaligus ketua panitia, mengungkapkan bahwa meskipun menantang sebab ini adalah event perdana, Rosa bersyukur bisa merasakan dinamika kelompok yang beragam.

“Antusiasme dari peserta membuat saya yakin bahwa nilai-nilai Pancasila patut diperjuangkan dalam kegiatan-kegiatan lintas kelompok seperti ini,” ujar Rosa.

Menjadikan Pancasila (Kembali) sebagai Way of Life

Bagi Rosa, Pancasila bukan hanya slogan kosong belaka, melainkan nilai yang dibawa dan dijunjung tinggi setiap hari. “Pancasila itu menurutku way of life, inner value. Cara pandang hidup. Dan buat aku itu inti dalam kehidupanku berbangsa dan bertanah air,” jelasnya.

Yohanes Tola (22), atau Yonas, pendiri Komunitas Benang Merah, menjelaskan bahwa komunitasnya yang lahir pada 5 Juli 2023 bersemangat untuk terlibat dalam diskusi ini. Tujuan mereka adalah untuk menjaring berbagai gerakan kepemudaan dan menyatukan titik temu atau ‘benang merah’ agar dapat terlibat dalam berbagai isu kepemudaan, termasuk toleransi dan keberagaman.

“Menurut kami, kolaborasi menjadi sarana efektif untuk bergerak di zaman ini,” tukas Yonas.

Pancasila di Era Media Sosial

Diskusi Aku, Kamu, dan Pancasila menjadi wadah bagi generasi muda untuk bertukar pikiran dan mendalami nilai-nilai Pancasila. Dalam sesi diskusi, panitia membagi peserta menjadi beberapa kelompok yang didampingi oleh fasilitator. Masing-masing kelompok fokus pada satu sila Pancasila, dengan pembagian sebagai berikut:

Kelompok dengan fasilitator dari GUSDURian Yogyakarta mendalami sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Sementara Tukar Akar fokus pada sila kedua, Komunitas Beyond Yourself Indonesia mendiskusikan sila ketiga, Persatuan Indonesia. Benang Merah mendapat tugas untuk sila keempat. Meskipun setiap kelompok terfokus pada satu sila, sila kelima dibahas bersama-sama.

Saya tergabung dalam kelompok ketiga dan mendapat diskusi menarik, yaitu usulan dari Fari Hakim tentang me-mainstream-kan narasi keberagaman dan toleransi di media sosial.

Kebetulan, di kelompok saya ada Azkia Izzamuddina (16), siswi kelas X di MAN 3 Bantul. Dia merupakan digital native termuda di antara kami. Berdasarkan ceritanya, dia pernah melihat konflik dalam circle pertemanan (geng) di sekolah.

Biasanya, ada dua geng di sekolahnya, sebut saja geng A dan B. Suatu ketika, geng A menyinggung geng B, sehingga kedua geng ini saling mencela dan bertengkar setiap kali bertemu. Azkia berpendapat bahwa dengan menerapkan nilai-nilai Pancasila, khususnya sila keempat tentang permusyawaratan, masalah dapat diselesaikan. 

Dia mencontohkan bagaimana salah satu anggota dari geng itu, yang lelah bertengkar, akhirnya mengajak teman-temannya untuk berkumpul dan menyelesaikan masalah bersama-sama. Lalu, apa hubungan antara Pancasila dan media sosial?

Menurut Azkia, banyak sekali konten di media sosial yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Hal ini disebabkan para konten kreator sering kali membuat video tanpa peduli norma dan etiket, hanya demi viral. Bahkan ada yang sengaja menimbulkan kontroversi demi meningkatkan rating video.

Memerangi Hate Speech dan Mempromosikan Keberagaman

Pernyataan Azkia dan usulan Fari selaras dengan maraknya ujaran kebencian di media sosial dan pentingnya menarasikan dan me-mainstream-kan konten keberagaman patut diapresiasi. Ujaran kebencian (hate speech) memang menjadi masalah serius di media sosial saat ini, dan perlu ditangani dengan langkah-langkah yang tepat.

Menarasikan dan me-mainstream-kan konten keberagaman adalah salah satu solusi yang efektif untuk melawan hate speech. Dengan mempromosikan nilai-nilai toleransi dan keberagaman, kita dapat membangun ruang online yang lebih positif dan inklusif.

Senada dengan apa yang disampaikan Alfa, host dalam diskusi kali ini. Dia menutup diskusi dengan konklusi menarik, “Pancasila adalah persaudaraan penuh cinta yang menimbulkan kebijaksanaan dan inklusivitas.”
Kutipan ini mengingatkan kita bahwa Pancasila bukan hanya slogan, melainkan pedoman hidup yang harus diamalkan. Jadi, sudah saatnya kita jadikan Pancasila sebagai way of life, inner value, dan cara pandang hidup dalam keseharian secara totalitas.

Penggerak Komunitas GUSDURian Yogyakarta.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *