MOJOKERTO – Komunitas GUSDURian Mojokerto mengadakan kegiatan upgrading komunitas yang dilaksanakan di Villa Aslha Pacet, pada 29-30 Juni 2024. Upgrading ini dihadiri lebih dari 20 orang, baik dari perwakilan tokoh agama dan komunitas terkait yang sebelumnya telah berjejaring dan berkolaborasi dengan GUSDURian Mojokerto, maupun anggota penggerak GUSDURian Mojokerto sendiri.
Acara ini merupakan proses peningkatan kapasitas dan kualitas komunitas GUSDURian Mojokerto dalam berbagai aktivitas maupun program. Tujuan utama dari upgrading komunitas adalah memperkuat kemampuan anggota komunitas dalam berbagai aspek, seperti pengetahuan, keterampilan, kepemimpinan, dan kolaborasi. Selain itu juga untuk menciptakan komunitas yang lebih mandiri, inovatif, dan mampu menghadapi tantangan dengan lebih baik.
Pada prosesnya, ada beberapa hal yang menjadi fokus dari kegiatan ini, antara lain yakni: Pertama, pengembangan program dan kegiatan, yakni usaha dalam merancang dan melaksanakan program atau kegiatan yang dapat membantu anggota komunitas untuk berkembang; kedua, peningkatan infrastruktur, yang merupakan proses dalam memperbaiki atau menyediakan fasilitas yang dibutuhkan oleh komunitas.
Ketiga, pendampingan dan mentorship, yaitu memberikan bimbingan dan pendampingan kepada anggota komunitas oleh individu yang lebih berpengalaman; keempat, kolaborasi dan networking, adalah membangun jaringan dan kolaborasi dengan komunitas lain atau institusi yang relevan; dan kelima, monitoring dan evaluasi, merupakan proses dalam melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap perkembangan komunitas untuk memastikan program yang dijalankan efektif.
Kegiatan ini diawali dengan adanya pengantar komunitas oleh Kholilulloh selaku Koordinator GUSDURian Mojokerto. Di sini ia mencoba untuk memperkenalkan GUSDURian berikut sebutan, arah gerakan, kode etik, visi misi GUSDURian Mojokerto, begitupun juga peran, program, dan riwayat pelaksanaan pendampingan komunitas GUSDURian dalam menangani berbagai isu keagamaan maupun kekerasan seksual di Mojokerto.
Penjabaran demikian bertujuan agar para peserta yang merupakan anggota lintas agama yang selama ini memenuhi undangan kegiatan bisa benar-benar memahami apa dan bagaimana jalan komunitas GUSDURian di Mojokerto. Karena sebagaimana yang sering kali terjadi, pria yang akrab disapa Ilul tersebut mengakui bahwa GUSDURian sering kali disebut sebagai kumpulan pecinta durian atau orang-orang yang menjual durian.
Kemudian, Kukun Triyoga mengambil alih acara dengan menjabarkan kegiatan rutin Forum 17-an yang biasa dilaksanakan di berbagai tempat. Ia menjelaskan, bahwa Forum 17-an merupakan ruang diskusi bebas yang membahas isu-isu terkini. Seperti halnya salah satu isu yang pernah dibahas bersama yakni tentang perizinan pembangunan kampus STIAA. Sekolah teologi ini tidak lain merupakan salah satu yang pernah mendapatkan pendampingan dari GUSDURian Mojokerto.
Setelahnya, kegiatan dilanjutkan dengan pembagian tempat acara Forum 17-an untuk setahun ke depan. Saat tengah pembagian penanggung jawab Forum 17-an, salah satu perwakilan komunitas PHDI pun merasa ragu akan layak tidaknya tempat mereka untuk dijadikan persinggahan diskusi. Lantas hal ini dijawab oleh Kukun bahwa Forum 17-an tidak pernah membebankan penanggung jawab untuk melakukan hal istimewa di luar kemampuan. Bahkan ia menceritakan pernah melaksanakan Forum 17-an di jalan. Maksudnya adalah, Forum 17-an tidak memerlukan kemewahan, apalagi hal tersebut memberatkan komunitas yang bertanggung jawab saat itu.
Acara upgrading komunitas pun ditutup dengan sharing gerakan GUSDURian oleh Zen dan Imam dari Koordinator Wilayah (Korwil) GUSDURian Jawa Timur. Melalui sesi tersebut, Zen memberikan pandangan bahwa banyak tantangan dan problematika yang dialami oleh GUSDURian selama ini, baik internal, maupun eksternal. Bahkan tak jarang GUSDURian dianggap sebagai ancaman oleh organisasi keagamaan tertentu karena disebut sebagai komunitas yang sesat.
Di sisi lain, Imam menambahkan bahwa banyak orang yang sering kali mencari kepentingan di GUSDURian, dan hanya menyumbang nama demi rekomendasi dan eksistensi. Sebagai penutup, ia pun mengatakan, “Janganlah mencari kepentingan di GUSDURian, namun bagaimana kamu membuat komunitas ini menjadi penting.”