JEMBER – Komunitas GUSDURian Jember menghadiri undangan BEM FKIP Universitas Jember (07/10/2024). Pertemuan ini dilakukan untuk mendiskusikan rencana BEM FKIP Universitas Jember untuk menyelenggarakan seminar dan FGD yang diagendakan dengan tajuk “Radikalisme Versus Moderasi: Mencintai Agama Tanpa Menghakimi Keyakinan Orang Lain”.
Dalam diskusi ini, Sofyan, Fandi, dan Ulfa, mewakili lembaganya menyatakan berniat bekerja sama dengan GUSDURian Jember untuk menghelat kegiatan ini. Selain ingin meminta penggerak GUSDURian Jember sebagai pemateri, lembaga tersebut meminta masukan desain kegiatan hingga mahasiswa minoritas agama yang akan dilibatkan dalam rangkaian kegiatan tersebut.
Sofyan, Presiden BEM FKIP Universitas Jember memaparkan, bahwa inisiatif menyelenggarakan seminar dan FGD dengan isu ini lahir karena mereka pernah mendapat pendampingan dari Bayu, mantan Koordinator Penggerak GUSDURian Jember di himpunan mahasiswa program studinya tahun lalu.
“Ada program kerja terkait diskusi lintas agama yang didampingi oleh Mas Bayu di HMPS. Alhamdulillah juga di Jember, waktu itu lagi merintis ya mas, bareng Mas Bayu. Di tahun ini saya jadi BEM, saya mau menggandeng GUSDURian,” paparnya.
Sofyan menambahkan, bahwa alasan mengajak GUSDURian Jember bekerja sama dalam kegiatan ini karena GUSDURian merupakan komunitas yang menjadi garda terdepan dalam mempromosikan toleransi beragama.
“Kami paham betul bahwa komunitas GUSDURian lah yang jadi garda terdepan sejauh ini hingga tingkatan nasional,” tambahnya.
Ulfa, mewakili panitia, menyatakan bahwa lembaganya tertarik menyelenggarakan seminar dan FGD dengan tema ini karena menurutnya, meski teman-temannya sebagian telah aktif dalam beragam forum belajar yang diselenggarakan prodi, universitas, BEM, namun diskusi dengan tema pluralisme dan toleransi masih belum banyak diselenggarakan di fakultasnya.
Menurut Ulfa, tema ini masih sangat relevan untuk disosialisasikan. “Masih penting disorot dan disosialisasikan. Walau mahasiswa harusnya sudah tuntas itu-ini, tapi mahasiswa tidak paham bagaimana menerapkan ajaran agamanya di tengah keragaman,” tuturnya.
Ulfa memaparkan, berdasarkan diskusi yang terselenggara hari tersebut, menurutnya lembaganya merencanakan menyebarkan kuesioner untuk mengidentifikasi pengalaman beragama mahasiswa minoritas. “Kemungkinan dari kami nanti juga akan menyebarkan kuesioner berkaitan dengan pengalaman yang mungkin menjadi bagian daripada minoritas itu dan bisa kami coba komunikasi nantinya,” tambahnya.
Menanggapi keinginan para orang muda ini, Mochammad Zaka Ardiansyah, penggerak GUSDURian Jember, mengapresiasi gagasan intelektual muda dari kampus umum yang memiliki gagasan untuk menyelenggarakan diskusi dengan isu moderasi beragama dan toleransi. Menurutnya, gagasan tersebut mengagumkan dan patut mendapat apresiasi.
“Bagus lho itu. Punya kesadaran mengangkat isu ini saja sudah luar biasa. Inisiatifnya kan dari kegelisahan teman-teman sendiri. Wah.. itu luar biasa,” paparnya sambil tertawa.
Mahmud Zain, Koordinator GUSDURian Jember menambahkan, bahwa moderasi beragama tak hanya menjadi fokus pemerintah melalui Kementerian Agama. “Karena itu menjadi isu nasional sekarang, melalui program Moderasi Beragama,” tuturnya.
Mochammad Zaka Ardiansyah, penggerak GUSDURian Jember mengomentari, karena inisiatif kegiatan ini berasal dari kegelisahan mahasiswa kampus umum sebagai representasi intelektual muda Gen Z.
Saras Dumasari, Penggerak GUSDURian Jember juga menyarankan agar dalam kegiatan tersebut, panitia dapat mendiskusikan kasus intoleransi yang pernah terjadi. “Pembelajaran skenario dari studi kasus,” paparnya.
Menanggapi masukan tersebut, Ulfa memaparkan, mereka mendapat inspirasi untuk melakukan kompilasi video praktik intoleransi sebagai media visual yang dapat diputar sebagai pemantik diskusi peserta.
“Mungkin nanti kami bisa membuat terkait kompilasi begitu, tentang kasus yang sesuai dengan tema yang akan kami angkat. Dan film itu juga bisa menjadi intro bagi mereka nantinya mengikuti diskusi dan FGD,” pungkasnya.