Ratusan Ulama Perempuan Gelar Doa Keselamatan Bangsa dan Serukan Maklumat Keadilan untuk Rakyat Indonesia

Ratusan peserta dari seluruh Indonesia menghadiri Doa Keselamatan Bangsa dan Maklumat Ulama Perempuan Indonesia yang diselenggarakan secara hybrid oleh Jaringan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) pada Rabu malam (3/9). Acara ini digelar sebagai bentuk keprihatinan pada kondisi bangsa yang dinilai semakin genting. Hal ini sekaligus menegaskan komitmen KUPI untuk menjaga bangsa melalui doa, seruan moral, dan gerakan keadilan sosial yang berakar pada nilai-nilai agama.

Acara dimulai dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an, menyanyikan Indonesia Raya, dan shalawat Musawah, dilanjutkan tausiah kebangsaan oleh Nyai Hj. Badriyah Fayumi (Ketua Majelis Musyawarah KUPI). Ditayangkan pula puisi yang menyentuh, kesaksian ulama perempuan dari berbagai daerah, pantauan akademisi dan media atas situasi terkini, serta doa dari pemuka berbagai agama di Indonesia.

Dalam tausiahnya, Badriyah Fayumi menekankan pentingnya pemangku kebijakan untuk mendengar aspirasi masyarakat. Dalam beberapa waktu belakangan, masyarakat disuguhi dengan berita-berita ketidakadilan, misalnya kenaikan tunjangan dan fasilitas bagi pejabat yang fantastis. Di sisi lain, masyarakat dihadapkan pada banyak persoalan seperti kenaikan pajak, meroketnya harga kebutuhan pokok, hingga minimnya lapangan kerja.

“Semua bentuk ketidakadilan, kesenjangan, ketidakpekaan, dan ketidakpatutan, terutama jika dilakukan oleh pemegang amanah kekuasaan, adalah bom waktu yang bisa merobohkan bangunan kebangsaan dan kemanusiaan,” ujarnya.

Badriyah juga menjelaskan bahwa mengoreksi kesalahan, ketidakadilan, dan ketidakpatutan adalah bagian dari panggilan iman. “Rasulullah menegaskan bahwa menyuarakan keadilan di hadapan pemegang amanah kekuasaan yang zalim adalah jihad tanpa pertumpahan darah, jihad tanpa kekerasan,” tegasnya.

Dalam acara ini, KUPI juga mengeluarkan maklumat dan seruan moral yang dikeluarkan sebagai bentuk kritik terhadap penyelenggara negara. Dalam maklumatnya, KUPI menegaskan bahwa kritik rakyat kepada penyelenggara negara adalah bentuk cinta, bukan ancaman, kebencian, atau pun permusuhan. Para pemegang amanah rakyat wajib mendengar dengan hati yang bening, pikiran yang jernih, dan jiwa yang terbuka, bukan dengan kecurigaan.

Ada tujuh poin yang disampaikan dalam maklumat dan seruan moral tersebut:

1.⁠ ⁠⁠Bela sungkawa mendalam atas jatuhnya korban jiwa dalam gelombang demonstrasi rakyat;
2.⁠ ⁠⁠Penolakan terhadap tindakan represif aparat yang mencederai demokrasi dan HAM;
3.⁠ ⁠Dukungan penuh atas aspirasi rakyat untuk transparansi, akuntabilitas, pembatalan kenaikan gaji pejabat, hingga pengesahan RUU Perampasan Aset;
4.⁠ ⁠Penolakan segala bentuk korupsi, kolusi, nepotisme, serta penyalahgunaan kekuasaan;
5.⁠ ⁠Tuntutan langkah strategis penyelenggara negara untuk memulihkan kepercayaan rakyat dan melindungi kelompok rentan;
6.⁠ ⁠Ajakan kepada seluruh komponen masyarakat untuk saling menjaga, mendukung, dan mendoakan keselamatan bersama;
7.⁠ ⁠Seruan kepada ulama perempuan KUPI untuk terus menyuarakan kebenaran, keadilan, dan kemaslahatan berdasarkan prinsip kesalingan (mubadalah) antara pemerintah dan rakyat, dengan cara yang baik (makruf), demi terwujudnya demokrasi yang berkeadilan hakiki.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *