MAKASSAR – Pojok GUSDURian Kampus Kembali hadir dengan diskusi public bertajuk “ Dari konsumsi ke konservasi: Tantangan Gaya Hidup Ramah Lingkungan Bagi Gen Z” pada Kamis, 25 September 2025.
Kegiatan yang digelar di Kampus UIN Alauddin Makassar ini merupakan hasil kolaborasi antara Komunitas GUSDURian Makassar dengan HMPS Studi Agama Agama UIN Alauddin Makassar. Diskusi ini menghadirkan Penggerak GUSDURian Makassar, Ketua Bidang Hikmah PC IMM Gowa, serta Perempuan AMAN Sulsel sebagai narasumber.
Diskusi ini membongkar paradoks Generasi Z sebagai generasi yang paling sadar isu lingkungan namun juga paling konsumtif. Dari fenomena fast fashion, budaya food delivery, hingga jejak karbon digital, gaya hidup Gen Z sering kali kontradiktif dengan kepedulian ekologis yang mereka suarakan.
Ketua Bidang Hikmah PC IMM Gowa Sahril Sidik mengatakan bahwa membedakan kebutuhan dan keinginan merupakan aksi individual untuk melawan Krisis Global terutama persoalan sampah. Hal ini masih menjadi tantangan bagi Generasi Z karena adanya tekanan tren.
“Tekanan tren di media sosial sangat memengaruhi konsumsi dari Generasi Z sehingga mereka tidak mampu membedakan kebutuhan dan keinginan,” ungkapnya.
Narasumber lain, Pratiwi dari Perempuan AMAN Sulsel juga menambahkan tentang perlunya aksi kolektif dan individu untuk saling bersinergi satu sama lain. “Aksi individu dan aksi kolektif merupakan satu kesatuan. Aksi kolektif adalah kunci dominasi daya tekan, sedangkan aksi individu merupakan pondasi kesadaran yang memicu aksi bersama yang masif,” paparnya.
Sementara itu, Danu dari Penggerak Muda GUSDURian Makassar menekankan bahwa penting juga untuk membatasi atau menghentikan penggunaan plastik. “Setiap orang mempunyai cara masing-masing untuk memitigasi krisis iklim, salah satunya adalah dengan cara mengurangi penggunaan sampah plastik yang berakibat pada perusakan lingkungan.”
Diskusi ini dihadiri oleh mahasiswa yang berlatar belakang organisasi yang berbeda. Mereka diajak untuk membangun kesadaran individu dan kolektif bahwasanya kampus tidak boleh hanya menjadi ruang konsumsi pengetahuan, tetapi juga arena advokasi ekologis. Salah satu peserta juga menyempatkan untuk menyampaikan antusiasmenya.
“Semoga kegiatan diskusi seperti ini terus berlanjut agar mahasiswa tidak hanya menjadi konsumen wacana, tetapi juga menjadi agen perubahan sosial yang peduli terhadap lingkungan.”









