KEDIRI – Semangat kemanusiaan kembali menggema dari Rumah Kemanusiaan GUSDURian Mojokutho Pare, Kediri. Pasalnya puluhan siswa Kampung Inggris belajar nilai-nilai kemanusiaan di sana.
Sebanyak 21 siswa dari Kampung Inggris yang tergabung dalam Peace Course, datang langsung untuk belajar nilai-nilai kemanusiaan yang selama ini diajarkan oleh Gus Dur -memanusiakan manusia, tanpa sekat dan syarat.
Kunjungan ini dipimpin oleh Fatwa Rahman, selaku ketua kelompok. Attar (sapaannya) menuturkan, kehadiran mereka di Rumah Kemanusiaan bukan bagian dari program besar atau agenda lembaga tertentu.
Semuanya lahir dari inisiatif pribadi dan panggilan hati. Mereka bahkan mengaku tidak mendapatkan dukungan, sponsor atau pendanaan dari pihak mana pun.
“Kami awalnya hanya ingin mencari panti untuk berbagi, niatnya sederhana, ingin berbagi kebahagiaan. Kami tahu tempat ini dari jalan dan cerita teman, tapi yang terpenting, semua berangkat dari hati,” papar Fatwa, Sabtu (29/11/2025).
Di Rumah Kemanusiaan GUSDURian, para siswa disambut oleh para penghuni yang akrab disapa opah-opah dan omah-omah. Pertemuan berlangsung penuh kehangatan dan cerita hidup yang menggugah.
Salah satu kisah membekas datang dari seorang kakek asal Palembang, yang mengaku telah lama hidup terlunta-lunta, berkeliling Indonesia, hingga akhirnya menemukan tempat bernaung di Rumah Kemanusiaan setelah seluruh keluarganya meninggal dunia.
Pengalaman tersebut meninggalkan kesan mendalam bagi para peserta, termasuk Attar. Sejak awal keberangkatan, sejumlah siswa bahkan mengaku sudah terbawa perasaan haru. Saat tiba dan berbincang emosi itu pun tercurahkan.
“Berinteraksi secara langsung dengan para penghuni, perasaan itu berubah menjadi refleksi mendalam tentang arti hidup, empati, dan kemanusiaan,” kata dia.
Lebih lanjut, pihaknya menjelaskan, kegiatan ini dilandasi oleh pemikiran besar Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Presiden RI ke-4 yang menempatkan manusia sebagai pusat nilai, bukan latar belakang, agama, suku, ataupun status sosial.
Prinsip itulah yang memantik semangat para siswa untuk datang dan belajar langsung di tempat di mana nilai-nilai itu benar-benar dipraktikkan.

“Di sini kami belajar bahwa semua manusia sama. Tidak ada perbedaan. Nilai-nilai Gus Dur benar-benar diterapkan, dan itu yang menggerakkan kami untuk datang,” lanjutnya.
Mereka berharap, Rumah Kemanusiaan GUSDURian bisa mendapat perhatian lebih dari berbagai pihak, termasuk pemerintah setempat, terutama terkait kondisi bangunan dan keberlanjutan program sosial yang dijalankan.
Walau ini merupakan kunjungan perdana, Attar memastikan, gerakan ini tidak akan berhenti sampai di sini. Ke depan, mereka berkomitmen untuk kembali berkunjung, baik ke Rumah Kemanusiaan GUSDURian maupun ke lokasi-lokasi kemanusiaan lainnya, dengan tetap mengedepankan prinsip musyawarah dan kepedulian tulus.
“Kami akan lanjutkan, entah ke sini lagi atau ke tempat lain. Semua tetap dari hati, menyesuaikan kondisi, dan selalu bersama teman-teman,” terangnya.
Sementara itu, Koordinator GUSDURian Mojokutho Pare sekaligus Founder Sanggar Lansia (Rumah Kemanusiaan), Anugerah Yunianto menghaturkan terima kasih kepada siswa Kampung Inggris Pare yang masih peduli dengan kasih kepada lansia.
“Gerakan kemanusiaan tidak selalu harus besar dan mewah. Terkadang, justru langkah kecil yang dilakukan dengan tulus mampu menghadirkan perubahan besar, baik bagi yang memberi maupun yang menerima,” pungkas Antok Mbeler (sapaannya).









