Pernyataan Sikap Jaringan GUSDURian
Pada Sabtu, 1 Oktober 2022, publik dikejutkan dengan peristiwa chaos yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang. Peristiwa itu terjadi sesaat setelah pertandingan Liga 1 antara Arema Malang vs Persebaya Surabaya usai.
Pada 2 Oktober 2022 dini hari, muncul berbagai kabar yang menyebutkan adanya korban jiwa dalam peristiwa tersebut. Hingga Minggu malam, angka resmi menyebut 125 orang meninggal dunia.
Dengan jumlah korban sebanyak ini Tragedi Kanjuruhan menjadi tragedi terbesar kedua dalam sejarah sepak bola dunia.
Hal ini tentu menjadi pertanyaan mengingat tidak ada potensi bentrok antarsuporter karena hanya pendukung Arema yang diperbolehkan masuk ke stadion. Berbagai spekulasi pun muncul, salah satunya mengenai penyebab meninggalnya ratusan korban adalah sesak napas akibat gas air mata yang ditembakkan aparat kepolisian ke kerumunan penonton di berbagai titik. Sementara FIFA melalui FIFA Stadium Safety and Security Regulations dengan tegas melarang penggunaan gas air mata untuk mengendalikan massa. Pada pasal 19 b) tertulis, “No firearms or ‘crowd control gas’ shall be carried or used“.
Tragedi paling dahsyat yakni di Estadio Nacional, Peru, pada tahun 1964 juga terjadi karena penembakan gas air mata di dalam stadion.
Dari berbagai sumber juga didapat informasi bahwa kepolisian setempat dan panitia pelaksana sudah meminta untuk mengubah jadwal pertandingan menjadi sore hari, namun permintaan ini ditolak PT Liga Indonesia Baru sebagai penyelenggara kompetisi.
Diinformasikan pula bahwa panitia mencetak tiket melebihi kapasitas tempat duduk di stadion.
Oleh karena itu Jaringan GUSDURian menyatakan sikap sebagai berikut:
Pertama, berduka cita kepada korban dan keluarganya atas tragedi kemanusiaan yang terjadi.
Kedua, mengecam dan menyesalkan tindakan aparat yang represif dan menembakkan gas air mata ke tribun penonton. Diduga ratusan korban meninggal dunia karena tindakan tersebut. Kepolisian harus melakukan evaluasi total terhadap protap keamanan pertandingan sepak bola.
Ketiga, meminta Pemerintah Indonesia untuk mengusut tuntas tragedi kemanusiaan ini dengan membentuk tim investigasi independen dan menghukum siapa pun yang bersalah.
Keempat, meminta Komnas HAM untuk mengusut dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan aparat dalam penanganan keamanan di stadion.
Kelima, mendesak PSSI untuk membekukan segala aktivitas sepak bola sampai ada evaluasi yang menyeluruh terhadap penyelenggaraan pertandingan sepak bola.
Keenam, mengimbau kepada masyarakat untuk memperkuat solidaritas dan melawan segala bentuk fanatisme buta. Tidak ada sepak bola yang lebih berharga daripada nyawa.
Alissa Wahid
Direktur Jaringan GUSDURian Indonesia