Potret Filantropi di Tengah Pandemi Covid-19

Filantropi yang diyakini berasal dari bahasa Yunani berupa philein (cinta), dan anthropos (manusia) teraplikasikan berupa tindakan seseorang yang mencintai sesama manusia serta nilai kemanusiaan, sehingga dengan sukarela menyumbangkan waktu, tenaga maupun uangnya untuk menolong orang lain (Sulek, 2010: 386).

Makna filantropi sendiri lebih mendekati pada charity berasal dari bahasa Latin (caritas), yang artinya cinta tak bersyarat (unconditioned love). Namun, sebenarnya terdapat perbedaan antara kedua istilah tersebut, charity lebih cenderung bersifat pemberian jangka pendek, sedangkan filantropi lebih bersifat pemberian jangka panjang (Anheier dan List, 2005: 196, Anderson, 2007: 26).

Persamaan arti filantropi dalam bahasa Arab dapat kita persamakan dengan mengambil kalimat al-‘atha al-ijtima’i (pemberian sosial), al-takafulal-insani (solidaritas kemanusiaan), ‘ata al- khayri artinya (pemberian untuk kebaikan). Praktik filantropi di Indonesia sendiri di tengah kondisi perekonomian yang terpuruk menunjukkan antusiasme yang sangat tinggi.

Filantropi juga diartikan sebagai sebuah sumbangan dalam bentuk materi maupun nonmateri untuk mendukung sebuah kegiatan yang bersifat sosial tanpa adanya balas jasa bagi pemberinya. Definisi di atas menunjukkan bahwa tujuan utama yang mendasari setiap definisi filantropi adalah cinta atas dasar kemanusiaan yang diwujudkan dalam bentuk solidaritas antarsesama manusia.

Melihat kondisi yang menimpa semua kalangan saat ini, baik dari yang ekonomi lemah maupun kuat, dampak yang ditimbulkan oleh pandemi virus Corona atau yang kemudian diistilahkan dengan sebutan Covid-19 telah meluluhlantakkan sendi perekonomian dari segala penjuru.

Kegiatan filantropi saat ini terfokuskan dalam bentuk karitas yang telah banyak dilakukan oleh berbagai kalangan, baik individu, kelompok kemasyarakatan, hingga pemerintahan. Filantropi jangka pendek atau karitas lebih diutamakan dalam pemenuhan kebutuhan kondisi saat ini.

Berbagai bentuk kreativitas filantropi dari masyarakat luas mengalir bagai aliran sungai yang deras, baik dalam bentuk barang kebutuhan harian, hingga barang kebutuhan siap saji. Aksi galang bantuan untuk masyarakat yang membutuhkan mendapat antusiasme dari banyak pihak, tujuan mereka satu membantu masyarakat yang sangat membutuhkan agar terpenuhi kebutuhan dasar mereka.

Secara praktis kegiatan filantropi telah menjadi bagian kehidupan bermasyarakat yang tak terpisahkan di Indonesia. Pada dasarnya konsep filantropi sendiri berhubungan erat dengan rasa kepedulian, solidaritas sosial antara orang kaya dan orang miskin, antara yang beruntung dan yang tidak beruntung, dan antara si kuat dan si lemah.

Kegiatan derma itu sendiri merupakan upaya bagaimana dapat meringankan beban kehidupan masyarakat yang sangat membutuhkan tidak berpenghasilan tetap dan rentan dengan kehilangan pendapatan, salah satu manfaat derma supaya memperoleh penghasilan dalam memenuhi kebutuhan kehidupanya sehari-hari.

Kemiskinan dapat diartikan sebagai ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan hariannya untuk menjalani kehidupan sehari-hari yang berupa, jiwa, pendidikan, kesehatan, dan harta, biasanya disebabkan oleh beberapa hal seperti alat untuk pemenuhan kebutuan dasarnya atau bisa juga dikarenakan kesulitan dalam akses pendidikan.

Garis kemiskinan yang ditentukan dengan ekonomi biasanya ditentukan oleh pemerintah melalui garis batas penetapan kemiskinan, sebab itulah tingkat kesejahteraan masyarakat ditentukan oleh kebijakan ekonomi pemerintah karena faktor kegagalan perkembangan ekonomi yang telah direncakan oleh pemerintah.

Rakyat miskin yang sejatinya menjadi tanggungan negara pada kenyatannya masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki, oleh karena keikutsertaan masyarakat dalam bentuk karitas begitu sangat membantu di sela-sela melambatnya turunnya bantuan negara terhadap rakyat yang begitu lemah, ditambah lagi dengan kondisi ekonomi yang sedang porak-poranda. Gotong-royong untuk membantu yang lemah terhadap sesama selayaknya telah tepat dilakukan.

Kedermawanan masyarakat maupun perusahaan di tengah kondisi pandemi Covid-19 dalam menyalurkan donasinya sangat banyak. Indonesia yang mayoritas muslim mempunyai potensi yang sangat besar dalam meningkatkan donasi baik dari zakat, infak, maupun sedekahnya melalui lembaga filantropi yang telah aktif memberikan bantuan caritas kepada kaum dhuafa.

Peluang peningkatan pandapatan dana filantropi dari masyarakat sangat luas, hal ini dikarenakan bersamaan dengan bulan suci Ramadan sebagai hari suci bagi umat muslim untuk menjalankan ibadah puasanya juga bahwa bulan Ramadan adalah bulan yang sangat mulia untuk menjalankan segala amal ibadah selain menjalankan puasanya. Keagungan bulan Ramadan diyakini penuh dengan kerahmatan bagi umat muslim, karenanya mereka akan berbondong-bondong menyedekahkan sebagian harta yang mereka miliki.

Sifat guyub kegotongroyongan rakyat Indonesia di tengah merebaknya pandemi wabah Covid-19, tanpa adanya paksaan dari pihak manapun dipastikan akan dengan senang hati dan suka rela mendonasikan sebagian harta yang dimiliki untuk memanfaatkan kesempatan ini dalam menolong sesama, ditambah lagi telah masuknya bulan suci Ramadan, tentu semakin meningkatkan solidaritas dan niatnya untuk melakukan sedekah, selain itu juga sangat dianjurkan dalam keyakinan umat muslim bahwa sedekah di bulan suci merupakan keutamaan tersendiri bagi umatnya.

Apalagi di tengah merebaknya wabah Covid-19 saat ini. Tanpa dipaksa pun, rakyat Indonesia akan dengan senang hati menyambut kesempatan baik untuk menolong sesama. Namun masalahnya bukan soal kepedulian rakyat atau filantropis masyarakat, kita butuh satu komando negara untuk mengatasi wabah ini secara tuntas.

Era digitalisasi merupakan sebuah kemudahan dalam segala informasi maupun yang lainnya, tantangan yang perlu dihadapi oleh lembaga filantropi adalah bagaimana membuat terobosan baru dalam menarik minat agar masyarakat luas ikut andil berlomba melakukan amal kebajikan dengan memberikan dana derma sosialnya untuk membantu masyarakat lemah yang semakin meningkat di tengah pandemi Covid-19.

Saat kondisi yang serba sulit seperti ini, aksi filantropi sangat berarti bagi penerimanya. Selain kebutuhan bahan dasar sekunder harian di masa pandemi Covid-19 kebutuhan pokok berupa masker dan alat sanitasi menjadi sangat berarti karena merupakan bagian dari komoditas yang sangat dibutuhkan hampir seluruh masyarakat luas.

Rasa solidaritas kefilantropian yang dimiliki rakyat Indonesia cukup tinggi dalam bergotong-royong membantu sesama dantelah terbukti dari berbagai kejadian seperti bencana alam. Misalnya, masyarakat saling bahu-membahu ingin meringankan beban yang dirasakan saudaranya yang sedang membutuhkan pertolongan baik dalam bentuk swadaya individu maupun kelompok, mereka bergerak mencari sekaligus menyalurkan kepada yang membutuhkan.

Pandemi Corona yang terjadi saat ini mengingatkan pada sebuah buku yang berjudul Faith and the State: A History of Islamic Philanthropy in Indonesia (Leiden-Boston: Brill, 2013) karya seorang philanthropi yang saat ini sebagai salah satu penggagas berdirinya The Sosial Trust Fund UIN Jakarta. Dalam buku itu dijelaskan di mana saat pemerintah (negara) lemah, maka filantropi (Islam) menguat, begitu pun sebaliknya.

Berkaca pada saat ini seolah negara dibuat kalang kabut dengan kondisi ekonomi masyarakat yang terancam, bermunculan jiwa-jiwa filantropi masyarakat saling bahu membahu dalam menanggulangi berbagai bencana maupun pandemi Covid-19, mereka dengan senang hati dan rela membagikan sebagian dari harta, waktu, dan daya upaya dalam rangka menolong masyarakat luas.

Sumber: nu.or.id

Dosen FAI Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) Jakarta.