Pasti, pasti banget kita pernah dapat peringatan untuk menjauhi suatu event, pengajian, atau buku-buku tertentu karena dianggap menyebarkan virus sekuler dan liberal dan itu sangat berbahaya bagi keimanan kita. Sebelum menghakimi rapuhnya iman orang lain, tau nggak Islam liberal dan Islam sekuler itu apa? Ya enggak tau, pokoknya katanya sesat dan jangan dekat-dekat. Iya, biasanya informasinya hanya sebatas itu.
Oke sekarang kita urai satu-satu, liberal berarti sebuah pandangan yang menganggap bahwa setiap individu itu bebas dalam berpikir. Ada sebuah miskonsepsi bahwa liberalisme berarti bebas sebebas-bebasnya yang membuat liberalisme dianggap membahayakan peraturan Islam. Padahal tujuan dari kebebasan berpikir ini adalah agar kita sebagai manusia bisa menemukan kebenaran dan menyelesaikan persoalan, masih selaras dengan tujuan adanya Islam di muka bumi ini.
Sejak zaman klasik perdebatan tentang mana yeng lebih utama perihal wahyu dan akal terus bergulir. Padahal kita memahami wahyu ya menggunakan akal. Coba saja lihat kerusakan yang ditimbulkan orang-orang yang menggunakan ayat tanpa ilmu, membuat permusuhan bahkan pembunuhan. Makna liberal dalam Islam liberal bukanlah mengaplikasikan ajaran Islam sebebas-bebasnya tetapi menghayati makna dan substansi dari spiritualisme sendiri, merepresi pemikiran sama saja dengan melawan fitrah manusia berakal dan juga akan kontra dengan ratusan ayat al-Qur’an yang memerintah kita untuk berpikir, merenung, dan mengambil pelajaran. Ada begitu banyak ayat-ayat yang mendukung manusia berpikir dalam bentuk perintah, sindiran, kisah, dan perumpamaan.
Justru untuk memahami wahyu, dibutuhkan akal dan kecerdasan yang matang. Tapi tentu saja tuduhan liberal dan segala macam ini bukan hanya terjadi di masa modern seperti sekarang. Tokoh-tokoh seperti Al-Ghazali, Al-Farabi, dan Ibnu Rusyd yang karyanya masih kita kaji hingga sekarang adalah beberapa figur cendekiawan muslim yang dicap liberal pada masanya.
Anti-liberalisme ini sebenarnya perlu penjelasan lebih spesifik. Sesat apa? Bahaya apa? Tapi yang selalu terdengar hanya gaung-gaung kosong penuh ancaman. Kita, muslim, terutama di negeri ini sangat membutuhkan intelektual muslim yang bisa memahami wahyu dengan akal cemerlang. Sudah jenuh dengan dakwah yang misuh-misuh atau terasa damai padahal meretakkan kebersamaan.
Sekarang kita harus bahas tentang sekuler. Apa itu sekulerisme? Sekuler adalah ideologi yang menganggap bahwa politik atau badan negara dan agama harus dipisah. Lalu kita emosi: Oh ini tidak bisa! Islam adalah agama yang diridhoi Allah! Jalan hidup yang harus dijalani semua muslim, bahkan kalau perlu non-muslim harus kita paksa mengikuti gaya hidup islami.
Oke napas dulu. Tujuan sekularisme sendiri adalah menentukan kebijakan berdasarkan kebutuhan manusia dan perdamaian secara umum alias mengutamakan kemaslahatan umum. Sama sekali tidak menyalahi kaidah usul fiqh (dasar-dasar yang diambil untuk menentukan suatu hukum Islam) yang menyatakan bahwa jika ada dua keputusan dan harus mengambil salah satu, maka wajib mengambil keputusan yang lebih maslahat meskipun “agak” melanggar aturan agama. Karena agama itu esensinya untuk maslahat, untuk kemanusiaan. Ketika esensi agama sudah bergeser ke arah yang cenderung tidak maslahat, harus ditarik kembali ke arah kemanusiaan.
Misalnya, kasus aborsi, kasus alot dan panjang, menjadi perdebatan secara etika Islam dan Kristen di berbagai negara. Sisi agama dianggap menginginkan setiap bayi tidak boleh digugurkan kecuali alasan syar’i. Sedangkan sisi sekuler akan melihat dunia ini menjadi semakin kompleks untuk hanya dilihat dari sisi syar’i saja. Ilmu kedokteran, kejiwaan, dan teknologi yang jauh lebih maju dari 2000 tahun yang lalu tentu saja dijadikan pertimbangan juga, sehingga hukum aborsi harus dipertimbangkan kasus per kasus.
Tentu saja sekulerisme ini tidak bisa berdiri sendiri karena agama sudah menjadi bagian dari hidup manusia sejak manusia pertama. Tapi sadarkah kita, apa pun keputusan yang melindungi hak manusia adalah keputusan yang islami. Dan sadarkah kita, keputusan “islami” sering kali hanya kedok dari ego penyampaianya sendiri, entah itu ustad atau lembaga yang berwenang yang menyampaikan fatwa.
Jadi, bahayakah liberalisme dan sekulerisme dalam Islam? Tidak sama sekali. Yang bahaya itu kebodohan kita yang bahkan di zaman informasi serba mudah, makna liberal dan sekuler saja tidak paham tapi suka menakut-nakuti orang.
Sumber: islami.co