Indonesia hari ini masih diwarnai berbagai peristiwa diskriminasi, intoleran, sederet ujaran kebencian atas nama agama, persekusi berujung kekerasan, pelarangan kegiatan beragama dan sebagainya. Atas nama agama semua hal tersebut masih terus terjadi.
“Belajar perdamaian dari Gus Dur adalah tujuan orang muda mengikuti Peace Train ke-14 yang kali ini digelar di Jombang. Ini berangkat dari kasus intoleransi, diskriminasi, dan persekusi terhadap agama dan kepercayaan minoritas yang terus terjadi dan para pelakunya banyak dari orang muda,” terang Pdt. Frangky Tampubolon, Direktur Eksekutif Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP).
Frangky merujuk pada kasus-kasus teranyar, seperti perusakan Wale Paliusan, tempat menjalankan ritual komunitas penghayat Lalang Rondor Malesung (LAROMA) di Minahasa Selatan pada 21 dan 22 Juni lalu.
Salah satu inisiator Peace Train Indonesia ini juga sangat menyesalkan penghancuran dan pembakaran 6 rumah milik umat Buddha di dusun Ganjar, Mareje, Lombok Barat, yang terjadi pada malam 3 Mei dalam suasana Idul Fitri 2022 ini. 13 kendaraan bermotor hancur. 19 rumah rusak ringan dan ratusan umat Buddha yang terdiri dari perempuan dan anak-anak harus lari menyelamatkan diri. Tahun 2021, terjadi penyerangan dan perusakan masjid Ahmadiyah di Balai Harapan, Sintang, Kalimantan Barat oleh ratusan massa yang mayoritas adalah orang muda.
Perjalanan Meneladani Gus Dur
ICRP sebagai lembaga perdamaian di Indonesia yang didirikan Gus Dur bersama tokoh-tokoh agama sedang merayakan 22 tahun berdirinya. Melalui kesempatan ini ICRP bersama mitra berkolaborasi melaksanakan edisi khusus Peace Train Indonesia ke-14 (PTI). Sejak awalnya PTI hadir menjadi ruang khusus perjumpaan kaum muda untuk saling berbagi, berdialog, dan bekerja sama dalam rangka mengenal satu sama lain guna mengikis prasangka, prejudis, dan sikap buruk lainnya yang terkait dengan relasi antarumat beragama, demikian diungkapkan oleh Romo Johannes Hariyanto, Sekertaris Umum Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP).
Ia juga menegaskan bahwa Indonesia sendiri bukan sesuatu yang secara definitif sudah jadi. Gus Dur adalah sosok tokoh bangsa yang selalu berusaha meng-Indonesia. Sebuah upaya aktif dan teladan dari Gus Dur banyak diingat sahabat dan mereka yang mengupayakan Indonesia yang damai. Kesempatan melalui ziarah sekaligus belajar perdamaian dari Gus Dur dan kota kelahirannya menegaskan bahwa kaum muda harus berani mengembalikan semangat Gus Dur demi Indonesia yang lebih damai.
Mewujudkan Perdamaian dengan Perjalanan Bersama
Sekretaris Jenderal Dewan Masjid Indonesia (DMI) Imam Addaruqutni sebagai sahabat Gus Dur sekaligus juga pendiri ICRP juga menambahkan bahwa masalah perdamaian bila tidak dikelola bisa menjadi awal dari malapetaka sosial (social calamity).
“Kemudian dalam konteks kehidupan sosial akan terjadi truth claim, di mana kebenaran yang diyakininya dibarengi dengan absolutism claim dengan menganggap bahwa dia sendirilah yang paling benar dari semuanya,” ujar Imam.
Bagi Imam, bisa jadi semua unpeacefulness atau ketidakdamaian, konflik, clash, perang, dan sebagainya disebabkan oleh faktor tunggal atau berbagai faktor yang paralel. Dengan demikian usaha untuk mewujudkan perdamaian atau kedamaian Peace or Peacefulness mungkin harus belajar dari kita mulai ke luar rumah seorang diri,
“Dengan Peace Train Indonesia, para pemuda akan bersama mewujudkan perdamaian lalu menempuh jalan untuk bergabung dengan berbagai keramaian di dalamnya, dengan tetap mengendalikan diri secara kreatif tanpa mau menjadi faktor trouble maker, untuk kemudian sampai tujuan atau destination,” tambah Imam.
Sebagai alumnus Peace Train Indonesia ke-12 dengan rute Jakarta-Temanggung, Tri Natalia Urada, Ketua Pengurus Pusat PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia), berbagi pengalamannya dalam mengikuti kegiatan Peace Train Indonesia.
“Kegiatan seperti ini menjadi ruang jumpa dan ruang belajar secara langsung yang harus terus ada. Karena dengan adanya perjumpaan secara langsung dengan orang-orang yang mempunyai keyakinan atau agama berbeda dapat saling mengetahui, memahami, mengenal satu sama lain dan lebih dekat,” terang Tri.
Papua Mengenang Gus Dur dengan Ziarah Perdamaian di Makam Gus Dur
Ketua Dewan Adat Papua Wilayah III Doberay Papua Barat, Mananwir Paul Finsen Mayor yang juga merupakan alumnus Peace Train Indonesia ke-1 ke Semarang, memberi semangat terhadap perwakilan peserta dari Papua yang mengikuti Peace Train Indonesia ke-14 Jombang.
Menurutnya kehadiran teman dari Papua dalam Peace Train Jombang merupakan hal yang sangat penting karena Gus Dur tidak bisa dipisahkan dari Papua. Ia ada di dalam hati semua masyarakat Papua.
“Gus Dur adalah tokoh yang memberikan ruang demokrasi bagi masyarakat Papua untuk mengekspresikan identitasnya. Kehadiran peserta Papua mengikuti ziarah perdamaian pemuda lintas iman ke makam Gus Dur, menjadi bukti rindu kami terhadap bapak Pluralisme Indonesia: Gus Dur,” ungkap Paul Finsen Mayor.
Dengan Peace Train Indonesia ke Jombang, Paul Finsen Mayor juga berharap semangat pluralisme bangsa ini dirawat, ditumbuhkembangkan, dan dibangkitkan. Pluralisme mendatangkan kedamaian hidup berdampingan sebagai bangsa yang majemuk guna mewujudkan cita-cita bersama.
Vinsentius Arti Permata, Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Cendrawasih sebagai perwakilan peserta PTI ke-14 dari Papua, mengungkapkan rasa bangga dan harunya bisa mengikuti perjalanan ke Jombang dan ziarah mengenang Gus Dur.
Bagi Vinsen dan seluruh masyarakat Papua, Gus Dur adalah tokoh yang begitu dekat dengan Papua, “Karena Gus Dur, kami bangga menjadi orang Papua. Gus Dur selalu berusaha keras mengembalikan harkat dan martabat masyarakat Papua, mengembalikan nama Papua, dan mengizinkan bendera Bintang Kejora berkibar,” ungkap Vinsen.
Gus Dur adalah adalah satu-satunya presiden Indonesia yang secara terbuka mengakui kembali masyarakat Papua sebagai bangsa. Dengan perjalanan PTI Jakarta-Jombang ini, Vinsen berharap dapat merasakan kehadiran Gus Dur yang sangat ia rindukan.
Belajar Perdamaian dari (Kota Kelahiran) Gus Dur
Kali ini sebanyak 50 kaum muda menjadi peserta Peace Train Indonesia (PTI) ke-14 Jombang. Kelima puluh peserta PTI Jombang merupakan kaum muda yang dengan sengaja melakukan perjalanan ke Jombang dengan harapan bisa menjumpai semangat dari keteladanan Gus Dur.
PTI ke-14 dihelat mulai hari Kamis hingga Minggu, 28-31 Juli 2022, dari Jakarta menuju Jombang, Jawa Timur. Ahmad Nurcholish, Direktur Program ICRP sekaligus penggagas kegiatan Peace Train Indonesia menambahkan, Jombang menjadi kota tujuan karena di Jombang kita bisa mengenang dan meneladani Gus Dur sebagai negarawan sejati Indonesia.
“Kita ingin belajar di sana bagaimana merawat keragaman dan perdamaian sekaligus mengetahui segala tantangan dan hambatan terkait dengan upaya mewujudkan toleransi dan perdamaian di kota tersebut,” tandas lelaki yang biasa disapa Cak Nur ini.
50 peserta tersebut berasal dari berbagai kota di Indonesia yaitu Padang, Semarang, Yogyakarta, Madura, Cilacap, Jakarta, Tangerang, Solo, Surabaya, Papua, Pontianak, dengan ragam latar agama Islam, Katolik, Kristen, Orthodox, Baha’i, Sikh, dan Buddha.
Acara pelepasan rombongan PTI ke-14 dilaksanakan pada Kamis, 28 Juni 2022, pukul 15.30 WIB di ruang VIP Stasiun Senen, Jakarta Pusat dengan mematuhi protokol kesehatan yang ketat.
Hadir dalam pelepasan tersebut antara lain Sekretaris Umum ICRP Romo Johanes Hariyanto, Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Raja Juli Anton, Program Manager YBAW (Yayasan Bani Abdurrahman Wahid) Suraji, Direktur ICRP Pdt. Frangky Tampubolon, dan alumni kegiatan PTI.
Helatan PTI ke-14 ini ICRP bekerja sama dengan Gereja Kristen Indonesia (GKI), Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Jaringan GUSDURian, Analisis Papua Strategis, JIAD (Jaringan Isam Anti-Diskriminasi) Jawa timur, Wisata Kreatif Jakarta, Belanusa, Demokasi.id, dan Sejuk.
“Semua peserta dipastikan akan mematuhi protokol kesehatan dan telah mendapatkan vaksin 1-3, mengingat pandemi Covid-19 masih hadir di sekitar kita. Kami juga yakin PTI bisa menjadi ruang belajar bersama dan jalinan persahabatan di antara orang muda lintas iman dan budaya,” imbuh Isa Oktaviani, koordinator PTI-14 kali ini.
Peace Train Indonesia adalah program traveling lintas iman/agama dengan menggunakan moda kereta api, menuju ke satu kota yang telah ditentukan. Di kota tujuan peserta akan mengunjungi komunitas agama-agama, komunitas penggerak perdamaian, rumah-rumah ibadah, dan tokoh-tokoh yang dianggap sebagai aktor penting toleransi dan perdamaian antaragama. Mereka juga akan berproses untuk saling belajar, berbagi cerita, berdialog, bekerja sama, mengelola perbedaan, berkampanye, dan menuliskan pengalaman perjumpaan dalam semangat kebersamaan dan persaudaraan.
PTI digagas oleh 4 orang anak bangsa, yakni Pdt. Frangky Tampubolon, Anick HT yang selama ini dikenal sebagai aktivis Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB), Ahmad Nurcholish, dan Destya Nawris penganut agama Baha’i yang aktif dalam gerekan lintas iman, pendidikan anak, dan kesetaraan gender.
Secara rinci, PTI yang sudah dilaksanakan sejak tahun 2017 ini sudah berkunjung ke berbagai kota, yakni: PTI 1 Jakarta-Semarang (15-17 September 2017), PTI 2 Jakarta-Surabaya (3-5 November 2017), PTI 3 Jakarta-Yogyakarta (26-28 Januari 2018), PTI 4 Jakarta-Bandung (23-25 Maret 2018), PTI 5 Jakarta-Wonosobo (25-27 Mei 2018), PTI 6 Jakarta-Malang (24-26 Agustus 2018), PTI 7 Jakarta-Banten (24-26 Agustus 2018), PTI 8 Jakarta-Bogor (27-28 Oktober 2018), PTI 9 Jakarta-Madura (16-20 Oktober 2019), PTI 10 Jakarta-Cirebon (24-26 Januari 2020, PTI 11 Jakarta-Temanggung (24-26 Januari 2021), PTI 12 Jakarta-Salatiga (22-25 April 2021), dan Peace Train 13 Virtual Goes to Spanyol (20 April 2022).