GUSDURian Peduli Bahas Kerja-Kerja Kemanusiaan dan Relawan Daerah di TUNAS 2022

Strategi Penguatan GUSDURian Peduli adalah salah satu kelas yang dibahas dalam Forum Tata Kelola Jaringan di acara TUNAS 2022.

Antusiasme peserta terbilang cukup tinggi dibuktikan dengan banyaknya orang yang hadir. Kelas ini diikuti oleh 83 peserta dan 10 relawan GUSDURian Peduli yang biasa terjun ke lapangan, serta dipandu oleh Chumedi Yusuf selaku moderator dan A’ak Abdullah Al Kudus sebagai fasilitator.

Acara yang berlangsung serius tapi santai ini bertempat di Hall G Asrama Haji Sukolilo di hari kedua TUNAS, yaitu pada 15 Oktober 2022. Harapan diselenggarakannya kelas ini adalah tiap-tiap komunitas bisa melahirkan relawan baru dan muncul PIC (Person in Charge) atau penanggung jawab dalam pengelolaan program.

Berawal dari nama Lumbung Amal GUSDURian pada tahun 2014, setelah melalui proses diskusi akhirnya disepakati untuk mengubah nama menjadi GUSDURian Peduli. GUSDURian Peduli berbadan hukum berupa yayasan karena tuntutan gerakan yang salah satunya penggalangan donasi atau dana langsung dari masyarakat.

GUSDURian Peduli atau GDP merupakan lembaga filantropi yang dibentuk oleh Jaringan GUSDURian Indonesia, bertugas mengelola kerja-kerja Jaringan GUSDURian di bidang mitigasi dan tanggap bencana, pemberdayaan sosial dan ekonomi, pendidikan, kesehatan, serta pengorganisasian relawan kemanusiaan.

Berkaca dari bencana gempa bumi di Lombok pada Juli 2018, disusul gempa bumi dan tsunami di Sulawesi pada September 2018, Alissa Wahid selaku Koordinator Nasional Jaringan GUSDURian meminta GUSDURian lebih aktif terlibat di lokasi kebencanaan. A’ak Abdullah Al Kudus dan Eko Teguh merespons permintaan tersebut dengan pernyataan bahwa GUSDURian Peduli akan mengambil peran itu.

Setelah pembentukan lembaga ini di akhir tahun 2019, tepatnya bulan Agustus, dan di-launching pada bulan Desember yang bertepatan dengan Haul Gus Dur, GUSDURian Peduli langsung mendapatkan ujian dan tantangan yaitu dengan adanya Pandemi Covid-19 di awal tahun 2020.

Dihadapkan oleh situasi yang butuh penanganan cepat telah menuntut GUSDURian Peduli untuk langsung kerja di lapangan dalam membersamai masyarakat yang terdampak. Pemberian bantuan bagi pasien isoman serta santunan anak yatim adalah beberapa program di masa pandemi Covid. Meskipun awalnya berjalan sedikit terseok-seok, akhirnya GUSDURian Peduli bisa melewati masa kritis pandemi sehingga membuat lembaga ini semakin kokoh dan kuat dalam hal menghadapi kebencanaan serta kerja-kerja sosial kemanusiaan.

Sebelum menyampaikan materi, A’ak Abdullah Al Kudus yang juga merupakan Ketua Yayasan GUSDURian Peduli menyampaikan terkait tanggap bencana GUSDURian Peduli dengan nada bercanda.

“Jangan pernah mengharapkan saya datang ke daerah Anda, karena saya datang apabila terjadi bencana,” ungkap pria yang akrab disapa Gus A’ak tersebut.

Ia menambahkan bahwa prinsip kerja GUSDURian Peduli terinspirasi dari perkataan Gus Dur: “Memuliakan manusia berarti memuliakan penciptanya. Menghinakan dan menistakan manusia, berarti menghinakan dan menistakan penciptanya”.

Selain itu, prinsip kerja GUSDURian Peduli juga mengarah pada bergerak responsif terhadap situasi, cepat tanggap ketika terjadi bencana alam, bencana sosial serta peristiwa kemanusiaan.

Sebagai contoh nyata, dua hari setelah kejadian Tragedi Kanjuruhan Malang, tim GUSDURian Peduli langsung turun ke lapangan membersamai masyarakat yang terdampak.

“GUSDURian Peduli itu inklusif, terbuka untuk membantu siapa pun dan bekerja dengan siapa pun tanpa sekat suku, ras, dan agama. Humanis, menjunjung tinggi kemanusiaan di atas segalanya dengan slogan Humanity for All. Kemanusiaan harus dibela tanpa syarat, melampaui segala bentuk identitas,” terang Gus A’ak.

Sejalan dengan itu, dalam sesi diskusi, Eko Teguh Paripurno mengajak kepada peserta forum untuk menjadi berguna bagi orang lain sesuai kapasitas masing-masing. Eko adalah Ahli Geologi dan Gunung Api dari UPN Veteran Yogyakarta, sekaligus merupakan Ketua Dewan Pembina GUSDURian Peduli.

Dalam terjun ke lokasi bencana selama ini GUSDURian Peduli masih kekurangan relawan. Maka dari itu ia mengharapkan muncul relawan baru dan PIC atau seseorang yang memiliki tanggung jawab atas suatu program, acara, atau tugas tertentu di tiap komunitas GUSDURian.

“Secara geografis, wilayah Indonesia terletak pada rangkaian Ring of Fire (Cincin Api). Ring of fire, yang juga disebut Circum-Pacific Belt adalah rangkaian gunung berapi sepanjang 40.000 km dan situs aktif seismik yang membentang di Samudra Pasifik. Jalur gempa bumi berada dalam jalur Ring of Fire, membuat Indonesia menjadi wilayah yang rentan mengalami gempa bumi yang berimbas ke berbagai bencana alam lainnya,” tutur Eko Teguh Paripurno.

Menurut Eko, selain faktor geografis, faktor manusia juga berperan dalam hal kebencanaan. Hutan Kalimantan yang dulu terkenal menjadi paru-paru dunia, sekarang sudah berkurang. Tanah lahan dieksploitasi menjadi perkebunan sawit dan lahan pertambangan.

Banjir dan longsor di Kalimantan Selatan pada Januari 2021, salah satu faktor penyebabnya adalah penyempitan lahan hutan karena exploitasi tersebut. GUSDURian Peduli menjadi salah satu lembaga yang membuka posko, juga terjun langsung membersamai korban banjir. Relawan bergerak membagikan bantuan ke warga yang terisolasi dan mata pencahariannya lumpuh akibat banjir. Kota Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, menjadi salah satu daerah yang terendam dan terdampak banjir.

Apresiasi dan perhatian tentunya tidak luput dari komunitas yang ada di daerah tersebut. Seperti itulah yang disampaikan salah satu peserta forum di dalam sesi diskusi. Adalah Fahri dari Komunitas GUSDURian Kota Barabai siap untuk menggalang relawan dan siap menjadi penanggung jawab di Kalimantan Selatan dalam hal kebencanaan. Hal ini menjadikannya sejarah baru karena merupakan PIC pertama GUSDURian Peduli di daerah dan tentunya di Indonesia. PIC berikutnya muncul dari beberapa komunitas lainnya, di antaranya dari Makassar, Bandung, hingga Lombok.

Kerja-kerja kemanusiaan tentunya tidak bisa berjalan sendiri, maka dari itu GUSDURian Peduli juga bekerja sama dengan organisasi kemasyarakatan atau lembaga yang peduli pada kemanusiaan tanpa batas dan sekat apa pun.

Sebagaimana dicontohkan oleh Herni dari Komunitas GUSDURian Banyumas. Ia bersama teman-temannya dari Wanita Katolik Keuskupan Purwokerto yang merupakan salah satu jejaring, selama masa kritis pandemi membuka dapur umum untuk melayani masyarakat yang terdampak dengan cara mengirimkan makanan dan kebutuhan lainnya kepada masyarakat yang sedang menjalani isolasi mandiri tanpa memandang latar belakang identitasnya.

Penggerak Komunitas GUSDURian Adipala, Cilacap.