Temu Kebangsaan (Tembang) Kaum Muda kembali digelar dengan tema “Orang Muda Mewujudkan Demokrasi Digital yang Damai dan Inklusif”. Ketua Departemen Politik dan Pemerintahan FISIPOL UGM, Abdul Gaffar Karim dalam kata sambutannya mengajak para peserta Temu Kebangsaan 2023 untuk mengawal demokrasi digital, terutama untuk menghadapi musim pemilu 2024 mendatang.
Menurutnya, kaum muda merupakan generasi yang menempati posisi terdepan dalam dunia digital. Dikatakan demikian karena mereka termasuk generasi asli dunia digital, digital native yang mendominasi dunia maya saat ini. Kaum muda dianggap memiliki pengetahuan digital lebih memadai dibanding generasi sebelumnya.
Melihat realitas saat ini pelanggaran digital masih menunjukkan angka yang tinggi. Baginya, pelanggaran kerap kali dilakukan oleh generasi pendahulu yang rendah atas literasi digital. Dengan demikian kaum muda mempunyai peran untuk mengisi-menjaga kelangsungan perjalanan sejarah. Paling tidak dengan dua hal, yakni berpartisipasi di tengah kehidupan bermasyarakat lalu membaca ulang generasi terdahulu.
“Kaum muda bertugas untuk mengemban sejarah. Sekurang-kurangnya dengan dua hal. Pertama, berpartisipasi tanpa henti. Kedua, mengoreksi generasi terdahulu,” tutur pria asal Madura tersebut.
Selanjutnya ia mengatakan dunia digital bergerak semakin cepat dan berkelanjutan. Fenomena yang tidak terpikirkan pada generasi sebelumnya kini menjadi nyata di tengah kehidupan umat manusia. Zaman sekarang orang bisa dengan mudah membuat berita lalu menyebarkannya. Ditambah pula dengan kehadiran AI yang memudahkan sekaligus mengerdilkan peran manusia.
Kelebihan dari digitalisasi tersebut, permasalahan-permasalahan bisa dengan segera teratasi. Media sosial menjadi senjata ampuh untuk memantau-mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah. Di samping itu, potensi pelanggaran yang berkait dengan privasi seseorang semakin marak dan tragis. Oleh demikian, menurutnya, kaum muda harus mampu menumbuhkan kapasitas adaptif dan selalu bijak dalam hal ini.
“Kaum muda tidak perlu menolak (perkembangan digital tersebut), yang perlu dilakukan ialah mengembangkan kapasitas pengetahuan untuk tujuan yang produktif. Tetapi (hal tersebut) tidak bisa dicapai jika tidak ada daya adaptasi,” tutur senior advisor Jaringan GUSDURian tersebut.
Selanjutnya yang kedua, kaum muda bertugas untuk mengoreksi generasi terdahulu. Atau yang ia sebut sebagai “rantau digital”. Penyebaran berita hoaks dan ujaran kebencian banyak dilakukan oleh generasi ini. Generasi rantau tersebut sering mengira bahwa apa yang diberitakan sudah tentu benar. Apalagi ketika berita sudah mengutip nama tokoh yang populer, mereka cenderung berhasrat untuk membagikan berita tersebut tanpa menguliti siapa yang memproduksi.
Fenomena tersebut bermula dari literasi digital yang serba terbatas. Akibatnya relasi sosial semakin merenggang bahkan berpotensi gaduh. Maka peningkatan pengetahuan literasi digital bagi masyarakat merupakan tugas kaum muda. Kaum muda harus menjadikan dunia digital sebagai alat untuk merekatkan setiap elemen dan fungsi-fungsi sosial.
“Jadikan (dunia) digital sebagai alat perekat fungsi-fungsi sosial, bukan sebaliknya. Atau minimal tidak melakukan kecerobohan yang sama dengan generasi terdahulu,” pungkas penulis buku Menegosiasi Ulang Indonesia tersebut.
Sebagai informasi, Tembang dihadiri oleh sejumlah pemuda-pemudi lintas iman dari berbagai daerah seperti Bali, Makassar, Ambon, Medan, dan lain sebagainya. Kegiatan ini berlangsung selama tiga hari berturut-pada 14-16 Juli 2023 di Pondok Remaja PGI, Bogor.