GUSDURian Mojokutho Pare Hadiri Seminar Kecerdasan Spiritual di Kampung Inggris

KEDIRI – Komunitas GUSDURian Mojokutho Pare menghadiri seminar kecerdasan spiritual yang digelar di Aula Nowadays English Kampung Inggris Pare, Kediri. Seminar yang diadakan pada pukul 08.00 WIB pagi tersebut diselenggarakan oleh MDTQN (Majelis Dzikir Thoriqoh Qodiriyah Naqsyabandiyah) Benteng Suryalaya dan diikuti lebih dari 100 orang peserta.

Dalam acara tersebut hadir pula berbagai tamu undangan lintas masyarakat, pemerintah setempat, MATAN (Mahasiswa Ahlith Thoriqoh Al-Mu’tabaroh An-Nahdliyah) Kediri Raya, MATAN Pare, Babinsa, Bhabinkamtibmas, DPC APSI (Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia) Kediri, BEM-UKK (Universitas Kahuripan Kediri), Cluster-III Kampung Inggris Pare, dan Komunitas GUSDURian Mojokutho Pare.

Acara dimulai sejak pukul 08.00 WIB dengan pembacaan tahlil bersama yang dipimpin oleh Imam Syafi’i, dan dilanjutkan pembacaan Maulid Simtudduror yang dipimpin Ahmad Abu Yazid Al Busthomi diikuti para hadirin dan tamu undangan yang telah tiba di lokasi acara. Peserta yang hadir dalam seminar tersebut berasal dari daerah Pare dan sekitarnya seperti Nganjuk, Plemahan, Plaosan, dan Surabaya.

Seminar kecerdasan spiritual yang bertema “Amaliyah Dzikir Thoriqoh sebagai Solusi Generasi Milenial dan Gen-Z” ini disampaikan oleh KH. Mohammad Ali Hanafiah Akbar, sesepuh TQN Benteng Suryalaya atau akrab disapa Abah Ali. Acara resmi dibuka oleh Imam Syafi’i selaku pemandu acara, dilanjutkan pembacaan ayat suci Al-Qur’an dan sari tilawah oleh Kurniawan dan Ibrahim.

Sebagai pengantar materi inti, Imam Syafi’i memperkenalkan para hadirin dan tamu undangan yang telah hadir dalam acara tersebut. Imam menyampaikan, “Secara gambaran besar, yang hadir di sini hari ini adalah generasi Milenial dan gen-Z yang lahir pada tahun 2000-an”.

“Sebagai himbauan juga untuk para hadirin bahwa interaksi kita hari ini semuanya berkaitan dengan motivasi. Motivasi adalah masalah dasar manusia baik secara agama maupun syariat. Terutama bagi seorang mahasiswa, mereka harus ditumbuhkan motivasinya. Di kampus mereka budayanya wajib bisa berdebat, bisa mendeskripsikan, positivisme, naturalistik, kualitatif, kuantitatif, dan wajib bisa menyampaikan pokok pikiran dan mendeskripsikan,” tambahnya.

Dalam pembukaan seminar, KH. Mohammad Zuhri menyampaikan, “Zaman milenial seperti saat ini memang sangat dibutuhkan sesuatu yang mudah, cepat, dan sistematis. Maksudnya hal-hal tersebut tidak hanya seputar dalil, melainkan sesuatu yang bisa merefleksikan hati. Sesuai hadis Rasulullah SAW, “Dalam tubuh anak Adam itu ada segumpal daging, apabila segumpal daging itu baik, maka baiklah seluruhnya. Dan apabila segumpal daging tersebut rusak, maka rusaklah seluruhnya (tubuh manusia). Dan ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati”.

Kemudian dilanjutkan acara inti seminar kecerdasan spiritual yang disampaikan oleh Abah Ali sebagai berikut:

“Dari mana kita mulai belajar agama? Lihatlah Rasulullah dulu pertama kali menerima pelajaran apa dari Allah? Saat nabi berkhalwat di Gua Hira’ bertahun-tahun pelajaran pertama yang didapatkan adalah perintah iqra’ (membaca). Rasulullah SAW padahal buta huruf, lalu bagaimana dengan perintah membaca tersebut? Kemudian para malaikat berbisik kepada Rasulullah untuk “menyebut-nyebut nama Allah”. Ternyata perintah “membaca” ini yaitu dengan menyebut-nyebut nama Allah”.

“Tugas Rasulullah pertama itu diperintahkan untuk menyebut-nyebut nama Allah. Berdzikir dulu terlebih dahulu, dekat dulu dengan Allah dan melibatkan Allah dalam setiap aktivitas dan kegiatan yang kita lakukan”.

Dengan mengingat Allah (dzikir laailaahaillallah) tentu semuanya otomatis tidak ada yang dituhankan selain Allah. Kualitas keimanan seseorang menjadi bagus dari dzikir, begitu juga kualitas ketauhidan jadi bagus karena dzikir. Dan khusyu’ dalam ibadah itu bisa dirasakan apabila hati tentram karena banyak berdzikir. Dasar ketentraman hati semuanya bersumber dari dzikir. Setelah hati tentram, kecerdasan itu akan tumbuh, setelah itu baru melakukan semua aktivitas bisa fokus dan menghasilkan manfaat yang besar untuk semua orang.

Dalam materi seminar ini, pada pokoknya adalah kecerdasan spiritual dapat dibangun dan dilanggengkan dengan dzikir secara terus menerus untuk mendapatkan ketenangan hati. Apabila hati manusia tenang karena mengingat Tuhannya, maka semua yang dilakukan akan menjadi wasilah amalan kebaikan dan pahala. Dari situ akan tumbuh kebermanfaatan untuk diri sendiri dan orang lain di sekitarnya.

Termasuk dalam melakukan pekerjaan, pendidikan, menolong orang, dan semua aktivitas keseharian manusia. Ini yang dimaksud dengan membangun kecerdasan spiritual. Membangun kemampuan memahami makna dan arti hidup, mengembangkan nilai-nilai etis, memiliki kesadaran mendalam tentang diri, juga hubungan pada sesuatu yang lebih besar (transendental). Tentu kecerdasan spiritual mempengaruhi pertumbuhan emosional dan intelektual dalam nilai spiritualitas.

Setelah penyampaian materi seminar selesai dan ditutup do’a oleh Abah Ali, penghujung acara diakhiri dengan sesi foto bersama para hadirin dan tamu undangan. Kemudian dilanjutkan dengan shalat dzuhur berjamaah, makan siang bersama dan sesi ramah tamah para tamu undangan lintas masyarakat, instansi, pemerintah, dan komunitas.

Relawan Rumah Kemanusiaan GUSDURian. Penggerak Komunitas GUSDURian Mojokuto Pare, Kediri.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *