Dalam acara Haul Gus Dur ke-14 di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, yang berlangsung pada Jumat (2/2/2024) malam, ada tema khusus yang sangat menarik, yakni “Meneladani Budaya Etika Demokrasi Gus Dur”. Tema ini diambil dengan tujuan untuk menjadi momentum menuntut etika calon presiden dan wakil presiden, para kandidat, hingga penyelenggara Pemilu 2024. Tanpa etika, demokrasi tidak akan berfungsi.
Acara yang bertempat kegiatan di Kantor Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Cirebon itu juga diisi refleksi anak muda tentang etika demokrasi, tahlil, hingga doa lintas iman. Turut hadir pula Bupati Cirebon Imron Rosyadi, Rais Syuriyah PCNU Kabupaten Cirebon KH. Wawan Arwani, para ulama, dan pendeta.
Anita Wahid, yang menjadi pembicara dalam acara tersebut, mengatakan tentang pentingnya masyarakat mengawal pemilu dengan terus mengedepankan etika dan menuntut etika dari para kandidat. Tidak cuma capres-cawapres, tetapi juga kandidat anggota legislatif.
“Kita perlu menuntut etika dari penyelenggara pemilu. Kita perlu menuntut etika dari pengawas pemilu. Kita juga perlu menuntut etika dari penegak hukum,” ujarnya.
Sedangkan dalam hal etika berdemokrasi juga tidak kalah penting dalam menghadapi Pemilu 2024, terlebih ketika hari ini banyak pelanggaran etika yang sudah terjadi. Etika yang ia maksud adalah pedoman bagi seseorang untuk menyadari apakah tindakannya baik atau buruk, serta benar atau salah.
”Etika itu bertanya kepada diri sendiri, apakah langkah saya ini untuk kemaslahatan atau bukan?” ungkap aktivis antikorupsi tersebut.
Adapun terkait demokrasi, lanjutnya, merupakan sistem pemerintahan yang memungkinkan setiap orang setara, terlepas dari agama, suku, hingga jabatannya. Namun, kata Anita, demokrasi tidak hanya mewujud pada hak suara setiap warga dalam pemilu. Demokrasi juga meliputi perlindungan bagi kelompok rentan yang kerap dipandang sebagai minoritas.
Dalam konteks etika demokrasi, lanjutnya, demokrasi harus berjalan etis. Artinya, setiap pengambilan kebijakan harus mempertimbangkan baik dan buruknya serta benar dan salahnya keputusan itu.
“Kalau sekarang kita dipertontonkan dengan pemilu di mana ada berbagai macam pelanggaran etika, maka wajib kita keberatan,” papar putri ketiga Gus Dur tersebut.
Anita tidak merinci pelanggaran etika menjelang Pemilu 2024. Namun, awal November 2023 lalu, Majelis Kehormatan MK menyatakan Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi. Hal itu terkait Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/223 soal syarat usia capres dan cawapres
Putusan itu membolehkan warga di bawah 40 tahun maju sebagai capres atau cawapres dengan catatan pernah atau masih menduduki jabatan dari pemilu sebelumnya. Putusan ini membuka jalan bagi Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo, menjadi cawapres pendamping capres nomor urut 2, Prabowo Subianto.
Menurut Anita, masyarakat dapat melihat dan menilai bahwa demokrasi yang tidak beretika bisa berbahaya bagi bangsa Indonesia. Sebab, pemimpin tanpa etika tidak memiliki panduan untuk mengerem tindakannya untuk berbuat buruk.
“Kondisi ini bisa berujung pada intimidasi kelompok tertentu hingga korupsi,” ucapnya.
Itu sebabnya, pada Pemilu 2024 yang akan berlangsung 14 Februari nanti membutuhkan sosok pemimpin yang menjunjung tinggi etika. Etika akan membuat demokrasi lebih bermaslahat bagi masyarakat.
”Tanpa etika, demokrasi hanya akan dimanipulasi untuk kepentingan siapa pun yang memiliki sumber daya agar mengatur pikiran-pikiran orang lain,” ungkap Anita.
Tentu tanpa etika, demokrasi juga hanya akan dimanipulasi untuk kepentingan siapa pun yang memiliki sumber daya agar mengatur pikiran-pikiran orang lain.
Ia mengingatkan ajaran Gus Dur tentang etika demokrasi. Gus Dur selalu menekankan bahwa demokrasi itu semuanya dari rakyat, untuk rakyat, dan demi rakyat. Seluruh keputusan harus memihak rakyat dan berdasarkan konstitusi. Penegakan hukum juga tidak tajam ke bawah dan tumpul ke atas.
”Gus Dur melindungi hak setiap warga, apa pun statusnya,” ucapnya.
Ketua Panitia Bersama Haul Ke-14 Gus Dur di Cirebon, Muhammad Nashrul Abdillah, menambahkan, dalam acara haul kali ini menjadi media untuk menyebarluaskan pandangan etika demokrasi Gus Dur secara baik. Sebelumnya, pihaknya juga menggelar Forum Demokrasi untuk membahas bagaimana mengedepankan pemilu damai, terutama di kawasan Cirebon.
Tahun ini adalah momentum penentu masa depan Indonesia karena ada pemilu di 2024. Tapi, pemilu sering kali menghasilkan polarisasi di masyarakat dan bisa memecah belah. Haul ini tidak hanya memperingati (wafatnya) Gus Dur, tetapi juga mempererat jejaring untuk mengawal pemilu damai.