Menebar Benih Kebaikan: Pengalaman Berharga di Prosesi Pemberkahan Vihara Dharma Wijaya Berbah

Setiap benih baik yang kita tanam akan tumbuh menjadi taman kedamaian, menjadi tempat perlindungan dan kebahagiaan bagi setiap insan.

Semburat jingga senja perlahan memudar saat kami melangkahkan kaki di bawah temaram lampu Vihara Dharma Wijaya Berbah pada Kamis, 16 Mei 2024. Pukul 19.05, suasana khusyuk menyelimuti Bhaktisala (ruang utama vihara). Para pengurus Pemuda Theravada Indonesia (PATRIA) duduk bersila dengan khidmat, penuh ketenangan, menanti momen sakral Prosesi Pemberkahan Pengurus DPD PATRIA D.I. Yogyakarta masa bakti 2024-2027.

Pohon Bodhi yang rindang dan menjulang tinggi di halaman vihara seolah memancarkan aura kedamaian dan ketenangan. Di bawah naungannya, malam itu, para pengurus PATRIA akan menerima pemberkahan dari Y.M. Bhikkhu Piyadhīro Thera, Dewan Pembina DPD PATRIA D.I. Yogyakarta.

Memasuki Bhaktisala yang tak begitu luas namun begitu sakral, aura religius terasa begitu kental. Karpet merah membentang di lantai, kontras apik dengan dinding ruangan yang berwarna putih dan kusen biru. Di dinding tersebut, terukir berbagai lukisan yang menceritakan kisah perjalanan hidup Buddha Gautama.

Lukisan-lukisan ini menjadi penuntun bagi para anggota PATRIA yang duduk menghadap altar doa di atas matras meditasi. Altar doa ini diperelok dengan Rupang Buddha, bunga, lilin, dan dupa yang mengeluarkan aroma harum dengan berbagai ornamen yang khas. Suasana hening dan khusyuk, dipecahkan oleh gumaman doa yang dibisikkan.

Rupang ini bukan objek pemujaan, melainkan simbol ajaran Buddha, serta lambang pencerahan dan kebijaksanaan Sang Buddha.

Di tengah kekhusyukan itu, Anditya Restu Aji, Biro Sosial dan Humas DPD PATRIA, menyambut kami dengan ramah. Sambil memperkenalkan beberapa pengurus PATRIA yang tidak lagi saya ingat nama dan jabatannya dengan jelas. Namun, yang jelas, kami dipersilakan untuk mengabadikan momen sakral di vihara yang dibangun oleh umat Buddha di Berbah pada tahun 1970-an di bawah binaan Sangha Theravada Indonesia ini.

Menurut penuturan Anditya, vihara ini sempat mengalami kerusakan pada tahun 2006 akibat gempa bumi Yogyakarta. Vihara Dharma Wijaya Berbah juga menjadi pusat kegiatan sosial dan kemanusiaan. Pada saat terjadi gempa bumi Yogyakarta, vihara ini menjelma menjadi pos penyaluran bantuan kemanusiaan bagi warga sekitar tanpa memandang latar belakang etnis maupun agama.

Semangat kepedulian ini sejalan dengan tujuan didirikannya PATRIA, sebuah organisasi sosial-keagamaan Buddhis Theravada Indonesia yang bercorak kepemudaan.

Visi PATRIA adalah untuk berperan aktif dalam melahirkan generasi muda Buddhis yang memiliki moralitas tinggi, sukses dalam hidup, dan mampu mandiri dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Saat ini, PATRIA telah berkembang pesat dan memiliki 23 Dewan Pengurus Daerah (DPD), 96 Dewan Pengurus Cabang (DPC), dan 4 Dewan Pengurus Anak Cabang (DPAC) yang tersebar di seluruh Indonesia. PATRIA merupakan bagian dari Keluarga Buddhis Theravāda Indonesia (KBTI) dan selalu aktif dalam berbagai kegiatan sosial dan kemanusiaan, bahu-membahu dengan KBTI.

Partisipasi PATRIA dalam berbagai kegiatan tersebut dilandasi oleh semangat pengabdian tanpa pamrih. Para pemuda PATRIA berkomitmen untuk terus berkarya dan berkontribusi bagi kemajuan bangsa Indonesia, serta melestarikan nilai-nilai luhur agama Buddha. 

Semangat ini semakin diperkuat dalam momen Prosesi Pemberkahan. Prosesi ini diawali dengan pembacaan Namakara Patha, Paritta, Sutta, dan Gatha. Kemudian dilanjutkan dengan meditasi, Dhammadesana (khotbah dan wejangan) oleh Y.M. Bhikkhu Piyadhiro Thera, meditasi kembali, dan diakhiri dengan pelimpahan jasa.

Dalam wejangannya, Y.M. Bhikkhu Piyadhīro Thera mengingatkan para pengurus PATRIA bahwa menjadi pengurus organisasi, khususnya organisasi berbasis sosial keagamaan, bukanlah tentang mencari keuntungan pribadi. Beliau menekankan bahwa tugas utama mereka adalah berjuang demi kemajuan organisasi dan memberikan manfaat bagi masyarakat.

“Menjadi pengurus organisasi, apalagi organisasi sosial keagamaan, Saudara jangan berpikir dapat apa? Materi? Tidak. Terkenal? Tidak. Yang ada apa? Di dalam bidang sosial yang ada adalah perjuangan, jangan tanya apa yang saya dapatkan tapi tanyalah apa yang bisa saya berikan untuk organisasi,” pesan Y.M. Bhikkhu Piyadhīro Thera.

Beliau melanjutkan, “Kalau mengemban tugas, kalau berpikirnya untuk kepentingan pribadi, dapat materi, sesungguhnya tidak pas. Kalau Saudara bergerak di bidang sosial siap-siap waktu, pemikiran, dan materi tersita.”

Y.M. Bhikkhu Piyadhīro Thera juga mengingatkan para pengurus PATRIA untuk selalu bersikap rendah hati dan siap menerima kritik. Beliau mengibaratkan seorang pemimpin atau pengurus organisasi seperti laos dan daun salam, rempah-rempah yang dicari dan diperlukan dalam masakan, namun dibuang setelah masakan matang.

“Ibarat kalau masak seperti laos, waktu masak dicari dulu, diperlukan dulu seperti daun salam. Begitu masakan jadi langsung dibuang.”

“Jadi, Anda harus siap seperti itu. Tidak dianggap walau sudah bekerja, tidak apa-apa. Bahasa Jawanya, ‘Gusti mboten sare‘,” sambung Bhikkhu Piyadhīro Thera.

Malam semakin larut, jalanan semakin sepi. Jauh dari hiruk-pikuk kota, prosesi pemberkahan di Vihara Dharma Wijaya Berbah masih berlangsung dengan khusyuk. Y.M. Bhikkhu Piyadhīro Thera, dengan suara yang teduh dan penuh makna, terus memberikan wejangan kepada para pengurus PATRIA yang baru.

Beliau kemudian menekankan kepada PATRIA untuk terus menabur benih kebaikan. Lantas, Y.M. Bhikkhu Piyadhīro Thera menekankan tentang kapan waktu terbaik untuk berbuat baik. Menurut Y.M. Bhikkhu Piyadhīro Thera, waktu terbaik untuk berbuat baik adalah saat masih muda.

“Yang kedua, saat yang baik untuk berjuang adalah saat masih sehat. Walaupun muda, kalau sakit-sakitan, tidak bisa berbuat baik. Saat Anda masih muda dan sehat, Anda mesti berjuang sungguh-sungguh, dengan seksama, berjuang mati-matian,” tambah Bhikkhu Piyadhīro Thera.

Y.M. Bhikkhu Piyadhīro Thera kemudian mengingatkan para pemuda PATRIA tentang pentingnya tidak menunda-nunda untuk berbuat baik. “Yang ketiga, saat yang baik untuk berbuat baik, untuk berjuang adalah saat ini. Besok, tidak tahu masih hidup atau tidak, sebab kematian datang itu sangat cepat sekali.”

Beliau menekankan agar para pemuda PATRIA jangan takut untuk tidak dihargai atau dilihat orang lain, karena yang terpenting adalah perjuangan dan pengabdian. Generasi mendatang akan mengingat dan menghargai jasa-jasa mereka. “Harumnya kayu cendana, bunga tagara, bunga melati dan mawar tidak bisa melawan arah angin. Tetapi harumnya kebajikan anda sampai ke alam surga,” tambah Y.M. Bhikkhu Piyadhīro Thera.

Terakhir, Y.M. Bhikkhu Piyadhīro Thera berpesan kepada para pemuda PATRIA untuk mempersiapkan kader penerus yang cakap dan berdedikasi. “Siapkan pengganti yang cakap, cakep, dan cukup,” ujar beliau.

Upacara pemberkahan pengurus baru PATRIA pun mencapai puncaknya dengan prosesi Pemercikan Tirta yang dilakukan oleh Bhikkhu.

Langit malam semakin kelam. Sebelum perpisahan, kami sempat berbincang singkat dengan Y.M. Bhikkhu Piyadhīro Thera. Beliau berkata dengan penuh sambutan, “Walaupun berbeda keyakinan, kita semua bersaudara dalam kemanusiaan.”

Sayangnya, kami tidak bisa berbincang terlalu lama, sebab Bhikkhu tidak dalam keadaan fit. Lantas, Anditya mempersilakan kami menyantap hidangan yang telah disediakan. “Halalan thayyiban,” katanya. Lauk pauknya sederhana, namun dimasak dengan penuh cinta dan keikhlasan. Setiap suapan terasa begitu lezat, menghangatkan tubuh dan jiwa di malam yang dingin.

Waktu terus berjalan, tak terasa jam di layar gawai sudah menunjukkan pukul sembilan lebih. Kami pun pamit. Dengan lampu motor yang mulai redup, kami meninggalkan vihara yang indah itu. Cahayanya perlahan menghilang ditelan gelap malam, meninggalkan kenangan tak terlupakan. Namun, kedamaian masih membekas dan terkenang di lubuk hati kami yang paling dalam.

Penggerak Komunitas GUSDURian Yogyakarta.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *