Gowa – Di tengah sejuknya udara pegunungan di hutan pinus Malino yang juga dikenal sebagai Kota Bunga, para penggerak Komunitas GUSDURian (KGD) Makassar berkumpul dalam sebuah pertemuan komunitas yang berlangsung pada Jum’at-Minggu, 2-4 Mei 2025.
Villa Vinus Malino II yang menjadi tempat pertemuan itu seakan menjadi saksi bisu lahirnya sebuah visi baru yang lebih inklusif dan menjanjikan bagi keberlanjutan komunitas.
Visi tersebut berbunyi, “GUSDURian Makassar menjadi rumah bersama bagi semua kalangan yang berkomitmen pada gerakan kemanusiaan, keadilan, dan perdamaian”. Kalimat itu bukan sekadar kata-kata, melainkan hasil dari perenungan dan diskusi panjang yang dilakukan oleh para penggerak inti KGD Makassar.
Dengan semangat yang menggebu, mereka merumuskan visi tersebut sebagai respons terhadap tantangan yang dihadapi komunitas, terutama terkait keberagaman yang belum sepenuhnya terwujud di tingkat penggerak inti.
Salah satu tantangan utama yang muncul dalam pertemuan tahunan itu, adalah komunitas GUSDURian Makassar masih didominasi oleh satu agama, sementara semangat GUSDURian sendiri menekankan pentingnya keberagaman dan keterbukaan bagi siapa saja yang ingin terlibat memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan perdamaian.
Meskipun di tingkat dewan pembina, keberagaman telah terlihat, dengan kehadiran Ketua PGIW Sulselbartra sebagai salah satu pembina, namun hal itu tidak terlihat di jajaran penggerak inti komunitas.
Lebih dari sekadar merumuskan visi, pertemuan komunitas ini juga menghasilkan tiga isu prioritas yang akan menjadi fokus gerakan KGD Makassar ke depan.
Isu pertama adalah keadilan ekologi, yang berangkat dari semakin kompleksnya persoalan pengelolaan sampah di Makassar, mulai dari sampah rumah tangga hingga limbah pabrik dan rumah sakit.
Kurangnya literasi tentang sampah, minimnya kawasan hijau, pembangunan yang mengabaikan dampak lingkungan, serta kesulitan akses air bersih menjadi tantangan yang perlu segera ditangani.
Isu kedua adalah pendidikan yang berkualitas dan membebaskan. Isu ini didorong oleh berbagai fenomena yang terjadi di Makassar, seperti kasus intoleransi, kekerasan seksual, bullying, serta angka putus sekolah yang tinggi di kawasan pesisir, infrastruktur pendidikan yang belum merata, rendahnya kesejahteraan guru, serta minimnya komitmen terhadap inklusivitas menjadi faktor-faktor yang perlu mendapat perhatian lebih.
Terakhir, KGD Makassar juga akan berfokus pada peningkatan kualitas demokrasi, mengingat semakin tingginya kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme yang menghambat partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan, kebebasan berpendapat, serta tindakan represif aparat juga menjadi kekhawatiran yang tidak bisa diabaikan.
Meski tantangan besar telah menanti, semangat kebersamaan dan kekeluargaan yang terlihat di kalangan penggerak inti KGD Makassar menjadi modal utama yang membuat visi ini tampak tidak sekadar menjadi wacana.
Dalam pertemuan itu, Suaib Prawono, Korwil GUSDURian Sulampapua, dengan penuh keyakinan menyatakan, semangat, humoris dan kesepahaman yang terjalin antarpenggerak inti adalah modal utama dalam membangun komunitas.
“Bagi saya, ini adalah modal luar biasa yang tidak semua komunitas memilikinya,” ujar Suaib, yang juga menjadi fasilitator kegiatan ini.
Sementara itu, Fatul Koordinator GUSDURIan Makassar saat ditemui usai pelaksanaan pertemuan komunitas (community meeting) menyampaikan bahwa pertemuan komunitas sebagai langkah awal bagi penggerak memahami arti nilai dan prioritas gerakan untuk dilakukan ke depannya.
“Pertemuan komunitas yang telah dilaksanakan ini membawa spirit baru bagi semua penggerak KGD Makassar dalam menabur nilai-nilai dan keteladanan Gus Dur di mana pun kita berada,” ujarnya.
Dengan visi baru dan agenda yang jelas, KGD Makassar siap melangkah ke depan, membawa perubahan nyata demi terwujudnya nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan perdamaian yang menjadi identitas utama komunitas ini.