Gus Dur Center for Humanitarian Studies mengadakan Sekolah Pemikiran Gus Dur di Ruang Seminar Perpustakaan Universitas Islam Negeri KH. Abdurrahman Wahid Pekalongan, Jawa Tengah. Agenda ini diselenggarakan pada 8-9 Juli 2025, bekerja sama dengan Sekretariat Nasional Jaringan GUSDURian. Kegiatan ini diikuti oleh 25 dosen dari berbagai fakultas yang ada di UIN Gus Dur Pekalongan.
Rektor Universitas KH. Abdurrahman Wahid Zaenal Mustakim dalam sambutannya menerima agenda ini dengan tangan terbuka. Baginya, kata Gus Dur yang disematkan pada kampus yang dipimpinnya bukan sekadar nama, namun bisa menjiwai seluruh aktivitas di UIN Gus Dur ini.
“Kita perlu menginternalisasi nilai-nilai Gus Dur dalam segala aspek di kampus,” ujar Mustakim. Ia menjelaskan beberapa cara yang bisa dilakukan, misalnya mulai membuat mata kuliah khusus. “Jangan sampai civitas akademik kampus UIN Gus Dur tidak kenal Gus Dur,” sambungnya.
Hal senada disampaikan salah satu narasumber dalam agenda ini adalah Marzuki Wahid, Rektor Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) yang juga merupakan peneliti Gus Dur. Ia menilai, nama Gus Dur yang melekat pada nama kampus bisa dimanfaatkan untuk melakukan gerakan intelektual di kampus.
“Ada banyak sekali kampus yang menggunakan nama tokoh, namun orang-orang di dalamnya tidak mengenal siapa tokoh itu. Saya berharap Gus Dur bisa dikaji dan didiskusikan di UIN Gus Dur ini,” kata Marzuki Wahid. Baginya, penggunaan nama Gus Dur mesti diikuti dengan langkah-langkah untuk menjadikan nilai-nilai Gus Dur sebagai landasan aktivitas dan gerakan.
Ia sekaligus mengapresiasi hadirnya Gus Dur Center for Humanitarian Studies sebagai pusat studi yang difokuskan untuk mengkaji Gus Dur dan pemikirannya. Menurut Marzuki, meski sudah banyak dikaji, masih ada banyak sekali aspek Gus Dur yang bisa diteliti lebih lanjut.

Koordinator Seknas Jaringan GUSDURian Jay Akhmad menjelaskan bahwa Sekolah Pemikiran Gus Dur di kampus baru pertama kali diadakan di UIN Gus Dur Pekalongan. Agenda sekolah pemikiran yang membahas berbagai nilai, pemikiran, dan keteladanan Gus Dur sudah mulai diselenggarakan sejak 2012 di komunitas-komunitas GUSDURian, namun baru menyasar kelompok dosen melalui agenda ini.
“Kami berharap sosok Gus Dur menjadi spirit dalam kegiatan akademik dan non-akademik yang ada di kampus ini,” ucap pria yang akrab disapa Jay tersebut. Ia sekaligus menjelaskan bahwa GUSDURian sangat membuka diri untuk bekerja sama dengan UIN Gus Dur dalam membumikan nilai-nilai Gus Dur di berbagai ruang, termasuk kurikulum pembelajarannya.
Hingga tahun ini sudah ada sebelas kampus di Indonesia yang bekerja sama dengan GUSDURian untuk mendirikan lembaga untuk mengkaji Gus Dur, baik di kampus negeri maupun swasta. Hal ini merupakan bentuk kolaborasi GUSDURian dan kampus dalam melaksanakan tridharma perguruan tinggi.









