Pondok pesantren semakin hari semakin menjamur di atas bumi Nusantara ini. Histori pondok pesantren telah ada jauh sebelum hadirnya pendidikan formal akibat pengaruh pendidikan Barat dari masa kolonial. Selain itu, dengan banyaknya masyarakat Muslim di Indonesia menjadi pengaruh akan banyaknya pesantren yang berdiri di negara ini.
Pengaruh kolonialisme terutama pada saat politik etis membawa pengaruh pendidikan Barat di Nusantara. Banyak tokoh-tokoh yang diberikan kesempatan untuk mengenyam pendidikan di Belanda, seperti Ki Hajar Dewantara, Muhammad Hatta, bahkan RA Kartini juga hampir menerima pendidikan barat di negeri Belanda. Tentunya hal ini menjadi peristiwa yang dianggap mengancam “eksistensi” pemikiran pesantren karena dengan pemikiran Barat dan liberal dan sekuler menjadi perlawanan terhadap pemikiran agamis di pesantren.
Hingga saat ini, kekhawatiran akan paham liberalisme dan sekularisme masih ada dalam dunia pesantren. Skeptis dan seolah-olah anti terhadap ilmu-ilmu pengetahuan umum menjadi penyakit tersendiri dalam dunia pesantren saat ini. Terdapat beberapa doktrin bahwa mempelajari ilmu ekonomi, fisika, kimia, geografi, matematika, dan sejenisnya adalah hal yang tabu dan kurang penting untuk dipelajari. Pemikiran dan pembelajaran mereka hanya berkutat pada ilmu fikih, nahwu, shorof, dan ilmu-ilmu agama lainnya.
Sayang sekali, pemikiran jumud ini membawa sebagian masyarakat santri dan dunia Islam semakin tertinggal dan terpuruk. Hal-hal yang paling sederhana saja, pemikiran akan pentingnya amal jariah dalam pemikiran jumud pesantren hanya berfokus pada pembangunan sarana keagamaan seperti, madrasah dan masjid saja, padahal pengembangan ilmu pengetahuan yang diaplikasikan dalam teknologi dapat menjadi wujud jariah yang lebih bermanfaat dalam jangka waktu yang sangat panjang. Kita tahu bahwa Thomas Alva Edison telah menjariahkan penemuannya sampai saat ini melalui lampunya, tetapi sayangnya dia bukan seorang Muslim yang terus diberikan jariah sampai dalam kuburannya.
Masyarakat pesantren sering melupakan bahwa pemikiran terbuka dalam ilmu-ilmu pengetahuan umum akan membawa pada kebaikan di dunia. Bagaimanapun juga hadirnya pesantren itu di atas bumi di dalam dunia yang memerlukan ilmu dunia untuk menghasilkan hal-hal baik. Mereka telah melupakan “man aroda huma fa’alihi bil’ilmi”, barang siapa yang ingin kebahagiaan dunia dan akhirat, maka harus dengan ilmu dunia dan akhirat. Variabel dunia sudah mereka tinggalkan.
Al-Khoziny menjadi teguran pada dunia pesantren untuk bisa terbuka pada ilmu pengetahuan umum yang mereka sebut sebagai ilmu dunia. Konstruksi bangunan tidak melibatkan ahli berupa insinyur atau arsitek adalah kebodohan yang nyata. Bukannya seorang arsitek atau insinyur saja ketika ingin menjalankan kegiatan peribadatan juga harus bertanya pada kiai yang ahli terhadap agama? Lantas mengapa seorang kiai dengan kapasitasnya yang terbatas sangat egois dengan tanpa meminta petunjuk dari ahli konstruksi?
Dengan mendasarkan pembangunan gedung kepada ilmu pengetahuan dan teknologi, setidaknya keamanan dan keselamatan jiwa akan juga terjaga. Bukannya tujuan dari hukum Islam juga untuk menjaga jiwa (hifdzu nafs) selain menjaga agama?
Tidak ada yang salah dengan pendidikan pesantren yang penuh kasih sayang, serta pendidikan kehidupan melalui gotong royong dan saling membantu, seperti gotong royong dalam pembangunan gedung melalui tradisi ngecor. Namun di samping itu, dunia Islam, khususnya dunia pesantren harus mulai terbuka pada perubahan dan kemajuan ilmu dan teknologi. Tidak salah jika ilmu pengetahuan dan teknologi itu menjadi penopang akan kemajuan dunia Islam.
Dalam kasus ini, tidaklah salah jika seorang kiai pesantren mendatangkan dan bertanya pada ahli konstruksi. Masyarakat santri dan kiai juga harus memiliki kesadaran bahwa dirinya sedang berada dan berpijak di atas bumi, maka tidak sepatutnya mengecap santri yang menggeluti ilmu pengetahuan umum sebagai perilaku hubudunya, tetapi dukunglah mereka sebagai agen untuk mewujudkan man aroda dunya fa’alaihi bil ilmi. Dengan demikian, pemikiran untuk terus menyalahkan takdir lambat laun akan terkikis dan dunia Islam akan bangkit kembali dengan penguasaannya terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi sebagaimana diraihnya pada era peradaban Baghdad.









