Social Media

Dimzoom GUSDURian: Menguak Teka-teki Pemberantasan Korupsi

Embrio KPK ada di era Habibie, dirancang di era Gus Dur, disahkan di era Megawati, dilanjutkan di era SBY, bagaimana nasibnya di era Jokowi?

Jawaban di atas telah sedikit-banyak terjawab di Dimzoom edisi Juni 2021 yang diselenggarakan oleh Jaringan GUSDURian. Diskusi melalui Zoom tersebut diadakan semalam, Jumat, 4 Juni 2021, pukul 19.00-21.00 WIB. Topik obrolan yang diangkat diberi tajuk “Teka-teki Pemberantasan Korupsi”.

Untuk menjawabnya, Jaringan GUSDURian mengundang beberapa narasumber yang berkompeten di bidangnya. Mereka adalah Anita Wahid (Pegiat Antikorupsi), Febri Diansyah (Pegiat Antikorupsi), Dandhy Laksono (Filmaker The EndGame), dan Ita Khoiriyah (Pegawai KPK). Acara dipandu langsung oleh Inaya Wahid.

Diskusi dibuka oleh Inaya Wahid. Putri bungsu Gus Dur tersebut mengawalinya dengan sebuah cerita.

“Teman-teman, saya ingin memulai dengan curhatan seseorang. Seseorang ini adalah sosok yang tidak asing di GUSDURian. Orang ini sudah lama ada dan paling rajin di GUSDURian. Orang ini kalau ngomongin tentang nilai-nilai Gus Dur sih jago banget. Tapi lucunya orang ini tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) KPK,” tutur Inaya.

Inaya kemudian mempersilakan orang yang ia maksud, yaitu Ita Khoiriyah, untuk memulai bercerita lebih lengkap tentang kisahnya di KPK belum lama ini. Perempuan yang akrab dipanggil Tata tersebut menceritakan tentang proses berjalannya TWK dan tidak lolosnya 75 pegawai KPK dalam tes alih status menjadi ASN (Aparatur Sipil Negara).

“Yang menjadi pertanyaan kami, ini kan alat yang dipergunakan untuk recruitment tentara, tapi kenapa dipilih untuk assessment di pegawai sipil, yang jelas background pendidikannya beragam, jabatannya beragam, dan mereka memiliki lama pengabdian yang beragam,” ujar Tata.

Tata juga menemukan keanehan lain berupa pihak luar yang terlibat dalam TWK, seperti BIN, BAIS, BNPT, BKN, dan Dinas Psikologi TNI Angkatan Darat. Padahal, dalam sosialisasi sebelumnya tidak dikatakan akan ada pihak luar yang terlibat. Selain itu, yang membuatnya kaget lagi adalah ada perbedaan perlakuan pada wawancara terhadap pegawai KPK, seperti jumlah pegawai yang diwawancara ada yang satu orang, tapi ada juga yang dua orang. Di samping itu, tidak ada penjelasan kenapa pegawai KPK dipilihkan untuk melakukan wawancara bersama instansi tertentu.

Pegawai yang telah mengabdi empat tahun di KPK tersebut menambahkan, “Dalam tes wawasan kebangsaan ini, kami (75 pegawai KPK yang tidak lolos) langsung seperti dituduh dengan label merah, tanpa ada proses klarifikasi, tanpa pembuktian. Kenapa kami bilang tanpa ada pembuktian? Karena sampai hari ini kami meminta hasil dari tes wawasan kebangsaan itu tidak diberikan.”

Narasumber lainnya, Febri Diansyah, menceritakan bagaimana kondisi yang terjadi di KPK sejak tahun 2019 lalu. Sedangkan menanggapi apa yang terjadi baru-baru ini, menurut Febri, tes wawasan kebangsaan yang dijelaskan oleh Tata adalah bagian dari upaya melemahkan KPK.

“Ini (TWK) adalah rangkaian untuk melemahkan atau menghancurkan KPK. Menghancurkan KPK ini kan bukan sekedar menghancurkan KPK sehancur-hancurnya, tetapi menghancurkan substansi KPK itu sendiri: menghancurkan independensi KPK, menghancurkan posisi dan kredibilitas KPK di publik, menghancurkan ketakutan para koruptor terhadap kerja KPK, dan banyak hal lainnya,” kata Febri.

Sejalan dengan itu, Anita Wahid sebagai perwakilan dari Jaringan GUSDURian mengutarakan sejarah pelemahan KPK yang telah terjadi sejak lama.

“Ini bukan pertama kalinya KPK diserang. Dari dahulu kala. Dari kasus Cicak vs. Buaya I, Cicak vs. Buaya II, kasus simulator SIM, dan segalam macam cara yang sebenarnya serangannya dari luar. Dari masa-masa kritis ketika KPK dilemahkan, sebenarnya kami (Gus Dur dan keluarga) selalu ada bersama mereka,” terang Anita.

Anita menganggap, melalui “pendampingan” atas upaya pelemahan KPK yang dilakukan selama ini telah membuatnya memiliki sudut pandang bahwa ada pola-pola upaya penyerangan tertentu yang dilancarkan kepada KPK untuk melemahkan pemberantasan korupsi.

Di akhir sesi, Dandhy Laksono selaku pembuat film tentang KPK, menceritakan bagian yang menarik dari filmnya. “Sebenarnya sudah banyak yang diketahui publik dari film ini, karena sebagian besar sudah menjadi rekaman publik. Tapi yang menarik dari film ini adalah bagaimana untuk pertama kalinya kawan-kawan yang bekerja di belakang layar atau di garis depan pemberantasan korupsi bersaksi di depan kamera secara terbuka,” ungkapnya mengawali.

“Dan jumlahnya cukup banyak,” sambung Dandhy. “Ada 16 orang akan memberikan kesaksian terbuka di depan kamera. Dan sebagian besar adalah penyidik dan penyelidik yang menceritakan bagaiamana 17 tahun jalannya pemberantasan korupsi dari balik layar.”

Lebih lanjut, Dandhy menjelaskan bahwa film The EndGame ini belum akan dirilis secara daring dalam waktu dekat. Ia mengingatkan bahwa siapa saja yang ingin mengadakan nobar (nonton bersama) bisa melihat infonya di media sosial Watchdoc atau akun @KPK_EndGame di Twitter maupun Instagram.