KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) adalah salah seorang pionir dalam penyelesaian masalah berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara dengan mengimplementasikan nila-nilai etika sosial yang selaras dengan nilai-nilai kebangsaan.
Pemikiran dan perjuangan Gus Dur bersifat transformatif karena gagasan-gagasan beliau memadukan pemikiran Islam tradisional, modernisme Islam, dan pemikiran Barat modern. Ia juga merevolusi konsep-konsep etika Islam dari yang bersifat teoretis menuju praktis, dari yang berorientasi pada kepentingan individu menuju kesejahteraan sosial.
Dalam konteks Indonesia, pengembangan ajaran Islam sebagai etika sosial menurut Gus Dur penting dilakukan. Beliau mengatakan bahwa agama itu kekuatan inspiratif, kekuatan moral sehingga harus membentuk etika masyarakat. Ketika membentuk etika masyarakat, maka agama itu sendiri merumuskan masa depan masyarakat itu seperti apa yang diinginkan, dengan menilai situasi masyarakat pada saat itu.
Gus Dur menggunakan istilah etika terapan dengan etika sosial yang berpedoman pada sumber ajaran Islam, baik al-Qur’an dan hadis, kaidah ushul fiqh, maupun ajaran tasawuf. Dalam pandangannya, ada tiga pola pengembangan konsep Islam sebagai etika sosial yang diharapkan mampu mengatasi problematika kehidupan sosial, yakni pertama, transformasi nilai-nilai etika Islam ke dalam ranah sosial; kedua, implementasi nilai-nilai etika Islam dalam kehidupan berbangsa; dan ketiga, orientasi pengembangan etika Islam diarahkan kepada penciptaan kesejahteraan bangsa (maslahah ummah).
Adapun nilai-nilai etika Islam yang dicontohkan oleh Gus Dur sendiri dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, di antaranya nilai toleransi, amanah, keikhlasan, kejujuran, kepedulian, keadilan, ketegasan dan keberanian, kesabaran dan pemaaf, kearifan, egaliter, kerendahan hati, kelapangan dada, nilai kerjasama, nilai cinta damai dan anti kekerasan.
Nilai-nilai etika Islam Gus Dur memiliki relevansi dengan bidang-bidang kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu bidang agama, bidang politik dan pemerintahan, bidang hukum dan HAM, bidang sosial budaya dan ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa pemikiran beliau tentang konsep Islam sebagai etika sosial selaras dengan nilai-nilai kebangsaan yang bersumber pada empat konsensus dasar negara.
Misalnya, solusi terhadap problematika perbedaan cara pandang keberagamaan yang menimbulkan gerakan-gerakan Islam radikal, nilai-nilai etika sosial yang diajarkan beliau adalah menumbuhkan sikap toleransi dan kerjasama antarumat beragama, bukan malah memaksakan kehendak kelompoknya untuk mencapai tujuan yang menghalalkan segala cara.
Pada usianya yang ke-75 ini, bangsa Indonesia dihadapkan pada situasi pandemi yang belum pasti kapan berakhirnya. Problematika bangsa semakin kompleks dan pemerintah berusaha memulihkan kondisi dengan berbagai kebijakan untuk mensejahterakan rakyat. Tugas kita sekarang adalah mendukung upaya pemerintah dan tidak memunculkan konflik yang memperkeruh suasana. Yang terpenting adalah menjaga persatuan dan kesatuan dengan menerapkan nilai-nilai etika sosial sebagai dasar untuk segala tindakan kita membangun bangsa.
Kita bisa meneladani sosok Gus Dur dengan pemikiran transformatifnya terkait dengan konsep Islam sebagai etika sosial. Beliau melakukan perjuangan dan pembelaan terhadap individu atau kelompok masyarakat tertentu karena ada nilai-nilai etika sosial sebagai pondasinya.
Ada beberapa bentuk perjuangan dan pembelaan Gus Dur yang bisa kita teladani dari segi nilai-nilai etika sosial. Ia pernah berjuang membela kelompok minoritas Tionghoa yang selama ini mengalami diskriminasi karena dianggap nonpribumi. Nilai etika sosial yang ditunjukkan adalah nilai toleransi, keadilan, dan kesetaraan. Menurutnya, etnis Tionghoa juga bagian dari bangsa Indonesia, mereka memiliki hak dan kesempatan yang sama dengan etnis lainnya hingga ditetapkannya tahun baru Imlek sebagai hari libur nasional.
Gus Dur juga tercatat pernah membela Inul sehingga ia dianggap oleh para kiai membela aksi pornografi yang tidak selaras dengan nilai-nilai Islam. Namun, pendekatan yang digunakan oleh Gus Dur dalam melihat kasus ini adalah nilai etika sosial yakni nilai kebebasan berekspresi dan keadilan individu.
Selain itu, ia juga pernah membela Ahmadiyyah meskipun berbeda pendapat dalam hal tauhid. Nilai etika sosial yang ditunjukkan Gus Dur adalah nilai kesederajatan sebagai warga negara Indonesia dan ada nilai kemanusiaan, persaudaraan, pembebasan, dan keadilan.
Pada masa pandemi ini, kita bisa meneruskan perjuangan Gus Dur dengan cara membantu masyarakat miskin atau terdampak Covid-19, baik melalui pengumpulan donasi, bantuan langsung berupa sembako, dan lain sebagainya. Saya kira, hal demikian termasuk bagian dari nilai kepedulian, keikhlasan, dan amanah.
Selain itu, sikap yang bijak terhadap orang-orang di sekitar kita yang positif Covid-19 atau telah sembuh, adalah tidak mengucilkan mereka, tetap menerima kembalinya mereka setelah sembuh, bahkan memberi dukungan moril meski tetap jaga jarak. Hal ini termasuk bagian dari nilai-nilai etika sosial yakni nilai persaudaraan, keadilan, dan keikhlasan.
Sumber: arrahim.id