Dunia pergerakan kembali berduka dengan wafatnya Muchtar Pakpahan. Dia menghembuskan napas terakhir pada Minggu malam, 21 Maret 2021 di Rumah Sakit Siloam, Semanggi, Jakarta Pusat. Setelah berjuang melawan penyakit kankernya, pejuang kemanusiaan itu akhirnya wafat di usia 67 tahun.
Muchtar Pakpahan merupakan pendiri sekaligus Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) periode 1992-2003. Pria kelahiran Simalungun, Sumatera Utara tersebut belum lama ini masih aktif membela hak-hak buruh, khususnya mengkritik UU Cipta Kerja yang telah disahkan pemerintah. Perjuangan Muchtar mendampingi buruh sudah berjalan sejak era Orde Baru. Menariknya, ada satu nama yang tak bisa lepas dari ingatan Mochtar terkait hal ini, yaitu Gus Dur.
Gus Dur memiliki andil besar bagi pergerakan kaum buruh, terutama untuk berorganisasi dan lepas dari kungkungan yang diterima selama Orde Baru. Ketika menjadi presiden, Gus Dur mengesahkan UU No. 21/2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Karena undang-undang tersebut, hingga pada 2013 lalu telah ada 16 ribuan serikat buruh di tingkat perusahaan, 200-an federasi serikat buruh di tingkat nasional, dan 8 konfederasi serikat buruh di tingkat nasional.
Dalam catatannya, Mochtar menceritakan bagaimana kisahnya bersama Gus Dur saat mendirikan SBSI. Tepatnya pada 24-26 April 1992, berlangsunglah pertemuan buruh nasional di Hotel Cipayung, Bogor. Acara itu yang dihadiri oleh 107 tokoh, aktivis, dan buruh. Penanggungjawab pertemuan tersebut adalah Muchtar Pakpahan sendiri, Sukowaluyo Mintorahardjo, Sabam Sirait, dan KH. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Saat itu, Yayasan Komunikasi (sekarang Parkindo) mendapat jatah mengurus perizinan, tetapi Gus Dur ikut menandatangani permohonan ijin.
Karena ketatnya pengawasan Orde Baru, Polri tidak memberi ijin acara atas rekomendasi dari TNI. Meski begitu pertemuan tersebut tetap dilanjutkan. Acara itu akhirnya tetap berjalan dengan kepungan ribuan TNI/AD di sekeliling hotel. Pada satu kesempatan, Mochtar mendengar ada pembicaraan aparat melalui HT. Salah seorang di antara mereka bilang, “Mohon petunjuk tindakan apa, karena gajah selalu di dalam.” Rupanya yang dimaksud gajah adalah Gus Dur. Karena gajah ada, pertemuan tersebut tidak dibubarkan. Akhirnya pada tanggal 25 April 1992, dideklarasikanlah berdirinya SBSI.
Ketika SBSI dinyatakan dilarang oleh pemerintah karena disamakan dengan PKI, muncullah berbagai dampak. Di antaranya, beberapa pengurus SBSI dibunuh, banyak yang dianiaya, dan sebanyak 289 pernah dipenjarakan. Di masa-masa berat itu, Gus Dur sering menanyakan kesulitan dan memberi perlindungan.
“Suatu kali Gus Dur bertanya, ‘SBSI tidak punya meja dan kursi ya? seperti rapat kambinglah ya? Tapi jangan berkecil hati,'” kenang Mochtar. “Besoknya ada seseorang suruhan Gus Dur yang mengantar kursi lipat kuliah sebanyak 50 buah dan ditambah meja. Sejak itu, terjadilah peningkatan dari rapat kambing menjadi rapat aktivis perburuhan. Meja itu masih ada sekarang di kantor,” lanjutnya.
Muchtar Pakpahan dan Gus Dur tidak hanya sering bekerja sama saat era awal SBSI saja. Ketika Partai Buruh dinyatakan menjadi peserta pemilu 2009, Mochtar kembali dekat dengan Gus Dur. Ia melakukannya untuk dua hal: ingin mengetahui pergumulan Gus Dur tentang bangsa dan negara, serta ingin memperoleh dukungan Gus Dur. “Sejak saat itu, mulai Nopember 2008 sampai Maret 2009, setiap Rabu pagi, dari jam 06.00 sampai jam 08.00, saya menemui beliau di Ciganjur. Kadang-kadang Sabtu saya juga menemui beliau,” kata Mochtar. “Beberapa kali saya temani olahraga (beliau duduk di atas kereta dorong), dan yang pasti setiap bertemu kami sarapan bersama. Saya selalu disuguhi lontong sayur pakai telor.”
Muchtar Pakpahan kini telah berpulang. Ia telah berangkat menemui Gus Dur, sahabat dan gurunya dalam berjuang menegakkan keadilan di Indonesia. Muchtar dan Gus Dur adalah teladan yang tak boleh padam. Semangat mereka untuk terus mendampingi kelompok masyarakat yang lemah dan dilemahkan harus kita adopsi hari ini dan seterusnya.
Selamat jalan, Pak Mochtar!