Disturbing the Peace: Tak Ada yang Mustahil dengan Perdamaian

Tepat pada 5-10 Juni tahun ini, perang Arab-Israel terjadi 54 tahun yang lalu. Dalam konteks tersebut, organisasi Belanda-Yahudi Een Ander Joods Geluid (Sebuah Suara Yahudi yang Berbeda, EAJG), yang jenuh dengan pendudukan Israel di Palestina, menyelenggarakan sebuah program yang berlangsung enam hari, seperti berlangsungnya perang Arab-Israel 54 tahun yang lalu itu. Program EAJG berjudul “Enough=Enough!” dan termasuk berbagai kegiatan tentang konflik Israel-Palestina yang diadakan di dua kota Belanda: Amsterdam dan Den Haag. Misalnya pada tanggal 6 Juni film dokumenter Disturbing the Peace telah ditayangkan di bioskop De Uitkijk di Amsterdam.

Film Disturbing the Peace disutradarai oleh Stephen Apkon dan Andrew Young dan pertama kali dirilis tahun 2016. Film ini dinobatkan sebagai dokumenter terbaik (audience award) di Traverse City Film Festival dan menjadi juara di Ebertfest (humanitarian award). FIlm ini sudah ditayangkan di berbagai negara, termasuk Amerika, Romania, Inggris, Belanda, Argentina, dan Israel.

Disturbing the Peace menceritakan transformasi pegiat-pegiat perdamaian Israel dan Palestina yang di masa lalu berpartisipasi dalam konflik di Timur Tengah ini melalui kekerasan. Mereka terdiri dari warga-warga Israel yang dulu bekerja sebagai tentara Israel, juga orang-orang Palestina yang pernah mengikuti perjuangan Palestina bersenjata. Dulu mereka bermusuhan dan menganggap cara militer dan bersenjata sebagai solusi satu-satunya jalan untuk menyelesaikan konflik yang sudah menewaskan banyak korban itu. Namun sekarang ini mereka sudah meletakkan senjata dan malah bekerjasama demi mencapai perdamaian di tanah suci tiga agama.

Bagaimana perubahan itu bisa terjadi? Kesamaan yang menyatukan berbagai cerita-cerita itu adalah bahwa setiap peserta dalam film itu di suatu saat menjadi penasaran tentang golongan yang dianggap sebagai musuh. Mereka ingin berkenalan dengan golongan bertentangan itu secara dalam. Mengenal golongan itu sebagai manusia. Manusia yang menderita, yang takut, yang punya perasaan, yang punya hati dan kasih sayang. Dan mulai saat itu prasangka mereka pelan-pelan berubah menjadi pengertian dan solidaritas.

Lebih dari itu, tahun 2006 mereka menciptakan organisasi Combatants for Peace. Tujuan utama Combatants for Peace adalah menghentikan pendudukan Israel di Palestina secara damai. Sekarang sudah sekitar dua ratus orang sukarela bergabung dengan organisasi itu. Demonstrasi-demonstrasi damai yang diadakan Combatants for Peace kadang-kadang bisa menarik sampai ribuan orang ke jalan.

Adegan-adegan yang paling mengesankan dalam film Disturbing the Peace menurut saya adalah adegan yang memperlihatkan demonstrasi dan kegiatan gotong-royong tertentu yang diadakan Combatants for Peace. Terutama sebuah demonstrasi di depan tembok pembatas. Sewaktu demonstrasi itu pegiat-pegiat Israel berjalan ke tembok dari sisi Israel dan pegiat-pegiat Palestina berjalan ke situ dari sisi Palestina, sampai semuanya disatukan dan menyerukan kemerdekaan Palestina. Serdadu-serdadu Israel yang berdiri di tengah kelihatannya bingung; untuk beberapa saat, mereka bukan status-quo lagi tetapi merekalah pihak yang aneh. Kegiatan lain adalah Hari Peringatan (Memorial Day) yang diadakan sekali setahun di Tel Aviv. Di kegiatan besar ini korban-korban yang telah tewas di dua pihak diperingati. Selain itu, penderitaan pribadi dan cerita masing-masing dibagi oleh orang-orang Israel dan Palestina. Ada juga berbagai cendekiawan dan artis yang telah menghadiri Hari Peringatan itu.

Gotong-royong tersebut merupakan masa depan Israel dan Palestina. Walaupun sekarang masih kelompok yang kecil kalau dibandingkan dengan seluruh penduduk wilayah Israel dan Palestina, tapi kelompok itu akan terus bertambah. Pegiat-pegiat Combatants for Peace yang perkasa itu sedang menggambarkan dan juga menciptakan satu-satunya solusi yang benar: yaitu perdamaian, saling mengenal, dan saling mengerti. Mereka sudah menemukan bahwa orang “lain”, terutama “musuh”, sebenarnya mencerminkan dirinya. Begitu juga di seluruh dunia, bahkan di kehidupan pribadi semua manusia. Coba pikirkan seseorang yang berselisih dengan Anda, apa kesamaan antara Anda dan orang itu? Pasti selalu ada kesamaan, tanpa terkecuali.

Ada banyak orang yang kurang percaya bahwa suatu hari nanti dunia akan damai. Tidak heran bahwa kebanyakan orang bersikap skeptis terhadap perdamaian, karena perang dan kekacauan biasanya mendominasikan surat kabar dan media lain. Tetapi sejarah telah memperlihatkan bahwa pencapaian-pencapaian yang seolah-olah “mustahil” sebenarnya sangat mungkin terjadi kalau saja dipercayai. Misalnya Nabi Muhammad. Pada awalnya, waktu dia masih di Mekkah, belum ada tanda apa pun bahwa Islam akan pernah menjadi agama dengan jumlah penganut sangat besar di dunia. Justru sebaliknya, dia berhadapan dengan banyak tantangan. Tetapi dia tetap sabar dan teguh. Terlebih lagi, dia percaya bahwa tidak ada yang mustahil.

Indonesia dari awal selalu mendukungi kemerdekaan Palestina dan perdamaian di daerah itu, dari gerakan Non-Blok Sukarno sampai sekarang. Dukungan ini terlihat dalam bidang politik luar negeri dan juga dalam bidang masyarakat sipil. Malah dalam UUD 1945 NKRI tercatat: “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.” Oleh karena dukungan itu Disturbing the Peace seharusnya ditayangkan di layar-layar bioskop Indonesia juga. Film ini tidak hanya wajib ditonton untuk semua orang yang acuh dengan keadaan Israel dan Palestina tetapi juga untuk semua orang yang memedulikan perdamaian pada umumnya.

Sebab film ini menunjukkan satu kesimpulan: Kalau orang-orang yang terlahir di dalam keadaan konflik yang begitu dahsyat dan telah mengalami perang dalam kehidupan sehari-hari, tetapi masih juga mampu membayangkan perdamaian, pasti siapa pun di dunia ini juga mampu. Ini merupakan sebuah harapan besar untuk dunia dan membuktikan bahwa memangnya tidak ada yang mustahil.

Terakhir, Disturbing the Peace bisa ditonton di pranala ini atau bisa menonton trailernya di sini.


Sumber: islami.co

Lulusan Leiden University Belanda dan Sabanci University Turki, dan tahun ini akan melanjutkan studi di jurusan Sociology and Social Anthropology, Central European University, Budapest.