Sejumlah komunitas lintas iman di Solo mengadakan Festival Toleransi di Balaikota Surakarta, Selasa (16/11). Acara tersebut terselenggara berkat kerjasama Pemerintah Kota (Pemkot) Surakarta, Bengawan Muda, Imparsial, GUSDURian Solo, dan Yayasan Bani Abdurrahman Wahid (YBAW). Festival toleransi itu diadakan untuk memperingati Hari Toleransi Internasional (International Tolerance Day), yang jatuh pada tanggal 16 November.
Selain itu, acara yang mengusung tema “Toleransi Cermin Budaya Wong Solo” tersebut diselenggarakan sebagai upaya untuk menguatkan toleransi di Solo raya.
Malik Rasyid Ridho, ketua panitia festival toleransi, mengatakan acara ini merupakan acara puncak Bengawan Muda Solo yang dimulai sejak 28 Oktober lalu. “Acara ini sejatinya adalah puncak dari serangkaian acara Bengawan Muda Solo yang diadakan sejak 28 Oktober lalu. Acara ini sengaja dihelat pada 16 November bertepatan dengan Hari Toleransi Internasional. Selain itu, festival ini diharapkan dapat menguatkan toleransi di Solo,” ungkap Malik kepada islamsantun.org.
Menurut Malik, tema yang diangkat pada festival ini sangat cocok dengan jati diri orang Solo, masyarakat yang gemar dengan perilaku hidup damai dan harmonis. Untuk menjaga kerukunan, kata Malik, diperlukan konektivitas dan dukungan dari elemen masyarakat seperti pemuda, budayawan, pemerintah, dll.
Lebih lanjut, ia berharap, peringatan semacam ini tidak berhenti di tahun ini saja. Namun, harapannya dapat diadakan kembali tahun depan dengan konsep yang lebih baik dan semakin meriah.
“Semoga tahun depan festival toleransi bisa kembali digelar dengan konsep yang lebih baik dan semakin meriah,” tutur Malik.
Joko Priyono, Pegiat Komunitas Gusdurian Solo Raya, mengungkapkan dalam meningkatkan toleransi di Solo tidak bisa dijalankan oleh satu atau dua kelompok. Tentu dibutuhkan kolaborasi untuk melakukan itu. Untuk itu, kata dia, dukungan dari berbagai elemen masyarakat sangat dibutuhkan untuk mensukseskan acara ini.
“Untuk meningkatkan toleransi di Solo dibutuhkan kolaborasi dan kerjasama dari semua elemen masyarakat. Tidak bisa dilakukan oleh satu atau dua kelompok saja,” papar Joko.
Sementara itu, acara ini dipungkasi dengan pembacaan “Deklarasi Surakarta Damai” yang dipimpin oleh KH. Dian Nafi’, pengasuh pondok pesantren Al-Muayyad Windan, Solo.
(Artikel ini pertama kali dimuat di islamsantun.org)