Dalam rangka memeriahkan rangkaian Festival Bulan Gus Dur sepanjang bulan Desember 2021 hingga Januari 2022, GUSDURian Banjarmasin bersama jejaring lintas iman mengadakan serangkaian kegiatan kunjungan ke tempat-tempat ibadah di Banjarmasin. Dalam kunjungan ini, para peserta melakukan dialog bersama pemuka rumah ibadah masing-masing untuk saling mengenal dan merawat keberagaman di Banjarmasin.
Setelah mengunjungi Masjid Jemaat Ahmadiyah Banjarmasin pada Kamis, 6 Januari 2022 lalu, pada Sabtu, 8 Januari 2022, GUSDURian Banjarmasin bersama jejaring lintas iman mengunjungi Pura Agung Jagat Natha yang beralamatkan di Jl. Gatot Subroto No. 11, Pengambangan, Kecamatan Banjarmasin Timur, untuk berdialog dan mengenal agama Hindu di Banjarmasin lebih dekat.
I Made Supana menyampaikan tentang sejarah Hindu di Banjarmasin. “Dulu sekitar tahun 60-an berdiri pabrik kayu di Jelapat. Banyak tenaga kerja yang dibutuhkan. Maka didatangkanlah tenaga-tenaga kerja dari Bali, dari Polri juga. Mereka beragama Hindu. Jadi terkumpullah orang-orang Hindu di Banjar. Sekarang sudah ada kurang lebih 60 kepala keluarga di Banjarmasin, dan menurut data tahun 2020 sudah ada 150 ribu jiwa di Kalimantan Selatan.”
“Hampir 40 tahun saya di sini. Kehidupan keberagaman di Kalimantan Selatan sangat baik. Kami melakukan ibadah kegiatan keagamaan hampir-hampir tidak ada masalah. Kalau pun ada riak-riak itu sifatnya tidak perlu kita jadikan masalah. Saat kerusuhan tahun 98 itu pura ini sempat mau dibakar juga, justru sodara-sodara di Banjarmasin yang menolong, menghalangi massa agar pura ini tidak dibakar,” tambahnya.
I Made Supana memaparkan, umat Hindu yang menyebar di mana-mana menyesuaikan adat istiadat setempat. Sembahyang Tri Sandya dilakukan tiga kali sehari menggunakan bunga, air, dan dupa. Sembahyang bisa dilaksanakan di rumah maupun di pura. Namun umat Hindu di Banjarmasin biasanya sembahyang di pura karena khawatir akan stigma masyarakat setempat terkait ‘dupa’. Hal ini yang sempat ditanyakan oleh Arief Budiman, Koordinator GUSDURian Banjarmasin, mengenai keresahan umat Hindu di Banjarmasin.
Wayan Wijana menambahkan, “Pemkot Banjarmasin ingin menerapkan ‘kota rukun Banjarmasin’. Pemerintah sudah mencanangkan moderasi beragama. Perwujudannya adalah toleransi, rukun, beragama tanpa kekerasan, mengurangi fanatisme/ekstrimisme dalam beragama.”
“Jadi mari kita dukung bersama, karena salah satu penggagas kerukunan di Indonesia adalah Gus Dur juga,” lanjutnya.
Kunjungan selanjutnya bertempat di Vihara Dhammasoka, Jl. Kapten Piere Tendean, Gadang, Kecamatan Banjarmasin Tengah, pada Kamis siang, 13 Januari 2022.
“Sembilan nilai utama Gus Dur selalu menjadi pondasi dasar GUSDURian Banjarmasin dalam melaksanakan berbagai kegiatan agar dapat melanjutkan apa yang telah Gus Dur teladankan. Harapannya hari ini kita dapat mengenal Buddha lebih dekat,” kata Arief Budiman dalam sambutannya selaku perwakilan dari GUSDURian Banjarmasin.
Bhante Saddhaviro memperkenalkan Vihara Dhammasoka dan ajaran Buddha sebagai pengantar sebelum berdialog. Ia memaparkan tiga inti ajaran Buddha yaitu, pertama perbanyak berbuat baik; kedua, tidak berbuat jahat; dan ketiga menyucikan hati dan pikiran. Tujuannnya adalah supaya individu bisa melepaskan penderitaan, yaitu dengan bahagia.
Roy, seorang peserta dari Pemuda Katolik menanyakan, apakah ajaran Buddha menyesuaikan diri dengan budaya lokal.
“Dalam ajaran Buddha ada hal-hal prinsipil yang tidak dapat ditawar-tawar, yaitu berbuat baik, tidak berbuat jahat dan menyucikan hati serta pikiran. Maka yang dapat kita sesuaikan adalah sikap. Sikap kita boleh-boleh aja mengadopsi atau menyesuaikan dengan budaya setempat selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip tadi,” jawab Bhante Saddhaviro.
Menjawab pertanyaan Fatmawati dari GUSDURian Banjarmasin mengenai peranan perempuan dalam ajaran Buddha, Bhante Saddhaviro mengatakan bahwa peranan perempuan dan laki-laki sejajar dalam mengembangkan spiritualitas. Kesucian dapat dicapai oleh siapa saja, baik itu laki-laki maupun perempuan. Begitu pula dalam hal kepemimpinan. Tidak masalah itu perempuan atau laki-laki, karena yang terpenting itu apa yang dilakukannya dan kebermanfaatannya.
Bhante Saddhaviro juga memaparkan konsep penciptaan dalam perspektif Buddhis yaitu; pertama, ada karena dibuat atau diciptakan; kedua, ada karena disebabkan; dan ketiga, ada keberadaannya bukan karena dibuat atau diciptakan maupun disebabkan tetapi ada. Hal ini juga sempat ditanyakan oleh Anya dari komunitas Narasi Perempuan.
Tonny Winata mengungkapkan dalam sambutannya, pertama kali ia mengenal Gus Dur saat ia membaca artikel Gus Dur pada suatu majalah.
“Ternyata selera musik Gus Dur itu sama dengan saya, Simfoni no 9 Beethoven, saya baru menemukan seorang kiai yang begitu luas wawasannya. Banyak sekali ide-ide beliau khususnya tentang pluralisme, maka tepat sekali teman-teman GUSDURian mengadakan acara ini,” terang Tonny.
Kunjungan terakhir bertempat pada Gereja Kalimantan Evangelis Eppata (GKE Eppata), Jl. D. I. Panjaitan No. 23, Antasan Besar, Kecamatan Banjarmasin Tengah, pada Jumat pagi, 14 Januari 2022.
Pendeta Tuahkutuuni memperkenalkan GKE Eppata beserta organisasinya dan memaparkan secara singkat sejarah Kristen masuk ke Kalimantan. “Kristen masuk ke Kalimantan sejak tahun 1835. Gereja ini dibangun pada tahun 1839. Sekarang, kurang lebih usianya 183 tahun. Dan GKE ini yang terbesar di wilayah Kalimantan Selatan”.
Dewi, perwakilan dari GUSDURian Banjarmasin menanyakan apa yang menjadi kegelisahan umat Kristen di Banjarmasin. Taji Palis menjawab, bahwa sebagai minoritas, kegelisahan mereka yaitu seringnya mendapat diskriminasi, sehingga sering merasa was-was. Namun hal-hal seperti itu tidak sampai menghentikan kegiatan-kegiatan dan pekerjaan mereka.
Perihal nilai-nilai Gus Dur, Pendeta Tuahkutuuni mengatakan ketertarikannya dan menyatakan bahwa mereka juga sejalan dengan GUSDURian, “Kami juga membina hal-hal positif ini pada jemaah untuk terus membina solidaritas, bukan hanya ke dalam namun juga keluar. Kita juga sejiwa dengan GUSDURian.”
Usai berdialog di masing-masing tempat ibadah, peserta yang berasal dari berbagai jejaring lintas iman diajak berkeliling dan dikenalkan apa saja yang ada di tempat ibadah tersebut.
Kegiatan kunjungan ke tempat-tempat ibadah ini dilakukan dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan dan pembatasan jumlah peserta mengingat pandemi Covid-19 masing berlangsung.