Cerita Seorang Pasukan Berani Mati Gus Dur Asal Pasuruan

Peristiwa persekongkolan politik untuk menjatuhkan Presiden Republik Indonesia ke-4 KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang terjadi pada pertengahan tahun 2001, memberikan kesan tersendiri bagi Ustaz M. Samian, Ketua Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama (PRNU) Jetis, Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Sidogiri, Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Pasuruan. Pasalnya, ia menjadi salah satu dari ribuan Pasuruan Berani Mati (PBM) Gus Dur yang datang ke Jakarta. Lebih-lebih, saat itu ia baru memiliki anak yang masih bayi.

Ustaz Samian yang waktu itu mewakili Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Ranting NU Dhompo, berangkat berjalan kaki dengan ditemani keluarga dan istri menuju Lapangan Sidogiri. Selanjutnya naik bus berangkat ke Jakarta. Dalam perjalanan menuju Jakarta, bus yang ia tumpangi tertinggal di daerah Jawa Barat. Ketika melintasi jalan di hutan, tiba-tiba bus berhenti. Ternyata karena ada beberapa orang yang menghadang kendaraannya itu. “Ada begal,” katanya. Akhirnya seluruh PBM turun dengan membawa rotan sehingga membuat begal tersebut kabur ke dalam hutan.

Sesampainya di Jakarta, Ustaz Samian dan rombongan bergabung dengan PBM lainnya untuk melakukan demontrasi di beberapa titik. Saat malam tiba, ia bersama yang lainnya tidur di halaman Monumen Nasional (Monas). Tiba-tiba saja saat dini hari, ia dan ratusan orang yang masih terjaga melihat Gus Dur berada di Monas. Gus Dur datang dan berpesan agar besok tidurnya di asrama haji.

“Pada waktu malam, sekitar jam dua, ternyata Gus Dur ke teman-teman (ke Monas). Disuruh Gus Dur. ‘Besok jangan tidur di sini lagi. Kasihan. Nanti masuk angin.’ (Meniru kata-kata Gus Dur). Kata teman-teman, ‘Sudah biasa, gus. Kami juga sering tidur di musala dulu.’ Saya yang terjaga pada malam itu dapat bersalaman dengan Gus Dur,” imbuhnya.

Penulis (kiri) bersama Ustaz Samian (kanan).

Saat berada di halaman gedung Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), saat itulah pertama kalinya ia merasakan perihnya gas air mata. Bagaimana tidak, ia berada di barisan depan dan belum mengerti bahwa itu gas air mata. Ia mengira asap biasa. Untungnya, Ustaz Samian kemudian mendapatkan odol dan diberitahu untuk dioles di sekitar mata supaya efek gas air mata berkurang.

Secara pribadi dan khususnya PBM dari Pasuruan memiliki keberanian untuk membela Gus Dur dikarenakan beberapa hal. Di antaranya adalah karena mereka sudah mengonsumsi pisang yang diberi oleh KH. Amir Cholili dan telah dibekali rotan dari KH. Abdulloh Siroj Sidogiri.

“Apalagi kalau di lapangan (berdemontrasi), ada Gus Suadi (KH. Suadi Abu Amar). Salah satu oratornya juga Gus Mujib (KH. A. Mujib Imron). Jadi tambah berani. Kiai ikut. Tambah berani,” lanjut pria yang aktif berkegiatan Ikatan Seni Hadrah Indonesia (Ishari) itu.

Kegiatan turun jalan tersebut terus ia lakukan hingga malam keempat dirinya di Jakarta. Di malam terakhir itu Gus Dur datang ke asrama haji. Gus Dur meminta supaya rombongan Ustaz Samian pulang agar tidak terjadi keributan yang dapat memakan korban dari masyarakat Indonesia hanya karena urusan politik.

“Memang dari Gus Dur sendiri, ndak boleh. Suruh pulang. Itu diumumkan pada malam keempat. Datang ke asrama haji, (kami) disuruh pulang. Biar tidak terjadi keributan,” pungkas pengusaha mebel itu.

Koordinator Komunitas Gitu Saja Kok Repot (KGSKR) GUSDURian Pasuruan. Dosen UNU Pasuruan. Ketua LTNNU PCNU Kabupaten Pasuruan.