Beberapa peserta seminar sudah hadir. Mereka berasal dari berbagai utusan. Dari dinas pemerintah, ormas NU, Muhammadiyah, Ahmadiyah, kelompok lintas iman, mahasiswa, dan lain sebagainya. Mereka menghadiri undangan panitia Seminar “Indonesia Rumah Bersama: Merawat Kebinekaan dalam Bingkai Keindonesiaan“ yang diselenggarakan oleh Jaringan GUSDURian bekerjasama dengan Kampus IAINU Kebumen, pada Jumat (9/6) lalu.
Dalam seminar tersebut hadir beberapa pembicara, seperti Ahmad Murtajib M.A (Akademisi IAINU Kebumen), Wiwin Siti Aminah M.Ag (Srikandi Lintas Iman), dan Fredy Neno S.Sos, M.Si (Ditjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri).
Bertempat di Gedung Auditorium Kampus IAINU Kebumen, seminar ini dibuka oleh Rektor IAINU Kebumen, Fikria Najitama M.S.i yang sekaligus menjadi keynote speaker dalam acara tersebut. Dalam sambutannya, Pak Fikria menyampaikan bahwa ia menerima baik terselenggaranya acara seminar ini. Hal ini didasarkan pada pentingnya mendiskusikan Indonesia Rumah Bersama dewasa ini.
“Di luar sana, terkadang kita mengalami dilema akan kebenaran. Kebenaran hanya menjadi perspektif pribadi di tengah ragamnya perbedaan suku, budaya, dan ras dalam bingkai kebinekaan di Indonesia. Sementara generasi muda sekarang yang berada di wilayah kampus atau yang lainnya perlu didorong untuk membuat konten-konten kreatif keberagaman Indonesia di media sosial saat ini,” terang Pak Fikria.
Ia juga menambahkan, tradisi diskusi tentang keindonesiaan perlu juga diselenggarakan. Di antaranya adalah diskusi lintas iman di kampus-kampus yang berbasis agama. Hal ini bertujuan untuk mengikis sikap eksklusivisme.
“Dalam beberapa survei,” ungkap Rektor IAINU ini, “Sikap intoleransi juga kerap kali dilakukan oleh perempuan. Maka dari itu perlu ada diskusi-diskusi untuk lintas iman agar pemikiran kita semakin terbuka dengan kondisi yang terjadi saat ini.”
Sejalan dengan itu, Ahmad Murtajib M.A perwakilan dari akademisi Kampus IAINU Kebumen menyampaikan bahwa kata kunci tema seminar ini adalah kata “Indonesia”.
“Indonesia merupakan negara yang sangat luar biasa besarnya. Dari Sabang sampai Merauke. Merawat Indonesia bisa dilihat dari cara kita memandang rumah sebagai miniatur Indonesia. Rumah secara fisik memang tidak ada yang salah. Namun secara nonfisik dalam rumah tersebut kita berbeda-beda, baik secara fisik, pemikiran, kepentingan dan yang lain sebagainya, meski demikian kita sepakat untuk berumaha tangga. Rumah tangga itulah miniatur Indonesia. Harus ada keadilan di dalamnya. Begitupun dalam sekup negara: ada RT, RW, desa sampai tingkat negara,” papar pria yang akrab disapa Kang Tajib tersebut.
Dalam tambahannya, Dosen IAINU ini juga mencontohkan Pondok Pesantren Miftahul Ulum Lirap Kebumen. Ponpes tersebut hidup berdampingan dengan Gereja Kristen yang berada tidak jauh darinya. Tepatnya di Desa Banjarwinangun yang terdapat pemakaman bagi orang Islam dan orang Kristen yang berada dalam satu komplek.
Sementara pembicara lainnya, Wiwin Siti Aminah M.Ag menyoroti soal keterlibatan perempuan dalam praktik intoleransi. Menurutnya hal ini disebabkan oelh perempuan yang kurang diajak bicara bersama atau dialog tentang toleransi. Ia memberikan solusi agar perempuan perlu diajak diskusi bersama tentang peran perempuan dalam keikutsertaan menjaga Indonesia sebagai rumah bersama.
“Perempuan, dalam hal ini seorang ibu, adalah sekolah atau pendidikan pertama bagi tumbuh kembangnya seorang anak. Maka perempuan harus mendapatkan tempat dan peran penting dalam menentukan arah kebijakan tentang toleransi dan perdamaian,” jelas akademisi yang juga aktif di Srikandi Lintas Iman tersebut.
Pembicara terakhir dari Kemendagri Fredi Neno M.Si menjelaskan bahwa peranan pendidikan dalam menanamkan nilai-nilai toleransi dan perdamaian menjadi satu upaya yang penting dalam mengurangi krisis toleransi dan perdamaian. Karena di dalam pendidikan terdapat dialog antara pendidik dengan peserta didik.
“Maka dari itu, penguatan pemahaman nilai agama yang sesuai dengan keindonesiaan sangatlah penting. Sehingga ke depan akan selalu muncul generasi yang akan terus merawat Indonesia sebagai rumah bersama,” tutup Pak Fredi.