Resensi: Testimoni Kolega Gus Dur tentang Bukti Kewaliannya  

Judul              : 99 Bukti Gus Dur Wali          

Penulis          : A. Mukafi Niam dan Syaifullah Amin  

Penerbit         : Rene Islam

Cetakan         : 2019

Tebal              : 237 halaman

ISBN               : 978-602-120-17-25

Sosok Kiai Abdurrahman Wahid atau yang akrab dipanggil Gus Dur merupakan orang yang sangat fenomenal. Berbagai gagasan dan pemikirannya telah membumi di dada umat, apalagi tanpa ia tunjukkan kepada khalayak, dengan sendirinya berhasil menghadirkan bukti-bukti karamah-nya yang disaksikan sendiri oleh para kolega selama berinteraksi dengannya. Keluarga, santri, kiai, ulama’, staf pribadi, tokoh masyarakat, agamawan, wartawan, sampai kalangan nonmuslim memberikan testimoni tentang keistimewaan, kekhususan, dan kewalian Gus Dur.

Gus Dur tidak hanya dikenal sebagai sosok yang gemar menjalin silaturahim dan konsolidasi dengan orang-orang yang masih hidup. Lebih dari itu, ia merupakan sosok yang gemar melakukan silaturarwah dengan para pendahulunya. Bahkan, Gus Dur bisa berkomunikasi dengan walisongo dan orang-orang mulia yang belum dikenal oleh mayoritas orang. Maka tidak salah satu adagium yang mengatakan bahwa tidak ada yang bisa mengetahui kewalian seseorang kecuali ia juga adalah seorang waliyullah.

Kisah unik ini didapatkan saat di tengah perjalanan, tepatnya di sekitar Losari sekitar 01.00 dini hari, Gus Dur meminta sopirnya untuk kembali ke makam Sunan Gunung Jati yang berada di komplek astana Gunung Sembung, Cirebon. “Saya baru saja dipanggil Sunan Gunung Jati,” kata Gus Dur. Seluruh anggota rombongan terdiam (hlm. 22).  

Buku 99 Bukti Gus Dur Wali yang ditulis oleh A. Mukafi dan Syaifullah Amin ini telah berhasil diverifikasi secara jurnalistik. Semua kisah dan kesaksian yang diambil di dalam buku ini bersumber dari tangan pertama (sumber utama yang terpercaya).

Ada banyak kisah menarik dan kesaksian kepada Gus Dur. Salah satunya perkataan sebagian kalangan yang mengatakan bahwa Gus Dur adalah sosok wali masa kini. Sebagaimana diakui oleh Bambang, asisten Gus Dur, “Saya percaya Gus Dur itu wali. Beliau tidak seperti lazimnya manusia biasa. Ketokohannya luar biasa dalam memperjuangkan hak-hak sipil rakyat. Saya menganggap beliau wali dalam konteks zaman kekinian” (hlm. 11).

Sementara itu, almarhum KH. Shalahuddin Wahid (Gus Sholah) yang merupakan adik kandung Gus Dur berpendapat bahwa kewalian bisa dibagi atas aspek sosial dan aspek agama. Jika secara sosial masyarakat sudah menganggap seseorang sebagai wali, ia jadi wali. “Bagi saya, Gus Dur itu wali sosial. Kalau dari sudut pandang agama, saya tidak tahu, ini rahasia Allah,” katanya (hlm. 113).

Selain dikenal sebagai pejuang kemanusiaan dan kebenaran, Gus Dur adalah sosok yang mendahulukan kepentingan mayoritas daripada kepentingan pribadinya sendiri. Bahkan, semasa menjadi presiden Gus Dur tidak pernah sekalipun memberikan bantuan untuk Pesantren Tebuireng.

Yang membedakan Gus Dur dengan orang lain: beliau seperti talang, menjadi tempat air mengalir. Sementara orang lain itu ibarat kolam, kalau mendapat rezeki diperuntukkan bagi dirinya sendiri. Kalau talang selalu bersih. Kalau kolam selalu ada lumut (hlm. 160).

Gus Dur juga merupakan sosok yang sangat komprehensif di mata umat. Hal ini dibuktikan dengan salah satu penelitian yang dilakukan oleh Azzam Anwar yang berkesimpulan bahwa Gus Dur merupakan wali yang kesepuluh. Azzam mendasarkan kepada beberapa hal yang menjadi pemicu terhadap pembenaran wacana tersebut, di antaranya: pertama, Gus Dur telah dikenal sebagai pemimpin agama, presiden, akademisi dan pemimpin NU yang kharismatik.

Kedua, Gus Dur dikenal sebagai orang yang nyeleneh, aneh, dan kerap melakukan sesuatu di luar kebiasaan (khariqul ‘adat). Misalnya seperti kemampuan Gus Dur yang dapat memprediksi masa depan. Ketiga, Gus Dur dikenal dengan ide-idenya yang populer dan monumental. Misalnya tentang konsep pribumisasi Islam. Bahkan, Prof. Dr. Yudian Wahyudi mengatakan bahwa Gus Dur layak dikatakan sebagai wali kesepuluh lantaran prestasinya setara dengan sembilan wali (hlm. 230).

Buku ini disusun dengan beberapa sub bab judul kisah testimoni Gus Dur. Dimulai dengan Fenomena Kewalian Gus Dur, Komunikasi dengan Para wali, Karamah Gus Dur, Weruh Sak Durunge Winarah, Keistimewaan Gus Dur, Dekat dengan Umat dan Merakyat, Menjadi Presiden RI, Gus Dur di Mata Keluarga, Dipuji dan Dimusuhi, dan Extra Stories. Kisah-kisah yang tersusun di dalam buku ini seakan menjadi refleksi untuk melanjutkan keteladanan Gus Dur yang kontroversial dan revolusioner. Selamat membaca!


Penggerak Komunitas GUSDURian Sumenep, Madura.