Forum 17-an merupakan agenda nasional Jaringan GUSDURian, yang mana pada bulan ini mengangkat tema “Kemerdekaan dalam Keberagaman”. Hal ini dilatarbelakangi oleh bulan Agustus yang menjadi bulan kemerdekaan Indonesia. Selain itu, Gus Dur juga tercatat lahir pada 4 Agustus.
Maka dari itu, pada momen ini penting untuk menyebarkan nilai, pemikiran, dan keteladanan Gus Dur dalam konteks kemerdekaan. Kemerdekaan tercipta apabila ada kesetaraan.
Komunitas GUSDURian Adipala Cilacap ikut menyemarakkan agenda Forum #17an dengan mengadakan acara nonton bareng (nobar) dan diskusi film KTP. Kegiatan tersebut diselenggarakan pada hari Jum’at, 19 Agustus 2022, pukul 20:00-23:00 WIB dan bertempat di Sekolah MI Ya Bakii Welahan Wetan, Cilacap.
Dihadiri oleh peserta perempuan sebanyak 15 orang dan laki-laki sebanyak 23 orang, forum ini menjadi lebih interaktif. Terlebih, peserta terdiri dari berbagai komunitas jejaring yang didominasi pemuda-pemudi, di antaranya anak-anak OSIS MA Raudlatul Huda Adipala, para mahasiswa/i UNUGHA Cilacap, teman-teman dari Permas/Permapi, IPNU PAC Adipala, beberapa anggota Ansor Banser Welahan Wetan, dan jejaring lainnya. Forum 17-an GUSDURian Adipala dimoderatori oleh Sarwoko, Ketua IPNU PAC Adipala.
Diawali dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, kegiatan berlanjut dengan nobar film KTP dan disambung ke acara inti, yaitu diskusi. Sebelum memasuki diskusi, terdapat pemaparan dari tiga narasumber, yaitu Joshua Sudaryo (Koordinator GUSDURian Adipala Cilacap), Laisa Ifki (Mahasiswi UNUGHA Cilacap), dan Moh. Anwarudin S. Ag (Ketua POKJALUH Kankemenag Kabupaten Cilacap).
Sesi presentasi diawali oleh Joshua Sudaryo yang memaparkan tentang salah satu dari 9 Nilai Utama Gus Dur, yaitu kesetaraan. Menurutnya, kesetaraan bersumber dari pandangan bahwa setiap manusia memiliki martabat yang sama di hadapan Tuhan. Kesetaraan meniscayakan adanya perlakuan yang adil, hubungan yang sederajat, ketiadaan diskriminasi dan subordinasi, serta marjinalisasi dalam masyarakat.
“Nilai kesetaraan ini, sepanjang kehidupan Gus Dur, tampak jelas ketika melakukan pembelaan dan pemihakan terhadap kaum tertindas dan dilemahkan, termasuk di dalamnya adalah kelompok minoritas dan kaum marjinal,” terang Joshua.
Di samping itu, Joshua juga menyinggung peran Gus Dur dalam memperjuangkan kesetaraan perempuan yang dijelaskan dalam buku Gender Gus Dur. Paparan ini kemudian disambung oleh pemateri kedua yang membicarakan tentang perempuan dan moderasi beragama di kalangan anak muda.
“Peran perempuan dalam menyuarakan moderasi beragama itu perlu. Perempuan mempunyai hati nurani yang tinggi, perasaan yang sangat halus, bisa menjadi pendidik sekaligus ibu untuk keluarganya, dan bisa bersikap wasatiyah atau tengah-tengah. Perempuan mampu menjalankan dua peran sekaligus dan bisa seimbang,” ungkap Laisa.
Salah satu contoh moderasi perempuan adalah RA Kartini, lanjut Laisa, yang memberdayakan perempuan pada zamannya. Jiwa-jiwa Kartini masa kini telah dilanjutkan oleh perempuan-perempuan yang mampu memerankan dua peran sekaligus itu. Contohnya pemimpin perempuan, guru perempuan, politisi perempuan, dan lain sebagainya.
“Aksi nyata yang bisa dilakukan pemuda-pemudi sekarang adalah belajar ilmu agama, belajar berorganisasi, belajar berinteraksi, serta belajar bermusyawarah. Dan tak lupa belajar untuk mengamalkan apa yang telah ia dapatkan. Karena pada dasarnya moderasi itu mengedepankan fungsi,” tutup Laisa.
Materi terakhir disampaikan oleh Moh. Anwarudin S. Ag mengenai penguatan moderasi beragama di lingkungan sekolah. Menurutnya, program Moderasi Beragama merupakan salah satu program prioritas dari Kemenag. Moderasi berasal dari kata “moderat/moderation” yang mempunyai arti “jalan tengah” yang mengedepankan sikap toleransi, keseimbangan, egaliter, musyawarah atau dialogis dalam hal beragama.
“Moderasi Beragama di sekolah mengedepankan sikap integritas, kepribadian yang kuat; solidaritas, kesetiakawanan; tenggang rasa (sikap atau tanggapan untuk peka terhadap hal-hal yang diterima oleh indra dan pendapat orang lain; kejujuran (lurus hati dan tidak curang); kerja sama, prinsip ketersalingan; sopan santun, tata krama, budi pekerti, akhlak; saling menghargai, saling pengertian, serta kurikulum dan pendidik,” jelas pria yang akrab disapa Pak Anwar tersebut.
Sesi diskusi kemudian dilanjutkan dengan mempersilakan peserta untuk bertanya kepada para pemateri, dan ditanggapi oleh seluruh peserta Forum 17-an, baik itu pemateri atau peserta lainnya. Acara ditutup dengan doa bersama untuk merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI ke-77 dan hari lahir Almarhum KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Doa bersama dipimipin oleh Pak Anwar. Tentunya tidak ketinggalan sesi penyerahan souvenir untuk pemateri dan moderator, lalu dilanjutkan dengan sesi foto bersama.