“Demokrasi Wayang” Hadir Memeriahkan Forum 17-an GUSDURian Adipala Cilacap

Pada September ini, Hari Demokrasi Internasional disepakati sebagai tema Forum 17-an Jaringan GUSDURian Indonesia. Kali ini, Komunitas GUSDURian Adipala Cilacap menggandeng para seniman muda yang tergabung dalam Persatuan Pedalangan Indonesia (PEPADI) Adipala. Forum yang bertempat di Sekretariat Seniman ini dihelat pada Rabu, 28 September 2022 dan mengkaji “Demokrasi Wayang” sebagai fokus bahasan.

Ki Dalang Agus Susmono S. Sn atau akrab dipanggil Mas Dalang, beserta istrinya yaitu Intan Kharisma yang merupakan seniman pesinden, berkolaborasi dengan Sindhu Sasongko yang merupakan mahasiswa pedalangan Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta.

Ketiganya mengkaji kisah Demokrasi yang bisa ditemukan dalam dunia seni pewayangan. Diselingi dengan candaan khas seniman, forum malam itu semakin asik dan menarik. Acara tersebut dimulai pukul 20:00 WIB sampai dengan selesai.

“Pesinden bukan sekedar menyanyikan lagu saja. Ia juga bertugas menyampaikan pesan sifat, filosofi, wisdom, dan kearifan kata bijak melalui sebuah tembang,” ungkap Intan Kharisma.

Untuk diketahui, dalam pewayangan dikisahkan ada tokoh yang disebut dengan Punokawan. Tokoh ini merepresentasikan rakyat kecil/wong cilik, atau bisa juga menggambarkan batur/abdi/pesuruh dari para majikannya. 

Puno berasal dari kata Pono yang artinya melihat/weruh/ngerti/paham/sepemahaman. Ia mengerti lelakon kejadian atau keadaan yang sedang terjadi. Sedangkan Kawan artinya adalah teman atau sahabat. Jadi, Punokawan adalah orang-orang sepemahaman yang mempunyai nilai lebih di pandangan masyarakat. 

Tentunya tokoh pewayangan mempunyai sifat dan karakter masing-masing. Begitu juga para Punakawan ini. Semar mempunyai sifat sebagai pamomong/pamong/pembimbing para ksatria.

Tokoh Gareng mempunyai cacat fisik yaitu kaki pincang, mata juling, dan tangan cacat yang menggambarkan karakter yang hati-hati dalam setiap melangkah melakukan sesuatu. Mata juling menandakan bahwa dia tidak mau melihat sesuatu yang jelek, cacat tangan menandakan sifat tidak mempunyai rasa kepemilikan terhadap sesuatu yang bukan haknya. 

Tokoh Petruk mempunyai sifat jujur serta pemaaf. Hidung panjang menandakan panjang pemikirannya, tangan dan kaki panjang melambangkan langkahnya yang jauh ke depan. 

Tokoh Bagong mempunyai karakter seorang pemberani, blakasuta atau jujur, lugas atau lugu apa adanya, Karakter ini yang menjadikannya seorang yang vokal dan kritis dalam menyikapi suatu keadaan atau masalah. Bagong sendiri di daerah Banyumasan dikenal juga dengan nama Bawor. Sedangkan di Jawa Barat dikenal dengan sebutan Cepot.

****

Sesuai tema kajian “Demokrasi Wayang”, diperagakanlah adegan dialogis antara Semar dan Bagong oleh Mas Dalang.

Alkisah, Bagong dengan lugunya mengeluh tentang isu kenaikan harga BBM. Berikut terjemahan adegan dialogis tersebut:

Bagong: “Haduh Bapak, saya pusing sekali. Lagi susah malah harga BBM naik, bagaimana ini Bapak?” 

Semar: “Mbegegeg ugeg ugeg mel mel sadulito langgeng. Yang namanya hukum itu ada tiga warna. Pertama adalah hukum negara, kedua adalah hukum adat budaya, dan ketiga adalah hukum alam. Yang kamu bicarakan tadi masalah kenaikan harga BBM itu masuk hukum negara. Sudah menjadi undang-undang, peraturan dari pemangku kebijakan di atas sana. Jadi saya dan kamu, karena menjadi rakyat kecil, ya harus sendika dawuh (mengikuti) apa yang sudah menjadi peraturan pemerintah tadi.”

Bagong: “Tapi ya yang miskin tetep miskin, tambah miskin, yang kaya tambah kaya. Bagaimana ini Bapak Semar?”

Semar: Iya betul apa yang kamu bicarakan. Kalau masalah miskin dan kaya itu masuk kategori hukum alam. Namanya orang hidup di dunia ini harus budidaya (bekerja). Kalau kamu sudah budidaya yang menurut para orang tua disebut berusaha, maka alam semesta yang akan membimbing segenap jiwa ragamu. Tidak usah khawatir, itu namanya hukum alam di dunia ini, Bagong…. 

Bagong: Saya berterima kasih sekali ini Bapak, sudah dikasih pencerahan. Dijalani saja apa adanya ya Bapak?

Semar: Berserah sama yang memberi hidup, jalani yang sudah jadi kewajiban hidup di dunia. Kewajiban negara dijalani, kewajiban adat budaya dilestarikan, nanti alam semesta akan membimbing segenap jiwa ragamu. 

Suluk Semar: “Mbegegeg ugeg ugeg mel mel sadulito langgeng

Begegeg berarti diam mematung/diam saja. Ugeg-ugeg artinya bergerak. Hemel-hemel berarti makan atau hasil. Sadulito artinya sedikit. Langgeng artinya abadi atau selamanya. Jika disatukan menjadi, “Di dalam diam terdapat gerakan. Walaupun sedikit merupakan berkah yang abadi, di mana dalam diam manusia diwajibkan berupaya batin. Walaupun sedikit merupakan berkah yang berlimpah, sehingga mencukupi. Karena sebanyak apa pun hasil, jika tidak ada keberkahan tidak akan cukup.”

Penggerak Komunitas GUSDURian Adipala, Cilacap.