Social Media

Kelas Advokasi Warnai Kelas Berbagai Inspirasi di TUNAS GUSDURian 2022

Temu Nasional (TUNAS) Jaringan GUSDURian yang mengangkat tema “Menguatkan integritas gerakan, meneguhkan spirit kebangsaan” memiliki banyak agenda yang dilakukan selama tiga hari lamanya. Setelah acara resmi dibuka oleh Koordinator Nasional Jaringan GUSDURian Alissa Wahid, agenda-agenda yang dihadirkan pada TUNAS GUSDURian kali ini diawali dengan sesi Kelas Berbagi Inspirasi.

Agenda Kelas Berbagi Inspirasi kali ini menghadirkan 9 kelas pilihan, yaitu Kelas Entrepreneurship, Kelas Menulis Kreatif, Kelas Digital Content, Kelas Fundrising, Kelas Pengelolaan Sampah & Eco-Enzyme, Kelas Parenting ala Gus Dur, Kelas Moderasi Beragama, Kelas Menangkal Hoaks dan Ujaran Kebencian, dan Kelas Advokasi.

Pada Kelas Advokasi ini menghadirkan Suaib Prawono selaku Korwil GUSDURian Sulawesi-Maluku dan Imam Maliki selaku Korwil Jawa Timur sebagai narasumber, serta Nur Rizky selaku penggerak Komunitas GUSDURian Pasuruan sebagai fasilitator.

Suaib sendiri sudah banyak melakukan advokasi dan pengawalan masyarakat, khususnya di daerah timur Indonesia. Ia menjelaskan mengenai apa saja yang diperlukan dalam mengadvokasi masyarakat di isu agama, rumah ibadah, hingga kebijakan publik.

“Nalar, mental, dan gerakan itu ibarat satu napas, harus berjalan bersama. Karena tidak menutup kemungkinan ada yang nalarnya kuat tapi mentalnya ciut. Ada juga yang mentalnya kuat, tapi nalar lemah. Ada yang kuat dua-duanya tapi tidak ada gerakannya karena tidak disiplin dan menghargai waktu. Jadi harus ada keseimbangan pada ketiga komponen itu,” kata Suaib.

Selanjutnya Imam yang menjadi narasumber kedua menceritakan bagaimana kisahnya dalam mengadvokasi ‘orang yang sudah mati’. Ia sendiri pernah mengadvokasi kasus penolakan pemamakaman karena perbedaan agama di Mojokerto. Korwil Jatim ini pun menjelaskan bahwa jangan sampai dalam kerja-kerja advokasi kita timbul rasa ingin menggurui dan merasa lebih pintar.

“Melakukan advokasi dan pendampingan rakyat, bukan berarti yang kita dampingi itu bodoh dan kita merasa lebih pintar dari yang kita dampingi. Watak ini jangan sampai ada dalam diri kita, karena menimbulkan sikap heroik dan merusak gerakan,” jelas pria yang akrab disapa Cak Imam tersebut.

Selanjutnya Suaib menyampaikan bahwa dalam melakukan advokasi jangan pernah melupakan nilai-nilai kearifan lokal di daerah masing-masing. Suaib juga menjelaskan bahwa kearifan lokal adalah tameng terakhir dalam menangkal berbagai permasalahan di akar rumput.

“Jika ada persoalan yang dihadapi masyarakat, terlebih pada sebuah wilayah, maka yang pertama akan diputus adalah hubungan masyarakat dengan alam. Seperti munculnya kelompok yang mengkafirkan sedekah laut dan berbagai tradisi yang berkembang di tengah masyarakat,” tutupnya.

Penggerak Komunitas GUSDURian Pontianak, Kalimantan Barat.