Rawat Keberagaman dan Inklusi Sosial, Seknas GUSDURian Gelar Pertemuan di Makassar

Makassar – Sekretariat Nasional (Seknas) Jaringan GUSDURian, Sabtu 5 November 2022 menggelar kegiatan Silaturahim Kebangsaan di Aula Balai Penelitian dan Pengembangan Agama (Balitbang) Makassar, Jalan Andi Pangerang Pettarani No. 72.

Kegiatan yang bertemakan “Kolaborasi Lintas Agama untuk Merawat Keberagaman dan Inklusi Sosial” itu dipandu oleh Kepala Balitbang, Dr. Saprillah dan dihadiri oleh Kepala Kesbangpol Kota Makassar, tokoh lintas agama, perwakilan organisasi keagamaan, pemerintah, akademisi, aktivis sosial, kelompok perempuan, dan perwakilan pemuda dan mahasiswa.

Koordinator Wilayah GUSDURian Sulawesi-Maluku, Suaib Amin Prawono dalam sambutannya menyampaikan, kegiatan tersebut selain sebagai upaya untuk membangun konsolidasi jaringan, juga sebagai wahana silaturahmi antarpemerintah, tokoh agama, ormas keagamaan dan akademisi sebagai bagian dari upaya menjaga komitmen kebangsaan, inklusi sosial dan toleransi jelang tahun-tahun politik.

“Lewat pertemuan ini, kita berharap lahir gagasan-gagasan strategis yang bisa dilakukan bersama dalam upaya menjaga keberagaman, toleransi, suasana kondusif menjelang tahun-tahun politik, khususnya di Kota Makassar,” jelas Suaib dalam sambutannya.

Hal yang sama juga disampaikan Jay Akhmad, Koordinator Sekretariat Nasional Jaringan GUSDURian. Dalam sambutannya, Jay Akhmad menyampaikan bahwa tahun depan boleh dibilang tahun yang cukup berat, karena bangsa ini akan melaksanakan hajatan politik, bahkan tidak jarang politik identitas yang mengatasnamakan agama dan budaya kerap digunakan dalam perebutan kekuasaan.

Menurutnya, fenomena ini, jika tidak disikapi dengan strategi yang matang, tidak menutup kemungkinan agama dan budaya bisa menjadi sumber perpecahan.

“Karena itu, kalangan masyarakat sipil, pemerintah, akademisi, dan tokoh agama penting untuk membangun kolaborasi menghadapi tahun politik dengan tetap teguh menjadikan agama dan budaya sebagai mata air bagi umat. Sehingga dengan demikian agama dan budaya tidak berpotensi menjadi sumber perpecahan,” ungkap pria yang akrab disapa Mas Jay tersebut.

Dalam pertemuan tersebut, Kepala Badan Kesbangpol Kota Makassar, Drs. H. Zainal Ibrahim tampil sebagai pembicara pertama. Ia menyampaikan, ada empat kecamatan di Kota Makassar yang perlu menjadi perhatian dan intervensi khusus, karena kondisi sosial masyarakatnya rentan dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok radikal.

“Pemikiran-pemikiran moderat sangat dibutuhkan, dan tentu saja harapan kami program-program GUSDURian bisa hadir di sini,” jelas Zainal Ibrahim.

Senada dengan itu, Ketua PGIW Sulselbara, Pdt. Adrie O. Massie, S.Th menyampaikan bahwa agama bisa dieksploitir menjadi suatu kekuatan yang bisa menghancurkan tetapi juga menghidupkan. Karena itu, ia berharap agar GUSDURian bisa terus bersuara menyampaikan pesan-pesan damai serta menggalang kalangan anak muda untuk turut serta menyuarakan perdamaian di bangsa ini.

“Saya sering kali menyampaikan di jemaat saya, ayo anak-anak muda ikut GUSDURian karena kalian akan berjumpa dengan orang-orang yang rindu republik ini menjadi republik damai,” terang Pdt. Adrie yang juga Dewan Pembian GUSDURian Sulawesi-Maluku.

Pentingnya untuk terus menyuarakan perdamaian dan mengakomodasi hak-hak warga negara juga disampaikan oleh Sekretaris Yayasan Oase Intim Makassar, Christine Hutubessy. Ia menyampaikan, beberapa bulan lalu, di Sulawesi Selatan terjadi diskriminasi terhadap Komunitas Bissu di Kabupaten Bone. Pemimpin spiritual agama Bugis Kuno ini tidak lagi diberi ruang saat perayaan hari jadi ke-692 Kabupaten Bone.

“Bissu itu pemimpin spiritual tetapi kemudian fungsi dan peran mereka dalam perayaan hari jadi Kabupaten Bone tidak lagi diberikan kesempatan. Ini menjadi catatan ke depan bahwa proses stigma dan diskriminasi bagi kelompok rentan bisa saja dipolitisasi sedemikian rupa,” jelas Christine.

Sementara itu, Ketua Permabudhi Sulawesi Selatan, Dr. Yonggris Lao menyampaikan pentingnya menguatkan pemahaman keagamaan moderat dengan menjadikan nilai-nilai kemanusiaan sebagai basis. Sebab agama hadir untuk manusia dan kemanusiaan, dan itu salah satunya bisa dikuatkan melalui lembaga pendidikan.

“Yang kita butuhkan adalah pemahaman, bagaimana kita bisa memahami kehidupan orang lain dengan senantiasa mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan, karena agama untuk manusia,” jelasnya.

Hal yang sama juga dikemukakan oleh dewan Pembina GUSDURian Sulawesi-Maluku Prof. Dr. H. Abd. Kadir Ahmad. Ia menyampaikan, semua agama memiliki kepentingan untuk merawat suasana kebangsaan. Bahkan sebuah bangsa bisa besar karena interaksi dengan bangsa lain.

Ia pun mencontohkan Makassar yang sejak tahun 1500-an sudah sangat plural. Bangsa Eropa dan Cina masuk berdagang dan membuat Makassar menjadi besar karena tidak mempermasalahkan identitas agama dan budaya.

“Salah satu ciri bangsa yang besar karena tidak mempermasalahkan agama. Jadi sejak dari dulu Makassar sudah sangat terbuka. Karena itu, saya setuju untuk memperbanyak ruang dialog dan perjumpaan antaragama,” terang sahabat Gus Dur ini.

Penggerak Komunitas GUSDURian Makassar, Sulawesi Selatan.