Pahlawanku Teladanku: Sebuah Refleksi di Hari Pahlawan

Judul di atas adalah tema sentral Hari Pahlawan tahun ini. Suatu tema yang syarat dengan makna yang dalam. Pahlawan dan teladan adalah dua kata yang tidak dapat dipisahkan. Pahlawan adalah orang yang berjasa, orang yang punya kontribusi, orang yang punya manfaat. Sedangkan teladan berkaitan dengan obyek yang dapat dijadikan contoh yang baik.

Keteladanan dalam diri seorang pahlawan karena memiliki kelebihan-kelebihan yang dapat disumbangkan atau punya kontribusi terhadap eksistensi bangsa dalam melawan kolonialisme. Secara umum pahlawan adalah orang yang punya aset atau kontribusi dalam melawan ketidakadilan. Perlawanan terhadap penindasan yang dilakukan oleh orang-orang dhalim termasuk bagian dari jihad, karena mempertahankan diri dalam menjaga eksistensi kemanusiaan.

Dalam konteks kemerdekaan Indonesia, para pahlawan yang telah mempertahankan dan merebut kemerdekaan adalah teladan-teladan yang punya otoritas patriotik yang tidak diragukan jiwa nasionalismenya. Mereka mencintai tanah air dan sangat membenci penjajahan yang dilakukan oleh bangsa-bangsa Barat. Keteladanan yang mereka miliki adalah keteladan yang holistik. Mereka tidak hanya benci terhadap kolonialisme atau penjajahan hanya karena tidak berperikemanusiaan tapi juga sangat menginginkan tanah air mereka dapat merdeka.

Keteladanan yang dimiliki oleh para pahlawan itu menjadi aset bagi generasi hari ini guna melanjutkan tali estafet perjuangan membangun bangsa. Suatu dosa sejarah yang besar bilamana amanah yang telah ditinggalkan oleh para pahlawan tidak dilanjutkan oleh para generasi sesudahnya. Semangat yang dimiliki oleh para pahlawan kebangsaan itu harus diadopsi ke dalam diri para penerus generasi hari ini. Dengan demikian ada keterlanjutan tali kontinuitas dengan generasi pahlawan masa lalu.

Yang menjadi problem yang akut hari ini, kita kehilangan keteladanan terhadap semangat patriotisme para pahlawan yang rela mengorbankan jiwa raganya demi eksisnya wilayah Nusantara. Masyarakat kita adalah suatu masyarakat yang paternalistik, masyarakat yang memandang pemimpin sebagai figur sentral yang harus menjadi daya tarik dalam memberikan vibrasi positif terhadap masyarakatnya. Dalam konteks sekarang ini bahwa keteladanan adalah barang yang sangat langka. Kita sangat sulit mencari rujukan sentral dalam hal keteladanan. Namun demikian kita tidak boleh pesimistik dalam menghadapi problem ini dan minusnya keteladanan.

Dalam perspektif agama kita dilarang keras untuk pesimistik. Ada ungkapan yang mengatakan, “Akan selalu muncul dalam suatu kaum yang akan menjadi pembaharu, yang akan memberikan teladan pemikiran dalam memperbaiki masyarakat”. Pahlawan-pahlawan keteladanan akan selalu muncul dalam kurun-kurun waktu tertentu. Bagaimanapun krisisnya keteladanan dalam berbagai aspek kehidupan, akan selalu ada bintang yang akan menyinari semangat dalam menampakkan kehidupan berkebangsaan.

Dalam perspektif keindonesiaan, kalau kita mengikuti gelombang-gelombang orde yang silih berganti di Indonesia maupun sebelum munculnya Orde Lama, selalu ada tokoh-tokoh yang punya andil dalam memerankan visi kebangsaan. Lahirnya tokoh-tokoh teladan di setiap era, itu akan punya pengaruh yang besar dalam menjaga eksistensi bangsa dari serangan-serangan yang ingin memecah bangsa, baik dari luar maupun dari dalam.

Ungkapan yang sering muncul ketika memperingati Hari Pahlawan adalah “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya”. Pengertian ungkapan ini sangat luas. Di samping kita mengenang jasa-jasa pengorbanan para pahlawan dalam menjaga eksistensi bangsa ke depan, juga yang penting dari itu, mencoba untuk mengadopsi jiwa-jiwa kepahlawanan. Ikhlas dan berpikir jauh ke depan dalam menanamkan nilai-nilai kebangsaan dan nasionalisme dalam diri mereka.

Penghargaan terhadap jasa-jasa para pahlawan harus terus dipupuk kepada para generasi milineal atau generasi Z hari ini. Sebab ada kecenderungan nilai-nilai kebangsaan generasi milineal itu terus mengalami penggerusan diakibatkan oleh serangan-serangan ideologi atau pemikiran instan, seperti gerakan-gerakan transnasional yang dapat melemahkan jiwa nasionalisme kebangsaan generasi muda. Apa yang telah diprogramkan oleh pemerintah saat ini, yaitu menggalakkan kegiatan sosialisasi pemikiran moderasi dalam beragama. Itu sangatlah penting dan perlu dukungan dari berbagai pihak, seperti ormas Muhammadiyah dan NU, untuk mengkampanyekan pilar-pilar moderasi dalam beragama.

Program ini harus terus dimasifkan gerakannya sampai ke sekolah-sekolah dan perguruan tinggi, guna menanamkan lebih awal pemikiran-pemikiran keagamaan yang menyejukkan, toleran, tawasut, dan berkeadilan. Sejak gerakkan Reformasi tahun 1998, mulai muncul banyak gerakan keagamaan yang berhaluan agak keras. Gerakan ini bertentangan dengan nilai-nilai Islam moderat yang dibawa oleh para ulama terdahulu, yang sangat menghargai nilai-nilai kultural yang sudah berkembang sebelumnya di Indonesia.

Perlu kita tanamkan kembali pemikiran-pemikiran keislaman dan kebangsaan yang telah diwariskan oleh pemikir-pemikir Islam yang berhaluan moderat, yang telah berjasa mewariskan Islam wasatiyah yang telah ditinggalkan oleh Nabi. Keberadaan kedua organisasi keislaman dan kebangsaan tersebut, yaitu Muhammadiyah dan NU, sebagai organisasi yang sangat mengedepankan Islam moderat, punya peranan yang besar dalam membendung pemikiran-pemikiran liberal dan pemikiran tekstualis yang dapat meracuni keberagaman yang sudah membudaya di Indonesia.

Pesan Nabi terkait dengan pentingnya memberikan keteladanan, sebagaimana yang dipraktekkan oleh Nabi sendiri adalah “Lisanul hal afsahu min lisanil maqaal“, bahasa keteladanan lebih tajam/fasih daripada bahasa lisan. Itulah yang menjadi inspirasi para pejuang pahlawan kemerdekaan untuk tampil sebagai pejuang kemerdekaan dan sekaligus sebagai aset terbaik untuk para generasi berikutnya.

Pahlawanku Teladanku.

Kepala Madrasah Aliyah Nuhiyah Pambusuang, Sulawesi Barat.