Sebagai pemuda yang hidup di zaman menuju revolusi industri 5.0, tentu akan lebih positif ketika kaum muda milenial Nahdlatul Ulama mempunyai ghirah (semangat) yang sama dengan para pelopor kebangkitan intelektual Nahdlatul Ulama. Penyaluran semangat itu tentu berbeda dengan kaum muda pada masa pra-kemerdekaan.
Pandangan mengenai pendidikan yang dijiwai effort kaum muda dalam memahami teknologi, tentu diharapkan mampu menjawab serta melahirkan gaya baru dalam meresolusi berbagai persoalan yang ada pada Nahdlatul Ulama. Prinsip-prinsip pembelajaran dengan mengambil etos pelopor kebangkitan intelektul Nahdlatul Ulama, bukan hanya sebatas mengikuti perkembangan teknologi secara daring maupun kecerdasan buatan di zaman revolusi industri 4.0 seperti sekarang ini.
Hal yang terpenting adalah menanamkan effort dengan sistem pengetahuan pembelajaran secara otodidak, baik itu menggunakan jaringan internet ataupun tidak. Konsep otodidak merupakan solusi terbaik saat ini. Konsep ini mewarisi semangat gerakan kepemudaan Nahdlatul Ulama di masa lampau.
Kaum Muda Nahdlatul Ulama di Indonesia mesti banyak melatih diri dengan berbagai kegiatan yang mendukung dirinya untuk lebih berkontribusi terhadap jamiyyah NU, agar tidak tergantung pada pembelajaran dari para senior secara jarak jauh, Mereka harus belajar dengan membaca pengalaman, mengeluarkan statement yang kreatif dan kritis untuk lebih mendorong kebangkitan intelektual di Nahdlatul Ulama.
Meminjam narasi yang disampaikan oleh Dr. Jamal Ma’mur Asmani di dalam tulisannya, bahwa kaum muda NU mampu tampil sebagai pemimpin NU untuk masa depan jika mereka mempunyai kepercayaan diri yang kuat dan mampu melakukan bargaining position yang tinggi dengan kapabilitas yang mereka miliki. Dr. Jamal sendiri merupakan Wakil Ketua PCNU Pati, sekaligus Direktur Lembaga Studi Kitab Kuning (LESKA).
Dalam konteks yang disampaikannya tersebut, kaum muda NU harus bersatu untuk merebut pucuk pimpinan NU dengan cara-cara elegan dan sportif. Forum terbuka dalam penyampaian visi dan misi pimpinan NU harus dimanfaatkan oleh kaum muda untuk melakukan sosialisasi gagasan dan pemikiran cemerlang dalam membangun NU di masa depan.
Hal ini meliputi bidang penguatan kapasitas lembaga, kemandirian ekonomi warga NU, peningkatan kualitas lembaga pendidikan, menempatkan kader-kader muda terbaik NU ke berbagai instansi pemerintah, hingga bekerja sama dengan berbagai kalangan, baik dalam dan luar negeri untuk memperkuat kontribusi NU dalam menyelesaikan problem-problem kemanusiaan global. Mereka perlu membuat profil yang bisa dibaca oleh sebagian warga Nahdliyin sebagai salah satu pertimbangan sebelum memilih seorang pemimpin sehingga diketahui rekam jejak yang bisa dipertanggungjawabkan.
Yang harus digaris-tebali dalam diri kaum muda Nahdlatul Ulama bahwa para intelektual, pelajar, dan mahasiswa seyogyanya dilatari oleh suatu sikap ilmiah yaitu sikap kritis. Kritis dalam arti sebagai berikut: Pertama, berupaya menegakkan harkat dan martabat kemanusiaan dari berbagai belenggu yang diakibatkan oleh proses sosial yang bersifat duniawi. Kedua, melawan segala bentuk dominasi dan penindasan. Ketiga, membuka tabir dan selubung pengetahuan serta pengetahuan yang munafik.
Di masa kini, ketika reformasi politik mendorong era demokratisasi dan otonomi daerah, liberalisme dan globalisasi ekonomi membawa penjajahan ekonomi dan budaya, sikap kritis itu tak boleh hilang. Betapa luas ekosistem alam yang rusak di tanah kita akibat eksploitasi. Betapa jutaan orang dipaksa menjadi buruh tanpa tanah akibat penguasaan ekonomi asing. Betapa banyak kaum muda terjebak dalam pembaratan budaya (seks bebas, narkotika). Juga jutaan supermarket telah memaksa para pedagang kecil yang kini banyak menjadi gelandangan.
Di sinilah kemudian peran kaum muda intelektual, pelajar, dan mahasiswa, haruslah menjadi pengumpul fakta-fakta kebenaran melalui berbagai penelitian yang bersifat riil. Mengumpulkan idealisme melalui mimbar akademik dan pendidikan, juga mengumpulkan berjuta pengalaman melalui pembelajaran di tengah-tengah rakyat melalui pendampingan, advokasi dan sejenisnya.
Dan yang pasti tidak pernah lupa, bahwa kaum muda, pelajar, dan mahasiswa Nahdlatul Ulama harus mampu membaca berbagai tanda-tanda zaman, sembari tetap konsiten dalam melandasi setiap pikiran dan tindakan dalam diri pada nilai-nilai kecintaan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Dan begitu maka menjadi pilihan bagi kader intelektual muda NU di mana pun tempatnya berkhidmah merupakan sebuah kerja-kerja dalam menegakkan salah satu nilai ahlussunnah wal jama’ah yakni i’tidal atau menegakkan keadilan di berbagai bidang kehidupan.
Jika menelisik buku yang ditulis oleh AS. Laksana yang berjudul Catatan Kenangan Yahya Cholil Staquf: Menghidupkan Gus Dur, maka kiranya menjadi bahan renungan bersama bahwa sosok Gus Dur telah menginspirasi banyak kalangan yang mengidolakan pemikiran-pemikirannya. Dengan demikian, sosok Ketua Umum PBNU KH. Yahya Cholil Staquf atau yang akrab dipanggil Gus Yahya tersebut mampu menjawab tantangan zaman di saat banyak orang mengharapkan kembalinya pemikiran-pemikiran Gus Dur.
Dirinya dinilai mampu memiliki pengaruh besar pada suksesi Nahdlatul Ulama dalam nahkoda kepemimpinanya, baik di masa sekarang ataupun yang akan datang. Terbukti baru saja gelaran akbar Presidensi G20 dan R20 terselenggara secara megah di Kota Dewata. Beberapa hal dibicarakan dalam sebuah forum yang mengangkat tema “Menyatakan dan Menjaga Agama sebagai Sebuah Sumber Solusi Global: Gerakan Global untuk Menebar Nilai Moral dan Spiritual” tersebut.
Kembali ke dalam isi buku Menghidupkan Gus Dur, Sulak, panggilan akrab AS Laksana, menceritakan dengan detail proses perkenalan Gus Yahya dengan Gus Dur. Ia memandang pesona kharismatik yang ada dalam diri Gus Dur sangat menginspirasi diri Gus Yahya.
Gus Yahya dalam pengakuanya, Gus Dur telah berhasil mengubah pola pikir anak-anak muda. Mereka berubah akibat suntikan semangat yang diberikan oleh Gus Dur. Hal ini bisa dilihat bahwa pesantren tidak hanya berperan bagi lingkup kalangan pesantren secara khusus, akan tetapi juga mampu berkiprah secara terbuka dengan dunia dan selaras dengan berkembangnya zaman.
Poin penting yang bisa kita peroleh sebagai generasi muda Nahdlatul Ulama adalah melihat sosok Gus Dur yang kemudian ingin dihidupkan lagi, dengan cara merawat dan menjadikan gagasan Gus Dur di ruang-ruang kehidupan nyata. Bukan hanya mengudara dengan deras oleh hembusan angin saja, melainkan lebih kepada aksi-aksi nyata yang mendorong kaum muda untuk lebih berkiprah di kehidupan nyata.
Dalam paparan singkatnya saat peluncuran buku Menghidupkan Gus Dur, Gus Yahya menyampaikan setidaknya ada fokus utama yang menjadi sorotan Gus Dur hingga saat ini untuk kita realisasikan bersama. Pertama adalah isu-isu toleransi dalam kebhinekaan, kedua adalah upaya demokratisasi, dan ketiga adalah isu-isu kemanusiaan. Kiranya ketiga hal inilah yang hingga saat ini masih terus diperjuangkan dirinya secara terus menerus dalam khazanah konteks realitas zaman sekarang.
Kiranya, catatan ringkas ini saya tuliskan sebagai bentuk refleksi dari khazanah pemikiran-pemikiran Gus Dur yang kini sedang diperjuangkan oleh Gus Yahya. Tentu sorotan yang sangat singkat ini masih banyak hal-hal yang belum semua saya ulas secara terperinci, namun paling tidak dapat menambah pemahaman yang mendalam dalam diri kaum muda Nahdlatul Ulama sebagai garda masa depan NU di masa yang akan datang.
‘’Kalau ingin melakukan perubahan jangan tunduk terhadap kenyataan, asalkan kau yakin di jalan yang benar maka lanjutkan …’’ – KH. Abdurrahman Wahid.
Wallahu A’lam Bish Showwab.