Allahu yarhamhu KH. Abdurrahman Wahid atau biasa dikenal (disapa akrab) dengan Gus Dur adalah salah satu mercusuar dalam sejarah modern masyarakat muslim tradisional. Lahir sebagai “ahlul bait”-nya organisasi keagamaan Nahdaltul Ulama, Gus Dur tumbuh sebagai seorang ulama dengan kapasitas yang mengagumkan.
Sebagai tokoh yang tumbuh dalam kultur kejamaahan, sudah pasti Gus Dur tumbuh di antara tokoh lain di tengah masyarakat pesantren yang memiliki kapasitas keulamaan dan keruhanian yang tidak kalah dengannya. Artinya, kehebatan Gus Dur di ranah nasional (dan global) tidak lepas dari peran banyak kiai lain yang memiliki kapasitas besar yang menopang keberadaannya.
Bahkan di antara percakapan pemikiran Gus Dur dengan para pemikir dan ulama seangkatannya memiliki nilai momentum dan karakter dialektis yang dalam beberapa hal produktif dan memberikan jalan bagi pelajaran moral. Gus Dur bergaul luas, tanpa membatasi diri, dengan banyak pemikir dengan beragam latar belakang. Misalnya, kredensial Gus Dur terkait tulisan-tulisannya yang “makjleb” karena gaya dan imajinasinya yang memberikan daya kejut tidak selalu dinilai banyak orang sebagai tulisan terbaik untuk zaman dan di antara para pemikir lainnya.
Dengan mengikuti praktik sahabat Rasulullah SAW, orang pesantren mengakui dan memiliki ukuran-ukuran untuk menghormati seseorang berdasarkan nasab, tetapi kaum ASWAJA lebih memilih distribusi peran berdasarkan kepada nilai kebersamaan yang terjalin antara kelompok sosial dengan cap khusus “privileged” dengan kelompok lain yang terhubung secara kekerabatan, keruhanian, dan keilmuan serta memiliki kapasitas personal yang sangat besar juga. Masalah ini masih perlu diurai, tapi lain kali saja.
Setelah Gus Dur meninggal, di antara anak-anak muda pesantren terbagi menjadi dua, yang berperan sebagai ‘ahli’ Gus Dur dan GUSDURian.
Para ahli Gus Dur (expert) akan menulis dan membedah sosok Gus Dur dengan pemikirannya berdasarkan pisau ilmu sosial yang didalami di perguruan tinggi. Hampir saja semacam penyelarasan gagasan-gagasan Gus Dur dengan teori sosial. Walaupun tidak terjebak bahwa semua pemikiran Gus Dur adalah benar, autentik, dan tanpa kritik imanen.
Level kedua dari para ahli Gus Dur adalah mereka yang dengan segala daya upaya intelektual menuliskan kembali kronik dari figur besar seperti Gus Dur, mencoba memberikan penjelasan atas banyak langkah dan tindakan Gus Dur yang dianggap (dianggap, lho) melampaui batas kelompoknya sendiri. Memberikan konteks sosial bagi karakter resisten dari pemikiran Gus Dur maupun karakter revisionis dari pemikiran Gus Dur.
Saya merasa lebih masuk akal menjadi seorang GUSDURian daripada ahli tentang Gus Dur. Selain lebih longgar, juga lebih memberikan keleluasaan bagi siapa pun untuk ikut merasakan, mengalami dari perjalanan hidup Gus Dur. Menjadi GUSDURian pada tingkat paling rendah adalah bagaimana seseorang memiliki pengalaman dalam mengarungi lautan pengetahuan sesuai minatnya sampai pada tahapan imajinatif: Karena belajar tekun seperti Gus Dur maka ia memiliki sudut pandang mandiri tentang suatu masalah dan proses tersebut (terus) memperluas sikap dan pandangan hidupnya. Ia boleh tidak mendalami diskursus seperti Gus Dur, tetapi ketekunan belajarnya memberinya matra agar tetap kritis dalam melihat banyak persoalan.
Seorang GUSDURian bisa juga mereka yang melakukan kerja-kerja kemasyarakatan dengan berbagai ragam aktivisme yang memberinya landasan dan komitmen moral dalam memungkinkan terwujudnya kehidupan bersama secara terbuka.
Intinya, baik aspek pemikiran maupun pengalaman yang mempengaruhi pandangan dan sikap hidup seseorang sehingga tumbuh menjadi sosok yang berani dan teguh dalam menjalani hidup yang kompleks di zaman akhir ini.
Misalnya seorang anak muda yang ahli filologi yang status keahliannya ia peroleh dari proses formal akademik dan memiliki prestasi yang diakui serta karya yang memberikan manfaat bagi perkembangan filologi adalah layak diminta untuk berbicara tentang apa yang digelutinya dalam acara acara haul Gus Dur yang ramai diadakan setiap akhir tahun. Daripada seseorang diminta berbicara tentang sosok Gus Dur dan pemahamannya tentang pemikiran Gus Dur yang tidak senyatanya tidak ada film negatifnya hari ini.
Selamat menyambut bulan Gus Dur tahun 2022. Wa-Allahu ‘alam.
(Tulisan ini diambil dari postingan Facebook Hasan Basri, 3 Desember 2022)